[28] Lil Love You Share

8.8K 1.3K 499
                                    

Sambil nunggu HELLOVE mingdep, baca ceritaku di . Ada 3 cerita on goingdi sana!

Yang no komen udah jadi upil, ya?


So the wars would all be over

'Cause she'd raise us all as friends

And no one would ever wonder if somebody wanted them

We'd walk on grass that's greener

And our cares would all be freer

If the world had a mother like mine

(Mother Like Mine—Band Perry)


~oOo~

Kepada langit kusampaikan rindu

Kepada malam kubisikkan asa ingin bertemu

Kepadamu, kusimpan segala agar kau tak tahu yang kumau

~oOo~


Ranjang sebelah diisi penghuni baru. Aktivitas sebelah ruangan itu sedikit mengusik Raven. Bukan karena dia terus berteriak mengeluh sakit, bukan pula karena pasien itu seorang gadis manis yang sedikit lebih muda darinya, bukan karena pembesuknya kelewat banyak dan berisik, bukan. Tapi karena seorang wanita paruh baya yang dengan sabar menghadapi kerewelan putrinya yang mengeluh dan meminta berbagai hal. Wanita paruh baya itu adalah seorang ibu yang bicara dengan lembut dan menenangkan putrinya yang tengah sakit.

Mendadak, Raven merasa begitu kosong. Ibu. Kata itu mencekik tenggorokannya dan memanaskan matanya.

Raven tidak merasa iri. Tidak sekali pun terlintas di pikirannya ingin ditunggui Naura dalam keadaan seperti ini. Keinginannya untuk mati bukan sebuah aksi mencari perhatian agar Naura mengasihaninya. Dia menggores pangkal lehernya bukan sebagai self harming atau meluapkan rasa sakit. Segala rasa sakit yang dirasakannya dalam hati dan kekerasan fisik yang dilakukan Reno lebih dari cukup. Raven benar-benar berharap untuk mati dan tidak perlu bertemu siapapun.

Meski begitu, Raven jadi mengingat-ingat. Pada kondisi berbeda, bertahun-tahun yang lalu, kapan terakhir kalinya Naura menungguinya saat dirinya sedang sakit? Raven tidak ingat kapan. Mungkin ketika dirinya masih sangat kecil, karena begitu beranjak dewasa, Raven tidak pernah tega membiarkan mamanya tersaput rasa khawatir. Jika rasa sakit itu masih bisa ditahan, Raven memilih beristirahat di UKS sekolah atau di rumah Adila. Jangan sampai mamanya tahu. Kekhawatiran Naura terhadap kekerasan yang dialaminya dari Reno sudah cukup menyiksa dan Raven tidak tega menambah beban ibunya.

"Raven?"

Raven mendongak tidak percaya. Seorang wanita paruh baya masuk ke biliknya sambil tersenyum. Bukan ibunya, melainkan ibu Sienna. Raven mengerjap untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan sebuah imajinasi.

Tangan Sarah menjinjing kantong belanja dan setumpuk kotak bekal. Lengan kirinya mengepit tas jinjing. "Raven, ya ampun. Kamu beneran pindah tidur di rumah sakit?"

Raven mengerjap. Tanpa menunggu tanggapan, Sarah meletakkan barang bawannnya di meja nakas. Dia mulai membuka semua barang bawannya dan menatanya di atas meja.

"Tante kok..." Raven bingung harus berkata apa. Menengok teman sekelas yang sakit umum dilakukan. Menengok orangtua sahabat yang sakit, masih biasa dilakukan. Tapi ditengok oleh ibu seorang teman—Raven tidak yakin dirinya dan Sienna bisa dianggap berteman alih-alih bermusuhan, adalah sesuatu yang... aneh.

Hellove [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang