Setelah menghadapi beberapa bubuk masalah, fitnah-fitnah yang lebih kejam dari mulutnya Aksa, tawuran ala-ala sinetron azab, atau yang lebih jelasnya lagi setelah melewati pesta kenaikan kelas, anggota inti geng Asgar, cabe-cabean yang ada di Galasta, para jenius dan para somplak, bahkan semua sekolah pun menghadapi hari libur. Hari yang dibilang mengasyikan bagi mereka yang nolep, dan bencana bagi mereka yang suka keluyuran tapi tak punya uang.
Well, baru saja dua hari diam di rumah, anggota Asgar sudah rusuh tidak jelas, grup chat mendadak seperti pasar obral yang ramenya siang dan malam, membicarakan perihal ke mana mereka harus mendaratkan kaki pada hari libur seperti ini.
Nama-nama negara sudah disebutkan, Ardhito si ganteng tapi boong sampai menyalin semua nama negara dari si mbah google. Entah apa yang merasukinya, sehingga punya niat seaneh itu.
Berjam-jam mereka saling mengeluarkan pendapat agar memilih negara yang diusulkan oleh masing-masing pemikiran. Walaupun pada akhirnya suara dimenangkan oleh salah satu negara di Eropa, Negri Hitler—Jerman.
Pagi-pagi, pada hari sabtu mereka memutuskan untuk berangkat, dari Jakarta menuju Berlin, dengan durasi waktu 17 jam 40 menit disertai satu kali transit, akhirnya mereka sampai juga.
Wajah-wajah mumet bin lumutan sudah tampak jelas keberadaannya, tapi sedikit berkurang ketika pemandangan kota Berlin memanjakan mata mereka.
Ke delapan pemuda itu menaiki mobil yang terpisah—menjadi dua bagian. Mobil kedua, di mana Ardhito berada—adalah yang paling rusuh. Lagu dangdut terdengar nyaring di sepanjang perjalanan, pak sopir yang tidak mengerti makna lagu yang sedang diputar hanya menggut-manggut, mengikuti Ardhito yang joget-joget berasa dunia milik sendiri.
Aksa yang sudah pusing memikirkan ke-kampretan pemuda itu hanya menonton mukbang. Raga yang sudah merasa cape memilih untuk memejamkan mata sebentar. Satu lagi, Geovano malah menggerakan jarinya di layar handphone, mungkin mengabari pacar LDR-nya.
Walaupun sibuk dengan kegiatan masing-masing, mulut mereka tak berhenti mengatup, banyak hal yang mereka bicarakan. Mulai dari Ardhito yang mengomentari beberapa tempat di Berlin, Geovano yang kembali membacakan plan yang sudah didiskusikan. Lalu Raga dan Aksa yang menyahut dan menyanggah tak mau kalah.
Di mobil pertama, Ganesha memunculkan kepalanya di atap mobil yang terbuka, memberikan bokongnya kepada Alzevin yang kini ini memasang wajah teramat datar. Reagan sampai harus menahan tawa, jarang-jarang melihat ekspresi kulkas yang teraniaya dan terlihat bete abis.
Well, sebenarnya Alzevin ingin protes, bahkan mengumpat, tapi karena Ganesha tampak bahagia, ia diam saja. Kebahagiaan teman lebih penting.
•••☀•••
"Akhirnya tubuh gue menemukan rumah untuk singgah." Ardhito berceletuk sambil mendaratkan pinggulnya pada sofa yang ada di ruang tamu. Saat ini mereka sudah sampai di rumah Reagan yang ada di Berlin.
Koper-koper berjajar rapi di depan pintu, belum ada yang membawanya masuk kecuali Rayhan.
Karena tak kebagian tempat, Aksa memilih merebahkan tubuhnya di lantai. Hawa dingin langsung menghampiri punggungnya yang terasa remuk. "Woy makan yu, gue laper."
"Bener nih laper, pake banget," tambah Arditho memasang wajah nelangsa sambil mengusap perut. Membuat Aksa mendelik seraya berkata, "Alay lo."
"Mandi dulu lah, badan kalian tu bau telor busuk tau ga?" Ini ucapan Reagan, si laki-laki pecinta kebersihan yang ke mana-mana pasti bawa handsanitizer.
"Dahlah, yang bener tu istirahat dulu." Raga yang tubuhnya terbaring di kursi empuk berbalik, menghadap sandaran sofa dan mencari posisi ternyaman untuk tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asgar [Completed]
Teen Fiction"Duduk, kami saudara. Berdiri, kami Raja." ASGAR, siapa sih yang tidak mengenal geng besar satu ini? Beranggotakan delapan cowok berbeda karakter, lengkap dengan kisah masing-masing. Tentang mereka yang pernah berselisih paham, saling mendukung, ber...