Gita
Dengan perasaan yang sebal dan hati yang 'dongkol', aku memutuskan untuk pergi dari rumah orang tuaku tanpa sepengetahuan siapapun. Untung saja hari masih pagi dan aku juga tidak membawa banyak barang kemarin, jadi tak perlu lama aku akhirnya bisa keluar. Dan beruntung juga di depan komplek ada tukang ojek yang sedang mangkal yang mengantarkanku ke stasiun.
Aku tidak ingin berhubungan dengan mereka setidaknya setelah kepalaku dingin terlebih dahulu. Dua jam perjalanan menggunakan KRL, akhirnya aku sampai di Ibu Kota. Namun aku mengurungkan niat untuk pulang ke apartemen. Aku butuh hiburan sejenak setelah apa yang terjadi.
Tiket nonton bioskop sudah ku pegang dan sengaja ku pilih film yang sepertinya film sedih. Sedari tadi aku mematikan ponsel supaya tidak ada yang menganggu. Sudah pasti Kak Andri, Ayah dan Ibu akan mencariku tapi biarkanlah.
Aku masih berkutat dengan fikiranku, mencoba mengurai dari awal apa yang sebenarnya terjadi. Tapi seperti aku stuck dan tidak bisa menarik kesimpulan apapun. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menangis. Yah, mungkin kalian fikir aku lemah tapi memang begitu adanya.
Sepanjang film diputar air mataku tidak berhenti keluar dan isakanku juga terkadang tidak tertahankan membuat banyak orang menoleh ke arahku. Tapi aku tidak peduli. Dua sejoli yang ada di sampingku juga memberikanku tisu karena melihat aku terus menangis. Mungkin mereka fikir aku lebay karena efek dari film, tapi sejujurnya aku juga tidak tahu isi film yang sedang diputar. Ini semua hanyalah pengalihan.
Setidaknya hampir dua jam aku ada di dalam bioskop karena durasi fimnya cukup panjang. Aku keluar dari ruangan dengan mata sembab dan tubuh yang lunglai karena sejak kemarin belum makan.
Meskipun aku tahu makanan di bioskop itu mahal, tapi aku tetap membelinya sekarang hanya demi mengganjal perut dan menjernihkan pikiran. Ah, apa yang harus aku lakukan sekarang?
Aku tak pernah menyangka Ayah dan Ibu akan bertindak demikian. Apa aku memang tidak seberharga itu di mata mereka? Bukankah aku juga anaknya? Dulu aku sering merasa iri dengan teman-temanku yang juga anak bungsu, katanya mereka lebih dimanja oleh orang tuanya dan lebih sering memarahi kakaknya. Tapi sepertinya itu berkebalikan dariku. Apa karena aku seorang wanita dan tidak layak mendapatkan perhatian selayaknya anak laki-laki seperrti Kak Andri?
Apakah Kak Andri juga tahu perihal ini? Tapi semalam dia memberikan perhatian yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Mungkin itu hanyalah kedok supaya aku tidak curiga atau jika sesuatu terjadi seperti ini aku tidak akan ikut menyalahkannya. Sungguh malang nasib hamba-Mu ini Tuhan, kenapa?
Jikalau aku bisa memutar waktu, aku juga tidak ingin menikah dengan Kak Dion. Tidak mau apalagi hanya disia-siakan seperti ini. Ah, mungkinkah aku dilahirkan untuk selalu menderita?
***
source: https://fineartamerica.com/featured/harvest-moon-dale-carr.htm
Kalau aku jadi burung, pasti aku jadi seperti burung yang ada di dalam lukisan di depanku ini. Seorang diri di malam yang gelap sembari memohon kepada Tuhan akan semburat cahaya bulan untuk menemaninya. Karena burung itu tahu hanya Tuhan yang bisa menolongnya bukan burung lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL YOU LEAVE ME?
RomanceAttention!! Mengandung unsur dewasa baik adegan atau konfliknya. Bijak dalam membaca Cerita singkat mengisahkan seorang wanita yang intorvert yang tidak bisa memberitahukan isi hatinya karena dibayang-bayangi oleh kejadian di masa lalu. Dia akhir...