Taruhan

2.4K 277 80
                                    

Alzevin menghela napas. Tangannya sudah lelah mengurus luka-luka sahabatnya itu. Ia bercacak pinggang. Berjalan mondar-mandir, menatap sinis kepada enam orang yang ia paksa duduk berbaris.

"Kalian tau, kan kalo tadi itu bahaya!" sentak Alzevin. Keenam pemuda itu hanya merunduk diam. Sesekali mengangguk. Ardhito dan Ganesha sempat kaget mendengarnya. Lihatlah, Alzevin seperti induk bebek yang sedang memarahi anak-anaknya.

Alzevin memijat pelipisnya. Ia mengambil ponsel, menelfon seseorang. "Bawa 8 orang, jangan lama." Setelahnya, ia menutup sambungan telfonnya.

"Al--"

Cowok blesteran itu langsung menoleh ke sumber suara, sinis. Yang empunya suara langsung diam, tidak jadi bicara. Alzevin berdecak. "Makanya, mikir dulu. Jangan emosi aja digedein. Raga, lo ketua, kan? Atur emosi!"

Alzevin menatap Reagan yang tengah memainkan batu dan pasir di Raga. "Lo juga, Gan. Main terima aja tantangan konyol kayak tadi. Kena air comberan, bikin panik orang." Reagan tersentak. "Kok gue juga kena semprot?" ujarnya tak terima.

"Heh kulkas itu bukan tantangan konyol, itu namanya membela harga diri kita," kekeh Reagan yang langsung mendapat sorakan penuh dari keenam sahabatnya.

"Oh, masih mau nyahut?" Seluruhnya diam. Reagan terpaksa tutup mulut, malas dengan omelan Alzevin yang kadang melebihi omelan bundanya di rumah. Cowok itu pun ikut mendudukkan diri di samping Arditho.

Kali ini, Alzevin benar-benar kesal.

"Pssstt. Gan. Si Kulkas kalo marah banyak omong, ya?" Ardhito berbisik tepat di telinga Reagan. Reagan mengangguk lemah. "Iya, kek Ibu Suri."

Alzevin langsung menatap keduanya. Mereka diam lagi. Tak lama, sebuah mobil datang. Alzevin bergegas menemui salah satu orang dengan jas dan kaca mata hitam. Ketujuh pemuda yang tengah duduk berbaris itu hanya saling menatap. Tidak mengerti maksud Alzevin. Dan tidak berani bertanya juga.

Semua kunci motor mereka diserahkan kepada pria serba hitam itu. Geovano langsung berdiri. "Anjir, motor kita dijual dan dituker mobil sama Alze?"

Ganesha langsung panik. "Anjir, cicilan belom lunas." Sedangkan, Ardhito hanya sibuk bermain pasir. Toh dia gak punya motor. Tadi dibonceng sama Ganesha.

"Nggak mungkin njir. Motor Alze lebih mahal ketimbang tu mobil." Reagan menimpali. Ikut berdiri juga.

"Sini!" Saat Alzevin menyuruh, mereka langsung bergerak memasuki mobil itu. Ada delapan kursi di dalamnya. Setelah sedikit mengobrol dengan pria serba hitam, Alzevin menjalankan mobilnya.

"Al, motor kita gimana?"

Tak digubris. Alzevin hanya diam, fokus pada jalanan. Sampai, akhirnya tiba di rumah Ganesha. "Nesh, turun," suruh Alzevin. Ganesha panik sendiri, bukan masalah cicilan belum lunas. Tapi, ibunya yang akan murka nanti.

"Di belakang." Mereka semua menoleh ke belakang untuk memastikan. Ternyata, pria serba hitam tadi yang membawa motor mereka. Akhirnya, mereka bisa bernapas santuy. Alzevin memang sulit ditebak.

~~~~~

Kini, delapan manusia itu tengah duduk di warung Bu Kokom. Membahas masa lalu, di mana, awal geng gila ini dibuat. "Lah iya, tampang lo berdua kayak orang bego pas berantem." Geovano mengatakannya sambil mengupas kulit kacang. Di sebelahnya, Raga sudah mengepulkan asap rokoknya. Tak peduli dengan omongan Geovano.

Aksa mengambil beberapa kacang. Lalu, menimpuknya ke arah Geovano. "Lo siapa, sih?" tanya Aksa pedas.

Geovano hanya terkekeh. "Li siipi sih?" Menirukannya dengan mulut yang dilenye-lenyekan. Memancing amarah Aksa. Ardhito yang mulai mengerti sifat Aksa, langsung berusaha mencairkan suasana.

Asgar [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang