[32] Tear Apart

8.2K 1.3K 509
                                    

Follow Instagram & Wattpad @ayawidjaja dulu konon katanya bisa mencegah kegabutan #StayAtHome


I said I didn't feel nothing baby, but I lied

I almost cut a piece of myself for your life

Guess I was just another pit stop

'Til you made up your mind

You just wasted my time

(Call Out My Name—The Weeknd)


~oOo~

Ketenanganmu mengikisku menjadi seribu pecahan di langit kelabu

~oOo~

Raven menyampirkan tasnya ke bahu lalu keluar auditorium. Koridor sekolah sudah mulai sepi. Langkahnya terinterupsi suara sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Lewat pop up notification, dia sudah tahu siapa pengirimnya. Dia mengembuskan napas panjang. Seandainya dia bisa memblokir nomor ini, tentu semua lebih mudah. Raven mengantongi kembali ponselnya tanpa membuka pesan.

Sore telah larut dalam langit mendung kelabu. Hujan segera datang. Dia harus bergegas pulang karena hujan tak pernah gagal menjegal langkahnya.

Langkah gegas Raven menyusuri lorong kelas, menyusuri lapangan luas dan tepat ketika sampai di depan gerbang, hujan mulai turun. Dalam gerakan kaku, langkah Raven mendadak pelan lalu berhenti sama sekali. Hujan tidak pernah berpihak padanya.

Tampias hujan yang di bawa angina menyapu wajahnya. Raven mundur selangkah. Masih saja dia membenci hujan meski sosok yang menyemaikan kenangan itu telah dilepasnya jauh-jauh. Dia memilih papa dan melepaskan mama. Itu pilihannya dan hujan seharusnya tidak lagi membuatnya risau. Tapi Raven salah.

Jemari Raven mengetat pada selempang ransel. Bukankah dia pernah berdiri dengan gagah di bawah hujan? Seseorang pernah membuatnya tegar berdiri di bawah hujan tanpa membuat tubuhnya gemetar. Sekarang, tanpa orang itu, apakah Raven kembali menjadi pengecut? Ayolah pecundang, ini cuma air! Maki Raven dalam hati.

Tepat saat dia meneguhkan hati untuk melangkah lagi, sebuah tangan menahan lengannya.

"Kak!"

Raven refleks menoleh, dan seketika dia menyesal. Dia kembali membuang pandangannya pada hujan.

"Gue pikir Kak Raven nggak bakal ke auditorium." Sienna menatapi sepatunya yang basah karena bergegas menyusul Raven tadi. "Baru lihat Kak Raven pas tadi keluar."

Raven tidak menyahut. Dalam hati mengira-ngira, apa yang terjadi kalau Sienna tahu dia di sana sejak tadi? Mungkin cewek itu akan lebih menjaga sikap dan Raven tidak akan tahu bagaimana pola hubungannya dengan Rekta. Raven mendecak. Kenapa dia merasa baru saja diselingkuhi lagi? Sienna hanya bersimpati padanya. Cewek itu punya hubungan special dengan Rekta. Titik.

Sienna maju selangkah agar bisa berdiri di depan Raven. "Kakak mau pulang sekarang?"

Lagi-lagi Raven diam. Berpura-pura melihat langit atau ujung jalan seolah menunggu seseorang.

Sienna merapat setengah langkah pada Raven sambil memasang senyum jahil. "Memangnya berani hujan-hujanan?" bisiknya lalu tertawa.

Raven memutar kepala untuk menatap Sienna tajam tanpa belas kasihan. "Bukannya lo punya banyak kerjaan buat persiapan pentas tunggal? Kenapa malah ngurusin urusan gue?" tanyanya tak ramah.

Hellove [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang