Cabang

1.8K 218 22
                                    

Cowok-cowok ganteng hasil SMA Galasta itu kini nampak diperban sana-sini, tapi, tidak ada yang terlalu parah. Semua baik-baik saja, kecuali, Reagan. Luka anak itu lumayan fatal.

"Maafin gue, iya." Permintaan maaf itu lolos terucap dari bibir Raga ketika satu persatu di antara mereka selesai ditangani dokter.

"Lho, kenapa minta maaf?" tanya Reagan masih rebahan di atas ranjang. Raga merunduk, menatap lantai dengan penuh penyrsalan. "Gara-gara gue, kalian semua jadi babak belur begini," jelas Raga.

Geovano langsung ikut bicara, "Bukan salah lo, kok. Ini salah gue, coba aja kalo gue gak ngajak taruhan waktu itu, mungkin, kalian gak akan kayak gini. Apalagi, lo, Ga. Mungkin nama baik lo gak akan tercemar begitu aja," sesalnya sembari memandang teman-temannya dengan perasaan bersalah.

"Udah lah, gak usah salahin diri sendiri. Ini salah kita semua," sanggah Rayhan yang diangguki oleh semuanya. "Jadiin pelajaran aja, nanti kalo mau ngelakuin sesuatu dipikir-pikir dulu," celetuk Aksa.

Ganesha daritadi mencuri-curi pandang ke Alzevin. Saat sedang mencuri pandang sekali lagi, Alzevin menoleh, "Apa?"

Ganesha gelagapan, ia mau bertanya tapi ketakutan. "G-gue penasaran, lo bisa dateng sambil bawa pistol gitu? Dapet dari mana lo?" tanya Ganesha yang sebenarnya mewakili seluruh orang di ruangan ini.

"Om Sandi," jawab Alzevin.

Mereka semua melongo. "Bapak Opan?" tanya Ardhito. Aksa yang sedang menonton mukbang, ikut bertanya, "kenapa sama bapak Opan?"

"Bapak gue? Bapak gue kenapa?" Geovano ikutan bingung.

Huh, memang kebiasaan si kulkas kalau menjawab pasti singkat. Gemasnya lagi, mereka semua enggak ngerti sama jawabannya si kulkas.

"Lo kayak doi aja deh, kalo jawab suka singkat padat dan tidak jelas," gemas Ardhito.

Ganesha menonjok pelan lengan Ardhito yang masih memar  membuat Ardhito meringis kesakitan, "Bucin lo!"

"Bang Anesh jaad sama Dhito," ketus Dhito sambil mengusap lengannya yang memar membuat Ganesha memutar bola matanya malas.

"Pistol." Lagi-lagi, Alzevin menjawab singkat, membuat semua orang tambah gemas dan garuk-garuk kepala.

"Lo ngomong apa sih?" Aksa sangat-sangat gemas mendengar jawaban Alzevin. Ia bahkan menutup tontonannya.

'"Al, ceritain selengkap-lengkapnya." Reagan menengahi. Alzevin menatap malas ke arah Reagan. "Al...."

Alzevin menghela napas, ia harus banyak omong hari ini, "Gini....

Flashback on

Alzevin berlari menjauhi ke-tujuh temannya yang ia yakin akan mengadakan perang terhadap tujuh orang lain di depannya. Tujuannya saat ini adalah perpustakaan, sesuai dengan permintaan si pengirim pesan misterius kemarin.

Alzevin membuka pintu perpustakaan. Hening. Bahkan, tidak nampak siapa pun di sana. Iris hijaunya menggeledah seluruh isi perpustakaan sampai akhirnya ... "DOR!"

Dari arah belakang, cewek dengan rambut terurai dan bando menghiasi kepalanya mengejutkan Alzevin. Tapi, reaksi cowok itu tetap sama. "Nggak asik lo," katanya.

"Sok asik lo."

Jleb. Kata-kata singkat Alzevin menohok di hati Raya, ia tersenyum canggung. "Gue pengin kasih tau satu hal sama lo," ucapnya mengalihkan topik.

Alzevin tak menjawab, "Sebenernya yang punya aku Lambe Manyor itu...."

"Lo."

Raya tersentak. "L-lo tau dari mana?" Alzevin hanya diam, masih menatap Raya dengan tatapan datar-datar saja. "T-tapi, gue pas awalnya doang. S-soalnya gue suka sama anak ASGAR. Kalo yang akhirnya bukan gue."

Asgar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang