Dion
Rencana untuk membeli sebuah rumah baru yang akan ku tempati berdua dengan Gita sepertinya hanya akan menjadi sebuah rencana semata. Karena nyatanya Gita sangat senang dan nyaman tinggal di rumah Papa. Di rumah ini ada banyak pembantu rumah tangga yang sangat dekat dengan Gita seakan tidak ada sekat status diantara mereka.
Selain memasak bersama, mereka juga sering melakukan aktivitas lainnya seperti melukis bahkan sesekali nonton bioskop bersama. Papa sendiri tidak keberatan dengan itu, beliau justru senang karena akhirnya ada yang menemaninya lagi di rumah semenjak kepergian Mama.
Bagi Gita, tinggal di rumah Papa bukan hanya menjadi sebuah kesenangan semata namun dia juga seperti menemukan tameng lainnya yaitu menggunakan nama Papa.
Misalnya saja jika aku kebetulan tengah berkumpul dengan teman dan lupa waktu maka jurus andalan Gita akan muncul "Aku bilang nih ke Papa!"
Atau kalau aku lupa mengabarinya pulang telat karena ada pekerjaan yang mendesak dia akan bilang "Kok nggak ngasih kabar? Aku aduin lho ke Papa!"
Dan sejenis kalimat lainnya
"Nanti aku bilangin ke Papa!"
"Biarin, aku bilang ke Papa baru tahu rasa!"
"Mau nggak? Yaudah kalo nggak mau aku ngadu ke Papa nih!"
Dan entah mengapa aku bisa saja langsung kicep kalau Gita sudah mengatakan jurusnya itu. Dia tahu saja kalau aku enggan berurusan dengan Papa. Dan hal itu diperkuat dengan Papa yang sangat memanjakan Gita, bahkan kadang aku heran siapa sih yang jadi anaknya, aku atau Gita?
Emosi-emosi Gita yang seperti ini baru muncul setelah hampir satu tahun dia menjalani terapi. Kadang aku curiga apa yang telah dilakukan oleh dokter Vera padanya hingga dia bisa bersikap manja seperti itu. Seringkali aku juga menyalahkan dokter Vera karena sudah membuka sifatnya yang satu itu.
Dan dokter Vera hanya terkikik ketika aku mengeluhkan semua itu. Dia bilang itu bagus karena akhirnya Gita sudah mulai menampilkan banyak jenis emosi dan itu artinya kepercayaannya pada orang sekitar sudah mulai tumbuh. Dia tidak takut lagi untuk bereaksi sesuai dengan apa yang dirasakan tidak memendamnya lagi.
Gita yang manja juga terkadang menyebalkan karena dia terkadang merajuk atau marah tanpa ada alasan yang jelas. Mungkin dia sudah memberikan kode-kode tapi laki-laki mana sih yang mampu membaca kode-kode setan yang selalu dilayangkan perempuan?
"Kamu kenapa sih? Aku ada salah?" Tanyaku serius saat Gita sudah mendiamkan aku selama satu hari penuh. Entah apa yang sudah ku lakukan, seharian tadi dia menghindariku.
Aku menghela nafas berulang-ulang kali dan sesekali menggaruk kepala serta menarik rambut. Frustasi dengan sikapnya yang seperti ini.
"Bilang dong sayang, aku nggak tahu kamu kenapa?" Gita tidak bergeming, dia tetap tidak mau melihatku dan membelakangiku.
"Aku kemarin kan Cuma keluar bentar sama temen-temen, ada Edo sama Hazel juga kan, kamu juga tahu" Ucapku yang aku sendiri tidak tahu apakah itu sumber kemarahannya atau tidak.
"Bukan itu!" Jawabnya singkat
"Terus kenapa kamu kaya gini? Bilang dong yang" aku menjeda beberapa saat setelah tidak ada jawaban lagi darinya "Kamu inget kata dokter kan? Biar semuanya berhasil kita harus saling membuka diri, bukan kaya gini"
Akhirnya dia berbalik dan menghela nafas "Hmmm,,,,gimana hubungan kamu sama wanita itu?"
"Wanita? Siapa?"
"Nggak usah sok lupa!"
Gawat, kalau sudah berhubungan dengan wanita, ini pasti akan menjadi rumit "Siapa sih? Mira? Aku sama dia baik-baik saja, kayak kamu nggak tahu aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL YOU LEAVE ME?
RomanceAttention!! Mengandung unsur dewasa baik adegan atau konfliknya. Bijak dalam membaca Cerita singkat mengisahkan seorang wanita yang intorvert yang tidak bisa memberitahukan isi hatinya karena dibayang-bayangi oleh kejadian di masa lalu. Dia akhir...