Prolog

81.9K 5K 58
                                    

Sebetulnya, aku enggak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Bagiku itu hanya ketertarikan wajar yang dirasakan saat pertama kali melihat seseorang. Namun, ketertarikan yang tadinya kubilang wajar itu rupanya berkembang semakin pesat seiring panjangnya obrolan kami. Padahal topik obrolan kami tidak berbobot sama sekali. Malah bisa dibilang enggak penting banget, yang bahkan setelah kuingat-ingat lagi terasa sangat konyol.

Sejak putus dari mantanku dua tahun lalu, aku memutuskan untuk membentengi diri, setidaknya di hadapan para cowok yang doyan tebar pesona ke semua orang. Dilihat dari mata Bintang saat menatapku saja, seharusnya aku bisa langsung memberinya skor 100 untuk nilai kebrengsekannya. Aku yakin dia selalu terbiasa tebar pesona pada setiap cewek cantik yang dilewatinya.

Bodohnya aku mau-mau saja menanggapi ocehannya yang enggak penting itu. Bahkan ketika dia terang-terangan memujiku cantik banget, aku malah tersipu. Padahal kan, dia hanya bocah ingusan yang bahkan lebih muda 4 tahun dariku!

Sangat bertolak belakang dengan mantan-mantanku yang kebanyakan berusia lebih tua dariku. Memang sih, belakangan ini aku mulai kesepian dan kepingin punya pacar. Tapi kalau berhadapan dengan Bintang, yang ada aku justru jadi baby sitter-nya!

Ya ampun, Alanda! Seharusnya di semester sembilan ini kamu fokus menyelesaikan skripsi dan merancang masa depanmu saja! Bukannya malah meladeni ocehan bullshit anak semester satu itu!

Aku semakin enggak habis pikir ke mana perginya akal sehatku, ketika di minggu keempat kami kenalan, Bintang meneleponku, lalu bertanya, "Lagi ngapain sih, Mbak, kok berisik banget? Katanya tadi udah mau tidur?"

Sebetulnya di awal perkenalan kami, Bintang memanggilku dengan nama seperti biasa. Namun, setelah mengobrol cukup banyak entah secara langsung maupun melalui chat, dia jadi suka menggodaku dengan sebutan 'Mbak'.

Kalau lewat chat saja, aku masih bisa mengabaikannya, meski kesal juga kalau keseringan membaca panggilan itu. Akan tetapi, sepertinya Bintang memang sengaja menggodaku, dengan memanggilku begitu saat ia meneleponku.

Seperti yang sudah kubilang dari awal, alasan utama aku memberinya nilai 100 untuk poin kebrengsekannya adalah karena dia jago banget modus. Salah satunya, belakangan ini ia sering meneleponku dengan dalih, jempolnya keram kalau chattingan kelamaan. Lalu dalam telepon, dia terus mengulangi panggilan 'Mbak' itu sampai kupingku panas.

Padahal aku sudah berkali-kali mengomelinya, kalau enggak suka dipanggil Mbak, meski usiaku empat tahun lebih tua darinya. Bahkan usia adikku lebih tua setahun darinya. Namun, seperti kebanyakan cowok tukang cari perhatian di luar sana, omelanku malah membuatnya semakin kegirangan.

"Sekali lagi panggil Mbak, gue matiin ya teleponnya!"

"Makanya jadian aja yuk! Kalau udah jadian, janji deh, aku nggak bakal panggil Mbak lagi. Nanti aku panggil Sayang."

See? Cheesy banget kan?

Bahkan gombalan itu sudah pernah kudengar dari pengamen yang suka asal sepik di jalanan. Bodohnya, tanpa berpikir panjang aku malah menjawab, "Oke."

Aku mendengar suaranya menjerit heboh. "Oke apaan, Mbak? Serius ini kita jadian beneran? Aku nggak suka jadi bahan konten Youtube prank begitu lho, Mbak!"

"Gue bukan Youtuber," balasku malas.

"Yesss! Berarti aku udah bisa ajak kamu nge-date?"

"Tapi jangan panggil gue sayang. Panggil Alan aja."

"Kalau panggil Alan Sayang boleh?"

Serius. Akal sehatku pergi ke mana sih? Bahkan mendengar gombalan recehnya begini saja aku blushing lagi!

Untung ini cuma telepon. Kalau ketemu langsung, aku pasti bakal lebih kesulitan menutupi kemerahan di wajahku.

Bodohnya lagi, sekarang aku tidak bisa menahan senyumku saat membayangkan bagaimana muka tengil Bintang ketika mengatakan kalimat barusan.

Hai, buat followers Instagram gue, pasti tahu kalau cerita ini udah dirancang sejak bulan April 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai, buat followers Instagram gue, pasti tahu kalau cerita ini udah dirancang sejak bulan April 2020. Tapi selalu kalah sama ide-ide lain yang baru aja bermunculan. Tokoh utamanya tuh Bintang--temennya Ben. Sebenarnya pas menggambarkan sosok Bintang di cerita Thoughts Unsaid, gue udah suka banget sama doi. Keduanya nggak bisa di-compare karena menurut gue punya ciri khas yang berbeda. Tapi ati-ati aja yang jadi fans setianya Abinanda,ntar oleng ke Bintang.

Jangan lupa vote dan follow ig @liaraudrina

Take Me Back to The Start (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang