03.01.13

948 111 6
                                    

Untuk sekolah swasta yang di tempati oleh Jimin, tanggal tiga sudah mulai masuk sekolah. Betapa menjengkelkannya bukan hal itu?

Ketika waktu istirahat terganggu dengan kehidupan pelajaran, Jimin sudah belajar banyak dari kemarin, dan sekarang dia terpaksa harus belajar lagi sampai tahun baru berikutnya lagi.

Kelas disini dibagikan berdasarkan tingket inteligen seorang anak, setiap semester akan selalu ada tes agar di ukur kepintarannya. Jimin sendiri sudah dua kali tes kemarin, dan kelas dia selalu mendapatkan kelas tertinggi, 2A dari enam kelas lainnya sampai E.

Tapi-- apakah menyenangkan mendapat kelas bagus? Kelas yang paling pintar dan isinya anak-anak pendiam semua yang mengejar masa depan dengan serius? Jawabannya mungkin beraneka ragam untuk beberapa orang, tetapi bagi Jimin, dia tidak suka.

Ia tak sengaja melewati kelas E, disanalah dia melihat bagaimana rasanya untuk bersosialisasi. Mereka kelas rendah tetapi selalu tertawa dan bermain-main. Jimin kadang suka mengintip di balik celah pintu. Matanya suka berkaca-kaca, denyut jantungnya suka datang tiba-tiba setiap dia banyak pikiran, perih.

Cliekk

Bola mata JImin membola, pintu tiba-tiba terbuka. Menampilkan sosok lelali berkulit tan yang terlihat seumuran, dia memiliki mata tajam dan senyuman kotak yang mempesona. Jimin terkejut dan segera jalan menjauhi kelas itu.

"Jimin bukan?"

Jimin membeku, dia menoleh perlahan-lahan. Sayangnya dia tidak mengenal orang itu. Dia tidak mengenal pria terkenal dengan social butterfly itu.

"I-Iya?"

"Mencari seseorang?" tanya dia, tak henti-hentinya untuk tersenyum begitu kanak-kanak, mempamerkan senyuman kotak yang tampan. Jimin menggelengkan kepala dan cepat-cepat pergi dari sana.

Sementara lelaki itu mengernyitkan dahinya bingung, memang dia melakukan kesalahan apa dalam perkataan? Apa dia menakuti-nakuti orang sepintar Jimin? Apa dia menyinggungnya? Kini rasa bersalah mulai menggerogoti tubuhnya, ia tersenyum pahit sambil melihati Jimin buru-buru masuk ke kelas 2A.

...

Kesannya tidak begitu sopan sekali, Park Jimin

Jimin mengutuk dirinya selama perjalanan ke tempat les, memukul-mukul kepala nya karena kebodohan yang dia lakukan. Jimin mengenakan jaket tebal hitam, mengabaikan jika ada seseorang yang memanggilnya dari kejauhan.

Tidak mungkin kan--

Jimin menoleh kebelakang, lagi-lagi mata sipitnya terpaksa membulat karena melihat sosok pria berkulit tan dengan rambut cokelat itu mengejarnya sambil melambaikan tangan layaknya orang bodoh. Jimin sampai harus berkedip-kedip, yang benar saja orang aneh itu mengikutinya dari belakang!

"Jimin ssi! Ada yang harus kita bicarakan!"

Dia waras?

Jimin panik, tidak tau apa kesalahannya, tetapi kaki kecilnya itu mulai lari menuruni turunan karena jalanan sedikit tanjakan disitu. Ia mendengar teriakan orang seangkatan dari kelas E. Tak bisa dipercaya anak social butterfly itu saat ini mengejar-ngejarnya layaknya di film India-- tidak. Jimin hanya punya satu orang di hatinya.

"Jimin ssi!?"

Langkah kakinya itu sudah masuk ke kerumunan, entah dimana dia sekarang dia tidak peduli. Namun jalanan disini cukup tidak asing. Ia hanya perlu masuk ke toko kukis yang berada disana dan bersembunyi sebentar, setelah orang itu lewat, dia bisa keluar dan pergi ke tempat les nya.

Jimin masuk ke toko kukis, dan begitu masuk dia sembunyi di rak-rak kukis paling belakang. Untungnya disini tidak ada orang, jadi dia bisa melakukan hal memalukan seperti ini hanya dihadapan satu orang. Orang tersebut menaikan sebelah alis matanya di depan kasir sambil menahan tawa gelinya.

"Jiminie?"

"WAH!" dia teriak karena terkejet, suaranya melengking, Yoongi sampai mengerutkan dahi, begitu menyadari yang menjaga toko kukis adalah sosok pria pucat yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam, barulah dia sadar orang itu adalah, "Y-Yoongi hyung?"

Yoongi melirik kearah luar tokonya, matanya menangkap pria berkulit tan itu berusaha mengatur pernafasan. Tak percaya jika Jimin menghilang seperti jurus naruto, itu yang di benaknya. Lalu orang tersebut berjalan pergi lagi menjauhi depan toko kukis.

"Itu pacarmu?"

"Uhuk!" Jimin tersendah ludahnya sendiri, "bukan hyung! Aku bahkan tidak mengenalnya."

Yoongi memiringkan kepalanya, dia mulai menjudge orang itu, "Kelihatannya dia anak yang baik. Coba aja--"

"Intinya tidak!" kekeh Jimin memutuskan ucapan Yoongi.

Yoongi mengerjapkan matanya terkejut, "Aku hanya bercanda, Jiminie."

Kenapa bercandaanmu membuatku kesal? Rasanya Jimin ingin bertanya, takutnya dia dibalas oleh kalimat yang menggorok harga dirinya itu. Jimin kini perlahan-lahan berdiri, namun entah perasaannya atau bagaimana, penglihatannya itu mulai seperti kunang-kunang. Oh ya Jimin ingat, dia belum makan.

Ditambah udara yang dingin diluar sana menyebabkannya menjadi lebih rentan terkena penyakit. Jimin menghela nafas pelan.

Ketika dia berusaha menjernihkan matanya, sudah menangkap sekantung kecil berisikan puluhan biskuit dengan motif aneka ragam yang bertema natal kemarin. Bola mata Jimin berbinar, dia mendongakan kepala agar dapat melihat wajah tampan Yoongi beserta senyuman tulusnya itu kepadanya.

"Jangan mencoba-coba untuk melangkah keluar dari sini, jika perutmu belum terisi," ancaman lembutnya, Jimin sambil mengerjapkan mata, "duduk disitu. Aku siapkan susu juga untukmu."

"Tidak perlu hyung! Aku bentar lagi les!"

"Apa les jauh lebih penting dibandingkan kesehatanmu, Jiminie?" Jimin terdiam, dia lupa jika dia berhadapan dengan calon dokter yang suatu saat nanti akan menyembuhkan para pasien.

Jimin memanyunkan bibirnya dan berjalan ke kursi kosong. Gaya disini begitu klasik moderen. Wallpaper berwarna putih dan lantai serta rak kayu cokelat muda. Jimin dapat mendengar suara lagu biola yang sayangnya dia tidak ketahui. Sampai matanya lagi-lagi terkunci dengan postur tubuh Yoongi yang membelakanginya.

Dia begitu-- dewasa, dominan, dan dingin.

Tapi Jimin tau, dia memiliki hati yang tidak sedingin figurnya. Penuh kepeduliaan sampai Jimin terus terjatuh pada hatinya.

Ctek.

Jimin mengerjapkan mata, gelas susu hangat sudah diletakan diatas mejanya, "Makasih hyung.."

Mungkin memang Jimin lebih baik belajar sambi makan saja. Ia lalu mengeluarkan buku tebalnya, lalu belajar disana ditemani kukis, susu, dan Yoongi. 

...

Dear Diary

Aku entah kenapa berterimakasih dengan orang tidak waras tadi.
Karenanya aku dipertemukan dengan Yoongi hyung

Dia begitu peduli denganku.

Dia bahkan memberikanku kukis dan susu, dia melarangku untuk les sampai perutku isinya penuh.

Alasannya biar aku tidak pingsan.

Sebenarnya aku disana tidak banyak bicara. Setelah aku menyelesaikan makananku, aku harus berpamitan dan buru-buru karena harus ke tempat les.
Terlambat satu jam itu bukan ide bagus.

Tetap saja. Hatiku di lelehkan olehnya.

Perlakuan sederhannya padaku, itu benar-benar begitu besar menurutku.

Ya Tuhan. Mengapa kau menciptakan orang se sempurna Yoongi hyung.

Aku yakin banyak wanita ataupun pria carrier sepertiku mengantre panjang lebar, untuk mendapatkan hatinya.




Dear Diary 「Yoonmin」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang