25.12.12

1.2K 129 2
                                    

Hujan salju menyerang kota Seoul, khususnya di daerah Gangnam, tempat dimana Jimin tinggal.

Jimin terpaksa berteduh di dalam toko kecil, toki kukis lebih tepatnya. Jimin mengenakan beanie serta syal hitam tebal yang menenggelamkan sampai batang mungil hidung Jimin. Jimin mengusel hidungnya di bahan syal itu, karena percayalah hidungnya kedinginan saat ini. Terkesan begitu menggemaskan jika seseorang menciduknya saat ini

Drrttt

Ponsel Jimin berdering, Jimin meraih ponselnya dan menggeser tombol untuk menjawab. Ia menutup pandangannya itu selagi mendengar suara wanita--

"Kamu dimana? Jam berapa sekarang?"

Jimin berusaha untuk tenang, walaupun bibirnya kini bergetar. Kepalan tangannya ke ponsel mengeras. Seperti ingin menghancurkan ponsel mewahnya itu. Ditambah suasana dingin seakan menggambarkan perasaan Jimin kearah eomma dan appanya.

"Pulang les. Eommani.. diluar sana hujan salju," balas Jimin, ketika kelopak matanya terbuka, ada sorot mata sendu yang di perlihatkan. Sayang tidak ada yang melihat wajah Jimin saat ini.

Jimin berharap, agar jawaban sang ibu berusaha menenangkannya. Atau memberikan tawaran agar dijemput, lalu makan ramyeon bersama. Sambil menonton film keluarga, dengan appajinya lebih baik. Sungguh Jimin hanya ingin mengharapkan hal itu. Sekali-- 

"Oh. Cepat pulang. Eommani dan Appaji akan pergi. Kamu jaga rumah ne?"

Hantaman keras menusuk jantung Jimin. Jimin tersenyum pahit, sambil menunduk melihat sepatu sekolahnya. Benar-benar selalu diluar ekspetasi Jimin. Tolong Jimin membutuhkan rasa kasih sayang mereka. Bukan kasih sayang dengan pelajaran-pelajaran terkutuk yang Jimin tidak mengerti. Kenapa mereka bahkan tidak ingin menengok dengan keadaan anak satu-satunya yang tersiksa.

"Halo?"

"Jimin?"

"Ne Eommani," Jimin mengerjapkan mata, lamunannya buyar. Jimin tersenyum tipis dan memeluk dirinya, "hati-hati di jalan."

"Baiklah. Jaga dirimu ne?"

"Ne."

Sambungan terputus. Jimin mendesah kasar. Rasanya dia ingin membantingkan ponselnya, namun akal sehat Jimin berusaha menyemangati Jimin untuk tetap tegar. Perlahan hujan salju mulai mereda, hanya salju-salju kecil yang turun perlahan-lahan di terpa angin ringan. Jimin memperhatikan jalanan sepi dan gelap tiba-tiba dinyalakan lampu-lampu cantik menghiasi seluruh penjuru jalanan.

Ia berdiri terlalu lama di depan toko antik. Karena terlalu lama merenung sampai waktu benar-benar berjalan cepat. Pupils nya menemukan anak perempuan yang keluar bersama dengan ibunda dan ayahnya.

"Eomma! Christmas Eve!"

Ah.. hari ini malam natal.

Jimin sudah lama tidak merayakan acara keluarga itu. Bahkan dia lupa hari ini tanggal 25. Jimin harus segera pulang.

Kalau di pikir-pikir, ini satu-satunya toko kukis diantara gedung pencakar langit di sekitar kawasan Gangnam. Jimin menoleh kebelakang, ada tulisan "SOLD" Berarti memang sudah terjual. Mungkin mau di renovasi pikirnya.

Bukankah suatu kebanggaan memiliki orangtua yang selalu bekerja dan menghasilkan uang banyak. Lalu tinggal di salah satu kawasan paling elit di Seoul. Jimin berarti salah satu anak paling disegani, karena kekayaannya yang melimpah--

Ckh. Apa yang harus dibanggakan jika Jimin sendiri iri dengan orang-orang biasa.

Kakinya berhenti berjalan begitu dia melihat ada pohon natal besar yang menerangi trotoar. Jimin hanya berhenti sebentar, menatap pohon besar itu sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berjalan kembali--

Dear Diary 「Yoonmin」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang