[35] Hollow Shadow

9.6K 1.5K 1.6K
                                    

Alhamdulillah ada peningkatan yang mau vomment, kan jadi LOVE. Gitu dong, Ramadhan rajin-rajin beramal. Kalau nggak punya duit buat sedekah, bikin orang senang juga banyak pahalanya.

Sekedar mengingatkan, yang mau ikut GIVEAWAY spam vomment share-nya dari cerita WP pribadi aku ya. Yang belum tahu GIVEAWAY apa. Scroll sampe bawah


Listen to :

(Johan Gielen—Hollow Shadow)

~oOo~

Berterus terang bukan untuk menggapai jalan terang

Melainkan untuk mendapatkan hati yang lapang

Berhentilah gamang

Biarkan hati memeluk tenang

~oOo~


Rigel melipat kedua tangan tanpa terpengaruh ocehan Raven. "Serius, lo kenapa?"

Raven terdiam. Matanya awas pada segala arah. Meski sudah yakin suaranya tidak akan didengar selain Rigel, tapi ternyata kekuatan menyusun kata-kata belum terhimpun juga. Raven ganti mengamati titik-titik embun di gelasnya. Tangannya mengetuk-ngetuk lirih dan perlahan. Selambat dunia berputar sejak Sienna hadir di kepalanya.

Ganti Rigel yang mengamati sekeliling. Mungkin saja sahabatnya tak nyaman bicara karena keberadaan semua orang. Caranya memindai ke segala arah jelas berbeda. Tatapannya menyorot galak dan tak segan menegur mereka yang menatapi Raven penuh minat untuk mendekat. Beberapa nekat karena tahu Raven tidak galak macam Rigel.

Kewalahan menghadapi antusiasme Ravenheart cabang Wasesa, Rigel melambai pada Biru yang kebetulan melintas. "Ru, bisa bantu gue ngusir orang-orang ini?"

Biru tak bisu. Tapi dia lebih suka diam bagai batu dan menatap orang hingga membeku. Berbeda dengan Rigel yang intimidatif dengan sikap galak, Raven yang persuasif dan lunak, Biru lautan dalam yang membuat orang tenggelam tanpa menjumpai dasar. Tidak ada riak yang tercetak di wajahnya dan justru itulah yang membahayakan.

Jadi setelah berhasil mengusir orang-orang tanpa tenaga, Biru membeli tiga teh botol dan meletakkannya di meja. Dia mengambil duduk di kursi yang kosong tanpa suara. Kadang, Raven dan Rigel berpikir sahabat mereka satu ini bukan manusia, melainkan malaikat. Tak terlihat, tak terdengar, tapi mencatat dan memperhatikan.

"Sekarang lo cerita." Rigel memajukan badan.

Raven tersenyum sinis. "Nggak ada yang bisa diceritain." Embun-embun di botolnya yang tinggal setengah jaul lebih menarik daripada jawaban pertanyaan sahabatnya. "Palingan cuma jatuh hati," jawabnya enteng seolah tak berarti.

Rigel mendesah panjang sambil merebahkan punggung ke sandaran kursi. Sementara Biru masih menatapinya intens tanpa suara dan tanpa perubahaan ekspresi yang berarti.

"Setahu gue, mau lo jatuh hati, jatuh cinta, jatuh dari tangga, jatuh ke tangan preman, atau jatuh ke pelukan gebetan teman," Rigel mencuri pandang ke arah Biru tapi cowok itu tak menggubris. Jiwa nyinyirnya mulai muncul, tapi yang disindir dua-duanya tak peduli. "Apapun situasinya, nggak ada ceritanya lo cuma diam kayak sekarang."

Biru cuma mengangguk sekali. Tangannya masih terlipat di dada. Sudah dibilangkan, dia itu ibarat malaikat pencatat amal. Ada tapi kasat mata.

"Mungkin sekarang berbeda." Raven mengulas senyum manis. Tapi entah kenapa rasanya malah getir di lidahnya sendiri.

Hellove [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang