Malaikat Jenius

3.1K 272 32
                                    

Ganesha Alterio, cowok berperawakan kurus itu mencoba menyamai langkah Ardhito yang tergesa-gesa menuju ruang kelas yang berada di sebelah tangga, ujung koridor, kelas sepuluh.

Ganesha menepuk lengan Ardhito, berusaha menyita perhatian cowok itu dari ponsel yang sedang dimainkannya. "Dhito!"

"Apa sih, lo? Gausah teriak-teriak bisa 'kan? Gue enggak budeg!" tukas Ardhito dengan sorot tajam.

Merasa dicuekkin sejak perjalanan dari kantin, membuat Ganesha jengah, dirampasnya ponsel Ardhito dan dimasukkan ke dalam saku seragamnya.

"Heh! Lo rese banget, sih? Balikin hape gue!" Ardhito berteriak, sementara Ganesha berusaha menghindar dan menahan tangan Ardhito yang mulai meraba-raba tubuhnya. "Ganesh!"

"Makanya, kalo orang ngomong tuh didengerin!" Ganesha memekik, masih berusaha menahan Ardhito yang bersikap liar. Dengan kekuatan tenaga dalam karate yang pernah dipelajari semasa SMP, Ganesha mendorong Ardhito hingga membentur dinding sekolah. Ditatapnya Ardhito yang letoy berdiri dihadapannya. "Gue mau ngomong! Dengerin!"

Ardhito bercedih seraya menatap Ganesha dengan malas. "Alesan gue males dengerin omongan lo tuh ... karena lo enggak pernah bahas hal yang penting!"

"Kali ini penting!"

"Apa? Masalah OSIS? Tugas sekolah? Ya ampun Ganesh, kita baru beberapa minggu resmi pake seragam SMA, dan lo udah sok sibuk?" Ganesha menggeleng tegas, "BUKAN."

"Ya terus? Ah gue tau, apa jangan-jangan masalah Melody yang maksud lo penting?"

Mendengar nama Melody disebut, Ganesha buru-buru menutup mulut Ardhito, berharap agar tidak ada yang mendengar ucapan Ardhito barusan. Mengingat, suasana koridor saat ini cukup ramai, karena jam istirahat belum usai.

"Mel-o-dy!" Ardhito berusaha mengeja nama Melody saat manik matanya menangkap sosok Melody tengah berjalan melewatinya dengan dua teman perempuannya.

Melody menatap heran ke arah Ganesha dan Ardhito yang sibuk sendiri, seraya mengulas senyum simpul, ia melanjutkan langkah menuju ruang OSIS.

Merasa aman, Ganesha langsung melepas tangannya dari mulut Ardhito, dan lugunya ia, tangan bekas membekap mulut Ardhito itu diciumnya. Sontak Ganesha bereaksi mual saat mencium aroma liur yang masih menempel di tangannya.

"Lo abis makan apa sih, Dhit?" tanya Ganesha, mukanya membiru. Tak tahan, ia berpegangan pada dinding, menunduk dan benar-benar memuntahkan sedikit isi perutnya.

Ardhito terbahak melihat raut wajah Ganesha. Ia merapikan rambutnya yang acak-acakkan dan membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit miring. "Jengkol satu kilo. Puas lo?"

"Gila!" Ganesha menyerapah sembari menutup hidungnya dengan kerah seragam. "Pantes enggak ada cewek yang mau sama lo! Ganteng enggak! Pinter enggak! Tajir enggak! Jorok iya!"

"Bacot lo, Gans!" Ardhito mengibaskan tangan tak peduli, kembali melangkah menuju ruang kelas yang jaraknya hanya tinggal dua meter lagi.

Ganesha buru-buru mengekori Ardhito, berjalan seraya menghadap cowok berambut sedikit ikal di sampingnya. "Eh, si Rayhan galak banget ya, jadi orang? Cewek tadi kan enggak sengaja nabrak dia, eh malah dimaki-maki kayak gitu. Ngeri gue, punya temen kek dia."

Ardhito mengedik tak acuh, fokusnya tetap memandang ke depan. "Bukan urusan gue juga."

Ganesha mendengkus, sebal karena ceritanya hanya mendapat tanggapan cuek dari Ardhito. "Eh, Dhit!"

Ardhito menoleh dengan wajah lelah. "Apa lagi?"

Ganesha berdeham seraya mengulang kembali kejadian apa saja yang terjadi di kantin tadi. "Oh ya ... yang diomongin Opan tadi, tentang Raga dan Aksa ... emang apa sih, yang terjadi di antara mereka?"

Ganesha mengangguk sendiri ketika teringat ucapan Geovano. "Apa bener mereka bakal masuk ke dalam geng kita? Kalo iya ... wah! Enggak kebayang sih, gimana serunya gabung sama murid-murid kece kayak mereka! Pasti kita semakin terkenal dan ada kemungkinan ...."

"Gans," panggil Ardhito, jengah. "Lemot lo keknya udah overdosis deh. Masalah Raga sama Aksa, masa lo belum denger sih?" tanyanya, Ganesha menggeleng. "Oke, gue bakal ceritain ke elo, tapi, gue minta lo diem dan jangan potong omongan gue. Paham?" Ganesha mengangguk paham.

Ardhito menghela napas berat, lalu diembuskannya perlahan. "Jadi ...."

"Anjing!" Ardhito dan Ganesha mengumpat bersamaan tatkala kepala mereka ditimpuk dengan benda pipih oleh seseorang dari arah belakang, dan kini menyengir tanpa dosa.

"Kalian ini ya, tega banget ninggalin gue gitu aja!" decak Geovano seraya menyibakkan rambutnya yang berantakan akibat berlari-larian mengejar Ardhito dan Ganesha.

"Opan!" Ganesha memekik, mukanya merah padam. "Jangan suka mukul kepala! Nanti Dhito tambah goblok, kan kasihan!"

Ardhito bersungut, disentilnya kening Ganesha cukup keras. "Bangke lu!"

Geovano terbahak melihat tingkah Ardhito dan Ganesha yang sering bertengkar layaknya pasangan suami istri. Geovano bergumam sembari melanjutkan langkah. "Lagi pada bahas apa sih? Kayaknya seru banget?"

Kini mereka bertiga berjalan bersisian, layaknya boyband yang hendak melakukan perform. "Si Ganesh nih kepo sama masalah yang terjadi antara Raga dan Aksa!"

Ganesha mengangguk mengiakan, hendak berucap namun Geovano langsung menyambar. "Singkatnya ya ... Raga dan Aksa lagi terlibat cinta segitiga! Nah, kita sebagai makhluk khayangan utusan dewa, diminta untuk mendamaikan mereka!"

"Gimana caranya?" tanya Ganesha, tepat berdiri di ambang pintu kelas sepuluh.

Sedetik kemudian, senyum simpul terulas di bibir Geovano. Sosok yang tadi sempat membuat keributan di kantin, kini sibuk mengerjakan soal dalam buku paket matematikanya.

"Rayhan! Anak jenius itu! Gue yakin dia bisa bantu kita untuk cari caranya!"

"Rayhan, yakin cowok itu?"  batin Ganesha.

Asgar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang