GitaDion: Aku nggak pulang malem ini.
Sebuah pesan yang terus ku pandangi dari tadi. Sonya salah dan dia kalah taruhan. Ah andaikan saja tadi aku memasang jelas taruhannya pasti saat ini aku sedang bahagia karena berhasil menang taruhan. Boro-boro Kak Dion akan menciumnya, orangnya saja tidak pulang. Kira-kira kak Dion tidur di mana?
Gita: Kamu tidur di mana?
Semenit, lima menit dan satu jam kemudian aku hanya memandangi layar ponsel berharap akan ada balasan tapi tak kunjung ada pesan masuk. Ku rebahkan tubuh lelah ini, hati yang lelah tepatnya. Tak terasa mengalirlah cairan bening dari sudut mataku. Ya aku menangis. Selama ini aku menahan untuk tetap tegar tapi kalau begini aku juga tidak tahan. Ya Tuhan, jika ini memang terjadi lagi dan lagi, tolong berikan aku hati yang lebih dalam lagi, lebih luas lagi, dan lebih kuat lagi untuk menahannya untuk ke sekian kali. Aku belum menyerah pada kondisi ini, aku pasti bisa untuk mendapatkan apa yang harusnya aku dapatkan.
Dion
Karena kemarin malam aku tidak pulang, maka malam ini aku harus pulang sebelum Gita curiga dan mengadukannya ke papa. Ya meskipun sekarang aku sudah menjadi direktur utama tapi posisiku sekarang belum kokoh. Papa bisa kapan saja membuatku jatuh, setidaknya aku harus bertahan dengan keadaan ini untuk sementara waktu.
Aku harus bekerja lebih keras sekarang karena aku harus memiliki usaha sendiri tanpa ada bayang-bayang papa, jika itu sudah terwujud aku bisa segera berpisah dengan Gita. Sabarlah Dion, belum waktunya kamu bebas. Aku juga harus tidur satu kamar dengan Gita, itu adalah hal yang paling sulit sejauh ini. Bukan apa-apa, aku ini lelaki normal, bisa saja khilaf dan mengira Gita adalah Lauren. Jangan sampai aku menyentuh wanita itu, itu tidak akan pernah terjadi.
"kamu lagi apa?", tanyaku pada Gita yang sedang menatap layar laptop di kamar.
"lho ada Kak Dion, kok aku nggak denger ya ada Kak Dion pulang"
"kamu terlalu fokus sama laptop"
"iya maaf kak, kak sudah makan?", apalagi ini kenapa dia senyum-senyum seperti itu? Dan kenapa pula aku deg-degan melihatnya tersenyum?
"sudah tadi di kantor"
"ohh, baguslah aku juga masak sedikit tadi",
"ya sudah aku mau mandi dulu"
Hampir satu jam aku melihat Gita yang asyik dengan laptopnya. Sementara aku dari tadi ingin tidur tapi tetap saja tidak bisa. Beberapa kali Gita menoleh ke arahku dan tersenyum, aish kenapa dia harus tersenyum sih.
"kenapa kamu asyik banget main sama laptopmu?"
"kenapa kak? Aku sih maunya mainin kak Dion"
Deg, salah aku ngomong sama dia. Mana dia senyum-senyum menggoda seperti itu lagi
"ekhm, bukan begitu tapi ini sudah malem, kamu nggak tidur?"
"sebenarnya aku lagi cari lowongan kerja kak,"
"kenapa kamu harus kerja?" Nada suaraku meninggi kali ini, mana boleh seorang istri dari Dion Mahardika kerja, bahkan papa saja tidak pernah membolehkan mama kerja dari dulu.
"aku bosen kak, nggak ada kegiatan, bisa-bisa aku mati sambil ngelamun nanti"
"nggak boleh! Apa kata orang kalau kamu kerja, kamu kan sudah aku kasih uang bulanan ya kamu gunain aja buat senang-senang, bukannya itu yang kamu mau saat jadi istriku?", Tidak ada jawaban dari Gita sekarang, dia menatapku datar. Kemudian dia mengerucutkan bibirnya sambil menghela nafas kasar. Mungkin dia marah denganku saat ini, tapi keputusan itu tidak bisa diganggu gugat.
"ya sudah kalau itu mau kamu", ucap Gita singkat.Tidak ada lagi percakapan malam ini, Gita merapikan laptop dan tidur di sebelahku. Sebenarnya aku merasa bersalah juga, kasihan dia tidak melakukan apa-apa dan dia pasti bosan. Tapi bukankah itu lebih baik, lebih baik Gita cepat bosan denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL YOU LEAVE ME?
RomanceAttention!! Mengandung unsur dewasa baik adegan atau konfliknya. Bijak dalam membaca Cerita singkat mengisahkan seorang wanita yang intorvert yang tidak bisa memberitahukan isi hatinya karena dibayang-bayangi oleh kejadian di masa lalu. Dia akhir...