01.04.13

808 89 4
                                    

Jimin mengambil napas perlahan-lahan, menghirup udara yang sedikit berpolusi karena banyak kendaraan yang berlalu lalang di sepanjang jalanan kota Gangnam. Dengan mengenakan sweater hitam kebesaran dan celana jeans sebetis.

Jimin menunggu seseorang, tidak lain tidak bukan adalah ayahnya sendiri.

"Disini kamu rupanya--"

"Appa. Ada yang ingin ku bicarakan padamu." 

Jarang-jarang Jimin mengucapkan nama ayahnya dengan bahasa non formal. Jimin tidak membalikan tubuhnya untuk melihat ayahnya itu. Dia tetap menatap lurus ke jalan raya yang sibuk. Padahal langit sudah tidur, para masyarakat di kawasan Gangnam ternyata masih tetap berproduktif. 

"Appa.. menyayangiku?"

Dahi ayah Jimin mengerut, pertanyaan macam apa itu? Jelas-jelas seluruh orangtua di dunia ini pasti akan menjawab, "Tentu saja aku menyayangimu. Kamu anak Appa satu-satunya!"

"Apa yang Appa lakukan padaku. Itu benar-benar menyakitiku."

Ayahnya kemudian menghampiri Jimin dan berdiri disebelah Jimin, "Aku melakukan itu untuk mendisiplinkanmu. Ini juga demi masa depanmu dan juga karier mu!"

"Apapun yang ku lakukan. Appa terlalu berlebihan."

"Kamu melawanku? Sudah jangan buang-buang waktu. Aku akan antarkan kamu ke Incheon Airport. Ikuti masa perawatan dan juga pendidikanmu di Singapura."

"T-Tapi--"

"Tidak ada tapi-tapi!"

Keheningan menyelimuti mereka, Jimin mengambil tarikan napas pelan. Akhirnya dia menolehkan kepalanya pada ayanya disertai senyuman termanis yang pernah diberikan untuk ayahnya. 

"Aku sangat menyayangi mu, Appa."

Pengakuan tiba-tiba Jimin. Senyuman itu tidak pudar sedikitpun, eyesmile cantik dan indah yang diberikan kepada ayahnya. Ayahnya cukup terkejut, seperti ada sengatan di jantungnya yang bikin beliau terbujur kaku.

 "Aku sangat senang bisa dibesarkan dan di didik olehmu."

" Aku senang hidup bersamamu."

"Aku sangat bersyukur bisa memiliki Appa sehebatmu."

...

Siapa yang akan disalahkan? Apakah seorang ayah yang menyayangi anaknya dan memikirkan masa depan anaknya, namun dengan cara pendisiplinan sentuhan fisik yang berlebihan ?

...

Jimin terpaku, dengan tatapannya kosong serta senyuman tipis setelah ia berhasil mengeluarkan semua keluh kesalnya. Melampiaskan rasa sedih dan keterpurukan Jimin. Melihat bagaimana orang-orang berkerumun melihati ayahnya terkapar di lantai dingin setelah Jimin berhasil mendorongnya dari atap rumah sakit.

Mata Jimin melihat ke langit-langit malam musim semi, suhu dingin mampu menembus lapisan rajutan sweater hitam yang Jimin kenakan. Hal itu bikin Jimin menggigi sambil memeluk tubuhnya. 

Inikah rasanya, lega dan bebas?

"Uhuk uhuk!"

"JIMIN!"

...

Atau seorang anak yang, menginginkan kebebasan, memiliki pikiran tidak stabil karena sedang mengalami masa-masa pubertas diusianya. Kemudian mengambil keputusan yang menyayangkan untuk meluapkan rasa amarah dan keterpurukan yang ia pendam?

...

Mata Jimin membelak, ia melihat kearah pintu menuju gedung rumah sakit. Sosok pria pucat berambut coklat kehitaman terkejut menemukan pria manis itu sedang batuk-batuk dan kedinginan.

"H-Hyung?"

Suara sirena amabulans serta kepanikan warga terdengar samar-samar di lantai dasar ketika pandangan Jimin memburam. Sebuah dosa besar yang Jimin lakukan kini terlihat dengan mata telanjang Yoongi. 

Yoongi langsung menangkap pundak sempit Jimin saat Jimin hampir terjatuh. Yoongi terus berbicara pada Jimin supaya Jimin tetap sadar. Namun Jimin naas nya hanya bisa melihat bibir pria menawan itu yang bergerak tanpa bersuara.

Hyung, apa yang kamu lakukan disini?

...

Dear Diary

Malam ini Appa akan menjemputku dan membawaku pergi ke Singapura.

Sebelum itu aku akan mengatakan sesuatu yang berasal dari lubuk hatiku. Perasaanku yang sebenarnya. Aku akan jujur padanya, dan mengakhiri semua rasa gelihsah dan amarahku.

Aku akan menyampaikan semuanya. SEMUANYA.

Selasa, 1 April 2014
Hari kebohongan.






Dear Diary 「Yoonmin」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang