WYLM-39

5.3K 228 9
                                    

Dion

Deru nafas tak beraturan memenuhi kamar setelah hampir berjam-jam kasur yang di bawah kami berderit nyaring. Aku meraih remot AC di atas nakas bermaksud untuk mengecilkan suhunya namun apa daya ternyata angka yang terpampang di sana menunjukkan suhu terendah yang mampu dicapai. Lagi dan lagi, hampir setiap malam selalu saja seperti ini bermandikan peluh setelah menyalurkan seluruh hasrat yang bergelora sepanjang hari.

Aku membalikkan tubuh menghadap Gita yang juga masih membenarkan nafasnya yang tersengal-sengal setelah meraih pelepasannya yang terakhir tadi. Sebagian rambut yang menutupi wajahnya ku sugar ke belakang, entah mengapa menatap dia seperti ini adalah sebuah kepuasan tersendiri.

"Mau nambah lagi nggak yang?" mendengar ucapanku bibir Gita mencebik dan menghela nafas kasar

"Udah ah capek, besok lagi aja. Kamu tuh emang maniak!"

Aku terkekeh, tentu saja aku juga lelah dan tidak bermaksud untuk mengajaknya lagi dalam pergumulan menggairahkan bisa lecet-lecet nanti si boy kalau kebanyakan, hanya untuk menggodanya saja. "Ya gimana, kamu sih buat aku kecanduan"

"Ih, dulu aja sok-sokan nggak mau nyentuh aku. Nunggu aku gila dulu sampe kamu minta terus"

Beberapa kali Gita memang menyebut kondisinya yang dahulu itu dengan gila tapi no offense, no hard feeling itu benar-benar dia ucapkan tanpa mengingat kembali apa yang telah terjadi. Mengalir begitu saja. Aku sebenarnya tidak mau mendengarnya tapi mengingat mungkin dia sudah berdamai dengan kejadian itu, jadi ya aku menerimanya.

"Iya ya, bego banget emang aku dulu. Maaf ya yang, nggak tahu sih kalau kamu se-enak ini hehehehe" aku menjeda "Mau mandi bareng?"

"Nanti ah, masih capek"

Harus ku akui kalau sekarang Gita telah menjadi candu. Tubuhnya selalu mengundangku untuk bergerilya di sana dan hampir setiap hari kami melakukannya kecuali kalau tamu bulanannya datang. Lagi-lagi aku tersenyum, merasa malu akan kejadian dahulu yang mana aku dengan gengsinya enggan menyentuh Gita sama sekali bahkan aku selalu mengabaikannya. Tidak tahu kalau percintaan dengannya itu berbeda, ada rasa yang tidak dapat saat aku melakukan dengan orang lain.

"Besok mau ke kantor lagi yang?"

"Iya, biasa bawain makan siang. Kenapa? Nggak suka kalau aku ke sana?"

"Suka dong. Emm,, tapi besok jangan pake dress lagi yang, nggak usah pake make up juga ya"

Gita menatapku dengan heran dengan tubuh atasnya yang masih telanjang dan tidak berbalut apa pun. "Emangnya kenapa? Biasa juga gitu kan?"

Hadeh, tentu saja aku suka dengan penampilannya yang selalu berbalut dress selutut, flat shoes dan make-up ringan karena Gita tidak pernah gagal menggodaku dengan itu. Tapi sayangnya, bukan hanya aku yang tergoda. Baru dua hari lalu aku mendapati kenyataan kalau Gita - istriku - telah menjadi idola baru bagi para karyawan di Kantor.

Awalnya aku tidak menaruh curiga apa pun, hingga suatu saat aku mendengar dengan kepala sendiri obrolan para karyawan di lobi kantor.

"Ngapain di sini mas bray?" sayup-sayup aku mendengar seorang karyawan laki-laki yang menyapa temannya yang dipanggil dengan sebutan mas bray setelah aku baru saja sampai di kantor siang hari. Well, tentu saja aku tidak tahu siapa mereka.

"Nunggu budir, biasanya bentar lagi dateng" jawab si mas bray itu

"Etdah sampe segitunya bray, dia nggak bakal nglirik lo kali"

"Halah, apa salahnya sih berjuang dulu? Gue belum dapetin fotonya si Nyonya dua hari ini"

"Kira-kira budir punya sodara cewek nggak ya yang cantiknya kaya dia, mau gue dikenalin hehehe"

WILL YOU LEAVE ME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang