07.03.13

779 94 1
                                    

"Berapa nilaimu?"

"83 Appa--"

Plak!

Jimin meringis sambil memejamkan matanya, ketika punggungnya di sabet menggunakan gesper ayahnya agar mendisiplinkannya. Jimin menahan air matanya yang ingin menetes menunjukan rasa sakit hati yang diberikan ayahnya kepadanya. Sampai Ayahnya puas menyabet pria cantik itu, ia mengambil tas dan keluar untuk bekerja.

Tujuan ayahnya ke rumah, untuk mendisiplinkannya.

Semakin lama dari tiap minggu menjadi setiap hari, Jimin merasa seperti di dunia neraka yang dibuat manusia.

Apa salahnya yang baru menginjakan umur dewasa?

Salahnya dimana?

Kenapa nilai begitu penting dimata manusia itu? Jimin ingin menangis sungguh, menahannya terlalu lama bikin ia semakin lelah dan banyak pikiran. Akhir-akhir ini entah kenapa nilai Jimin turun, karena banyak pikiran serta siksaan yang Jimin derita sendiri di rumah.

Keberadaan ayahnya kini sudah menghilang dibalik pintu keluar. Jimin terus batuk berdahak, namun dia telan berkali-kali agar tidak mengeluarkan jejak.  Langkah kakinya yang lemas masuk ke dalam kamar, membuka pakaiannya itu dan membiarkan air hangat membasahi luka-luka yang ayahnya berikan ke punggung Jimin. Jimin menggigit bibirnya untuk menahan desahan rasa perih pada luka punggung--

"Uhuk!"

Jimin mengeluarkan dahak, lendir berwarna merah dan berbau amis tercampur dengan air shower yang digunakannya. Jimin menjadi sendu, dia meremas lendir itu erat-erat sambil memejamkan matanya untuk menghilangkan semua benak-benak negatif yang terus menerus menyelimuti dirinya.

Kapan batuk ini terjadi? Beberapa hari yang lalu.

...

Tring..

Pintu toko kukis terbuka, Jimin selaku pembeli masuk dengan syal putih tebal menenggelamkan dagunya. Merasakan aroma lezat yang terpajang di rak-rak kukis menggunakan bentuk-bentuk lucu. Namun Jimin tidak memperhatikan itu.

Ia memperhatikan ketampanan dan kedewasaan Yoongi dalam mengatur kukis-kukisnya agar terorganisir dengan baik. Mengenakan sweater merah marun dan kacamata kotak yang menambahkan ketampanannya. Jimin yang lemas itu mengulum senyum yang bersembunyi dibalik syalnya.

"Jimin? Sini duduk."

Jimin menganggukan kepalanya. Ia berjalan menuju kursi yang sudah disiapkan Yoongi. Dimana terdapat piring yang dipenuhi kukis-kukis kecil berbentuk emoji wajah. Lalu ada segelas susu hangat untuk menghangatkan tubuh Jimin. Jimin lagi-lagi tidak bisa menahan senyumannya, kenapa Yoongi begitu mulia kepada Jimin.

"Makan dulu baru ke tempat les."

"Ara.. hyung itu mungkin ke yang ratusan kalinya hyung mengingatkan hal yang sama," Jimin menghela napas pelan, dibalas kekeh Yoongi sambil mengacak rambut Jimin gemas.

Apa Yoongi akan memarahinya kalau Jimin memberi tau nilainya sendiri?

"Hyung.."

"Hm?"

Biasanya Yoongi akan memberikan tolehan namun tidak ada suara, menunjukan betapa dinginnya dia. Kali ini Yoongi menyahutnya, yang berarti secara tidak sadar Yoongi perlahan-lahan memberikan kepercayaannya kepada Jimin. Hal itu bikin pipi Jimin memerah karena malu, untung syal tebal nya ini melindunginya.

"Nilai Ekonomi ku 83. Menurut hyung itu jelek?"

Mendengar itu Yoongi terdiam, memandang Jimin tanpa ekspresi. Lagi-lagi Jimin melihat tatapan datar yang Jimin tidak sukai. Ia memilih Yoongi yang murah senyum dan hangat kepadanya. Bukan Yoongi yang serius.

Mungkin memang benar, nilai Jimin benar-benar jelek.

"Jadi kamu lemas gara-gara nilaimu?"

Tidak. Aku kelelahan, sepertinya aku sakit hyung. Appa tidak tau apa-apa tentangku dan menyiksaku karena nilai sialan. Aku ingin menangis, tolong hyung aku takut, "I-Iya."

Mendengar itu Yoongi kembali terdiam sambil menarik tarikan napas perlahan-lahan. Melirik kearah jarum jam yang menunjukan pukul sore hari. Sebentar lagi Jimin akan les.

"Itu tidak jelek Jiminie. Siapa yang ngomong begitu?" tanya Yoongi lembut, bikin hati Jimin meleleh, "banyak orang yang ingin sepertimu mendapatkan nilai sempurna. Jelek itu ketika kamu bermalas-malasan terus nilainya bagus."

"Malas nilai bagus? Gimana ceritanya?"

Yoongi menaikan sebelah alis matanya. Reaksi itu bikin Jimin paham, "A-Ah.. tapi mereka bilang nilaiku jelek."

"Abaikan apa yang mereka bilang. Jangan jadikan nilaimu sebagai tumpuan untuk masa depanmu, Jiminie"

Lalu pipi Jimin memanas.

Yoongi mendukungnya tulus.

...

Dear Diary

Hanya Yoongi hyung yang baik padaku

Hanya dia yang mendukungku, dengan sangat baik dan mulia.

Kenapa keluargaku  sendiri tidak mendukungku? Tidak menyayangiku?

Ketika aku pulang aku menerima memar-memar serta luka sayatan

Ketika aku menemuinya, aku menerima perlakuan hangat.

Jantungku tidak bisa berhenti berdetak kencang.

Aku seperti sudah mabuk kepadanya.


Tapi Aku berbohong kepadanya.

Aku merasa muak dengan diriku sendiri, dan aku tidak mau mengecewakan Yoongi hyung.

Kenapa aku seperti itu?

Ah..

Aku tidak mau menghilangkan senyuman menawannya.

Tuhan.

Semakin lama aku semakin takut.

Seperti-- aku tidak berhak memiliki hadiahMu.

-Park Jimin-

Dear Diary 「Yoonmin」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang