•
•
•"Mau mampir dulu, tuan Kim?"
"Kenapa malah menawarinya mampir segala? Biarkan saja dia pulang!"
"Kau ini memang tidak tau terima kasih ya, hyung! Tuan Kim sudah baik mau mentraktir kita makan malam juga mengantarkan pulang sampai kerumah dengan selamat."
"Aku akan mampir sebentar." ucap Mingyu, secara tidak langsung melerai perdebatan keduanya.
"Baiklah, silahkan masuk tuan Kim." ajak Seungkwan.
"Kamarku dan Wonwoo hyung ada diatas dan bersebelahan."
"Kau mau keatas?" tanya Wonwoo yang melihat Mingyu hampir menaiki anak tangga.
"Apa orang dari luar dilarang naik keatas?" Mingyu bertanya pada Seungkwan.
"Tentu saja boleh." balas Seungkwan.
"Ayo kita keatas."
Wonwoo mengikuti mereka, dia tidak mau Mingyu melihat kondisi kamarnya yang berantakan kemudian hal itu berakhir dengan ancaman akan mengurangi nilai Wonwoo, dia hanya tidak mau emosi malam-malam begini, tubuhnya sudah lelah dan ingin segera pergi beristirahat.
"Hyung.." panggil Seungkwan.
"Apa?" jawab Wonwoo malas-malasan.
"Kau habis pesan sesuatu melalui jasa pengiriman ya? Sepertinya barangmu sudah sampai."
Wonwoo yang merasa heran segera mendekati pintu kamarnya, dan benar saja sudah ada sebuah kotak kardus disana.
"Mungkin salah alamat." gumam Wonwoo memperhatikan dari dekat.
"Perasaan aku tidak memesan apa-apa, tapi benar ini atas nama Jeon Wonwoo. Apa ada Jeon Wonwoo lainnya ditempat ini?"
"Tidak ada." jawab Seungkwan.
"Kalau kau merasa tidak memesan sesuatu maka jangan dibuka!" peringat Mingyu.
"Apa mungkin Vernon?" gumam Wonwoo.
"Dia sempat bilang padaku akan membelikanmu ponsel baru, tapi itu masih bulan depan." tanggap Seungkwan.
"Apa mungkin ini ponsel baruku?"
"Tidak tau."
Wonwoo mulai membukanya dengan rasa penasaran yang memuncak. Saat isinya sudah terlihat Wonwoo menjerit, reflek melempar kotaknya menjauh, dan ia jatuh terduduk kebelakang karena terlalu terkejut.
"Ada apa?!" tanya Seungkwan kaget.
"Sial! A-akuㅡhmmpt!" Wonwoo menutup mulut dengan sebelah tangannya, bergegas bangkit dari posisinya, ia lari menuju kamar mandi dan muntah-muntah disana.
"Hyung! Kau kenapa?!" Seungkwan segara menyusul dengan raut khawatir.
Mingyu melihatnya. Seekor bangkai tikus berukuran besar yang kepalanya hampir putus akibat sayatan benda tajam lengkap dengan darah segar yang mengalir disana.
••••
"Bagus sekali! Menu makan malam dalam perutku sudah terkuras habis sekarang!ㅡSIAPA BEDEBAH SIALAN YANG BERANI MELAKUKAN INI PADAKU!"
"Tadi sudah kukatakan padamu untuk tidak membukanya 'kan!" ucap Mingyu kesal sendiri pada sikap keras kepala Wonwoo.
"Kalau aku tau isinya apa aku pasti tidak akan membukanya!"
"Memangnya kau dukun bisa tau isinya sebelum membuka kotaknya?!"
"Kau ini benar-benarㅡ"
"Sudahlah, Hyung! Kenapa kau malah marah dengan Tuan Kim?!" sela Seungkwan heran. Sudah baik Mingyu mau membantu mereka membuang bangkai tikusnya.
"Kau yakin tidak punya musuh sampai mendapat teror seperti ini?" Mingyu bertanya dengan wajah serius.
"Tidak tau, tapi yang tidak suka padaku banyak, bahkan penghuni rumah sewa ini semuanya tidak suka padaku!" jawab Wonwoo jujur.
Rumah sewa itu harganya murah jadi tidak ada fasilitas seperti CCTV disepanjang lorongnya.
"Nanti biar aku tanyakan pada teman-teman yang lain, siapa tau mereka melihat orang yang menaruh kotak itu didepan pintu kamarmu." ucap Seungkwan, Wonwoo mengangguk setuju.
"Aku jadi lapar lagi sekarang." keluh Wonwoo.
"Mau makan apa? Akan kupesankan sesuatu untukmu." tawar Mingyu.
"Kau pikir aku masih bisa menelan makananku setelah melihat hal menjijikkan seperti itu?!"
"Tidak usah marah kalau memang tidak mau! Aku hanya menawarimu." balas Mingyu tak kalah sengit.
"Ck! Aku mau tidur!" setelahnya Wonwoo masuk kedalam kamar begitu saja, meninggalkan Mingyu dan Seungkwan disana.
"Aku akan pulang sekarang." pamit Mingyu.
"Hati-hati dijalan, tuan Kim. Terima kasih atas traktiran anda malam ini."
Seungkwan mengantar Mingyu sampai kepintu depan, hingga Mingyu menaiki mobilnya dan pergi menjauh.
••••
"Apa? Teror?!"
"Ya, Vernonie.. seseorang menaruh kotak berisi bangkai tikus didepan pintu kamar sewanya."
"Astaga? Kenapa bisa sampai seperti itu? Memangnya Wonwoo hyung punya musuh disana?"
"Aku juga tidak tau. Seperti yang kau ketahui sendiri, sifatnya sangat menyebalkan dan suka seenaknya. Mungkin saja ada seseorang yang merasa sakit hati padanya."
"Kau benar."
"Bagaimana jika untuk sementara waktu dia kembali ke Seoul saja? Cobalah bicara pada tuan Jeon Youngmin."
"Akan aku coba. Tapi, Mingyu hyung, untuk saat ini tolong kau jaga dia dulu. Boo Seungkwan bilang kau dan Wonwoo hyung seperti anjing dan kucing jika sudah bertemu."
Mingyu tertawa mendengarnya.
"Mengapa kau galak sekali pada Wonwoo hyung? Memangnya kau tidak kasihan padanya? Dia sudah dibuang oleh kakaknya. Terlantar dan sebatang kara."
"Tentu saja kasihan. Tapi tuan Jeon Youngmin memintaku untuk bersikap profesional. Bagaimana?"
"Aku mengerti, hyung." balas Vernon.
"Ya sudah kalau begitu, lain kali jika berkunjung ke Jeju lagi jangan lupa mampir kerumah."
"Siap, hyung!"
Setelah sambungan telepon terputus Mingyu menerawang, entah tadi yang ia lihat itu nyata atau bahkan hanya sekedar prasangka buruknya semata.
Seseorang yang tampak misterius dengan setelan pakaian serba hitam mengikuti langkah Wonwoo dan Seungkwan dalam perjalanan pulang mereka, itu sebabnya Mingyu meminta mereka masuk kedalam mobil.
Dan paket berisi bangkai tikus itu memperkuat dugaan Mingyu jika ada sesuatu yang salah yang tengah terjadi.
••••