[36] Intuition

4.6K 734 399
                                    

LAGI GANDRUNG SAMA "FLOWER OF EVIL"!!!

WAJIB NONTON

---


Btw, ada yang kangen sama HELLOVE? Kemarin minta share banyak-banyak, yang share kurang banyak sih :P

Ini mumpung gue baik aja. Kalau kalian pelit share voment kutinggal lagi kwkwkw.

Sebenernya sudah mulai main draft buat spin off HELLOVE & STARSTRUCK SYNDROME di lapak @ayawidjaja makanya FALAWWW biar tahu updatenya dwooong...


1000 komen buat next chapter & share ampe Instastory gue kayak jahitan Awkarin (bodoamat banyak, sengaja biar updatenya lama :P)



~oOo~

Lalu, bagaimana kita menjelaskan segala yang telah berlalu?

Aku padamu adalah masa lalu

Aku padanya adalah sesuatu yang tak menentu

~oOo~


Sienna kehabisan tenaga untuk berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Dia memforsir tubuhnya untuk belajar, mengerjakan semua PR di hari tugas itu diberikan, membaca timbunan novel yang masih tersegel, berkutat di dapur dengan ibunya, menonton film, dan apa pun yang bisa mengalihkan pikirannya dari Raven atau Rekta.

Dua nama itu menyulut sesak di dadanya.

Dua nama itu melemparnya dalam pusaran tanpa dasar.

Dua nama itu... Sienna ingin sekali melupakannya.

Sienna sadar dirinya tak tahu diri. Harapannya yang menahun tergapai, tapi dia malah berpaling. Sienna tahu, semestinya dia tidak begini, tapi hatinya tidak mau berkompromi. Dia memiliki Rekta, tapi merindukan Raven. Benar-benar simalakama sialan. Sungguh-sungguh pengkhianatan besar. Sienna tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

Seminggu dilaluinya seperti robot hidup ke sekolah. Sebisa mungkin dia menghindari area kelas XI dan OSIS yang potensial mempertemukannya dengan Raven. Dan di hari Sabtu ini, segalanya pasti akan lebih rumit. Sabtu saatnya ekskul. Itu artinya, Sienna harus bertemu Rekta.

Ya, Rekta yang telah menetapkan dirinya sebagai pacar Sienna, pasti akan bertanya kenapa Sienna tidak membalas pesan atau mengangkat teleponnya.

"Kamu nggak sekolah?" Sarah berkacak pinggang melihat putrinya bergelung di kursi malas courtyard. Sienna sudah mengenakan seragam, tapi tampaknya dia tidak berniat bangkit dari sana.

"Teater kan, habis pentas. Pasti kegiatannya santai. Boleh bolos ya, Ma?" pinta Sienna.

"Bukannya malah jadi kesempatan kamu ketemu Rekta? Punya pacar bukannya jadi semangat, malah malas. Putus saja kalau begitu!" ancam Sarah sambil merapikan sarapan Sienna yang tidak tersentuh.

"Mama kan, yang bikin Sienna terpaksa jadian. Sana bikin putus sekalian!"

Bunyi kelontang sendok terdengar keras. Sarah melongo mendengar pernyataan putrinya. "Maksud kamu apa?"

Kedua lengan Sienna melingkupi kepala dan menutupi wajahnya. "Kenapa Mama bikin Mas Rekta merasa aku menerima perasaaannya? Itu kan, dulu, Ma. Sekarang...." Sienna tidak melanjutkan. Dia menggigit bibirnya untuk menahan isak.

Dengan kening berkerut, Sarah mengambil duduk di sisi putrinya. "Mama cuma berusaha bantu kamu, malah di salah-salahin. Kalau omongan Mama ke Rekta salah, kenapa kamu cuma diam?"

Tidak ada jawaban dari Sienna. Hanya ada guncangan tubuhnya. Benar kata ibunya. Dia terlalu bingung dan terkejut sampai kehilangan kata-kata. Dia memang tak pernah bercerita pada ibunya tentang perasaannya yang kalut memikirkan Raven, alih-alih melayang karena perubahan sikap Rekta. Dia tak pernah bercerita tentang bagaimana dia takut kehilangan Raven, berdebar saat mendapatkan sedikit perhatiannya, lega saat melihatnya baik-baik saja, dan hancur saat melihat Raven berada di titik terendahnya.

Sienna makin meringkuk di kursi malas. Tangannya memegangi dada yang kian sesak.

"Ya ampun, Sienna. Ah, jangan kayak ABG labil. Gara-gara cinta monyet doang mau bolos." Sarah menepuk-nepuk paha Sienna agar beranjak tapi putrinya makin membenamkan diri.

"Aku kan, emang ABG labil, Ma. Mama kayak nggak pernah muda saja!" gerutu Sienna, tanpa mau beranjak.

"Mau berangkat apa mau Mama kawinin minggu depan?!" teriak Mamanya tak sabaran.

oOo

"Teknik membina puncak adalah teknik untuk mempertahankan emosi seorang aktor, ketika ingin menuju titik klimaks. Jeda-jeda dalam pementasan, seringkali membuat seorang aktor tertahan untuk menyalurkan emosinya. Nah, teknik ini digunakan untuk mengatasi itu." Rekta menatap lingkaran anggota teaternya. "Ada yang tahu, teknik ini dikembangkan oleh siapa? Secca?"

Secca menggeleng tak antusias.

"Sienna?"

"Hah? Putu Wijaya? Riantiarno" Sienna menggeleng. Otaknya tidak mampu mengingat apa-apa.

Secca mencebik tak suka.

"Teknik ini diciptakan oleh WS Rendra." Rekta memutus kecanggungan. "Salah satu cara untuk menguasa teknik ini adalah seorang aktor harus bisa membagi fokus."

Kayaknya gue udah mahir sama teknik ini. Sejak tadi gue di sini sibuk bagi fokus antara gimana cara menghindari Mas Rekta dan apa yang terjadi kalau gue ketemu Raven hari ini, setelah kejadian tempo hari.Mata Sienna menatapi lantai.

"Hari ini kita akan latihan bagaimana melatih teknik ini." Rekta menepuk tangannya ke udara meminta perhatian. "Sekarang, kalian semua berdiri dengan jarak satu rentangan tangan dari rekan kalian."

Para anggota teater dengan cepat menyesuaikan instruksi Rekta.

"Kalau sudah, silakan pejamkan mata. Kendali ada di gue, jadi dengarkan instruksinya baik-baik." Mata Rekta menyisir satu persatu anggotanya untuk memastikan mereka mematuhi instruksinya. "Setiap kali gue menepuk tangan, kalian harus berjalan bebas ke mana saja. Sesuaikan langkah kalian dengan irama tepukan gue. Semakin cepat tepukan gue, semakin cepat juga kalian harus melangkah. Kuncinya satu, tidak boleh bertabrakan dengan teman kalian. Sampai sini mengerti?"

"Mengerti, Bang!" jawab anggota teater kompak. Kecuali Sienna yang meneguk ludah tidak yakin.

Rekta mulai menepuk tangan perlahan. Aman. Tidak ada tabrakan. Lalu mulai cepat, dan Sienna sudah menabrak orang di dekatnya. Semakin cepat, dan Sienna sudah terhuyung ditubruk kiri kanan karena tidak bergerak. Rekta diam-diam mendekati Sienna dan membantunya berdiri tanpa suara. Setelahnya, dia membawa Sienna ke tepi lingkaran kekusutan.

Walau dalam diam, Sienna hafal benar tangan itu milik Rekta. Sentuhan itu membuat dadanya sakit dan hatinya disusupi rasa bersalah. Rekta begitu baik, lalu kenapa hati Sienna berkhianat? Sienna membuka mata untuk memastikan dan Rekta berpura-pura tidak melihat. Cowok itu kembali fokus ke pada anggota yang lain.

"Semakin cepat, semakin cepat." Rekta menepuk tangannya lebih cepat. "Jangan terlalu jauh berpencar. Semua langkah tertuju kepada suara saya. Cepat! Cepat!"

Sementara itu, Sienna hanya terdiam di tepi auditorium. Matanya terbuka seutuhnya melihat kericuhan orang-orang saling bertubrukan. Dia berjingkat hati-hati ke arah Rekta. "Bang, gue bikin laporan pertanggungjawaban pentas kemarin dulu ya," pamit Sienna supaya rasa bersalah dalam hatinya tidak semakin besar.

Rekta tidak menjawab dan Sienna tidak perlu jawaban untuk meninggalkan auditorium. Rekta memang tidak berkomentar, tapi kepekaannya terlatih dengan baik hasil olah rasa di teater. Intuisinya mengatakan ada yang tidak beres.

oOo

Hellove [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang