Dion
Well, kalau kalian bertanya kapan drama menggeleng dan mengangguk itu berakhir, jawabannya adalah sekitar tiga bulan pasca Gita keluar dari rumah sakit.
Aku harus banyak berterima kasih pada banyak orang terutama mbok Inayah yang selalu sabar mengajaknya bicara kalau di rumah. Mbok Inayah memahami apa yang terjadi pada Gita dan tak pernah lelah untuk mengajaknya berinteraksi. Alhasil, bukan hanya mau bicara saja melainkan dia juga sudah mau ke dapur untuk kembali memasak seperti dahulu.
Mira, sekretarisku juga memiliki andil besar karena selama ini Gita cukup sering ikut ke kantor dan Mira selalu memberikan perhatian yang luar biasa. Banyaknya karyawan yang segan dengannya karena menyandang nama Nyonya Mahardika juga memaksa dia harus berani bersuara hanya untuk sekedar membalas sapaan mereka.
Ah, dan jangan lupakan sahabatnya itu si Sonya. Hampir setiap hari mereka bertemu entah itu di kantor atau di rumah. Aku bahkan beberapa kali merasa cemburu karena Gita lebih senang bersama dengan Sonya dibandingkan denganku. Tapi tak apa, selama Gita mengalami proses penyembuhan yang baik, aku bisa menerimanya.
Dan memang proses itu berjalan cukup baik, meskipun beberapa kali dia sempat histeris ketika melihat hal yang bisa menyinggung traumanya seperti saat aku menyodorkan seperangkat alat lukis lengkap di depannya. Sebenarnya aku berharap dia mau melukis lagi karena aku tahu dia sangat menyukainya dulu.
Dokter Vera menyadari perkembangan Gita yang baik namun masih memiliki catatan kecil yang belum sempurna. Akhirnya dokter Vera menyarankan untuk melakukan treatment hipnoterapi saja supaya lebih efektif.
Sekarang selain hobi merawat tanaman dan ikan, Gita punya hobi baru yakni membaca buku dan anehnya dia gemar membaca buku science bukan bacaan ringan macam novel atau majalah.
Seperti saat ini, aku tengah memandanginya yang sedang tenggelam pada buku karangannya Carl Sagan sambil tiduran. Dia terlihat lebih cantik ketika sedang serius dengan dahinya yang sesekali mengkerut dan ujung bibirnya yang terkadang melengkung.
Menyadari kalau aku tengah memandanginya dengan tersenyum, dia pun menoleh padaku. "Kak Dion tidur duluan aja, aku masih mau baca"
"Sayang, mau cium, boleh?" Gita menghentikan aktivitasnya dan membuka kacamatanya serta menaruh bukunya di atas nakas. Dengan menegakkan tubuhnya sedikit dia mendaratkan bibirnya di keningku.
Cup
"Bukan di situ"
"Terus di mana? Biasanya kan di situ"
"Di sini" jari telunjuk ku tempelkan pada bibir mengisyaratkan tempat lain selain kening.
Cup
"Ihh, bukan kaya gitu" rengekku ketika dia sudah kembali pada posisi awalnya setelah mendaratkan kecupan pada bibirku.
"Terus gimana? Kan udah di cium di situ"
Agak kesal sih, tapi anak ini harus dikasih tahu cara ciuman yang benar. Aku mendekatkan diri dan meraih pinggangnya seketika itu juga dia membalikkan tubuhnya ke hadapanku. Tidak butuh waktu lama juga ketika bibirku sudah landing dengan mulusnya di bibirnya dan mulai bergerak.
Awalnya hanya aku yang aktif menggerakkan bibir dengan menghisap bibir bawah dan atasnya bergantian. Namun kemudian sepertinya dia mengerti dan juga ikut menghisap. Sudah berapa lama aku tidak melakukan ini ya Tuhan rasanya bahkan seperti perjaka yang baru pertama kali ciuman, deg-deg-an.
Hisapan-hisapan itu kini berlanjut pada lidah yang saling membelit saat Gita mengizinkan aku untuk mengakses mulutnya secara penuh. Gairah yang tadinya hanya berupa percikan kini menyala lebih terang. Selesai dengan urusan bibir, aku beralih pada leher jenjangnya. Ah, betapa aku mendamba pada leher ini dan erangan-erangan kecil keluar dari si pemilik leher ini saat aku mulai mengendus-endus dan menjilatinya.
Gila, ini benar-benar gila. Tanganku juga sekarang berada di salah satu payudaranya yang masih terbalut pakaian lengkap. Perlahan ku buka kancing bajunya dan menelusup ke punggungnya untuk membebaskannya dari tahanan bra. Ketika upayaku telah berhasil, aku melihatnya sebentar dan tanpa babibu bibirku sudah berada di atas bukit kembar itu.
Menyesapnya pelan-pelan dan mengelus yang satunya. Saat aku melakukannya, tubuhnya melengking ke atas dan erangannya semakin bertambah. Oh, tidak hanya Gita, sepertinya aku juga sudah terbawa suasana, buktinya si boy di bawah sana sudah menegang sempurna.
Aku benar-benar lepas kendali menikmati semua ini hingga aku lupa, aku bahkan tidak menanyakan apakah dia nyaman dengan hal ini atau tidak. Sejenak ku hentikan aktivitasku ini dan kami terdiam dengan nafas yang tidak beraturan.
"Are you okay?" tanyaku dan Gita menjawabnya dengan anggukan, syukurlah kalau dia tidak merasa terbebani.
Ku raih lagi tengkuk lehernya dan mulai menciumi bibirnya dengan tangan yang lain kembali pada bulatan di dadanya. Selanjutnya aku mulai melepaskan pakaian di tubuhnya dan melepaskan juga pakaianku. Kami benar-benar sudah telanjang bulat sekarang.
Ah si boy di bawah sana sudah berkedut sedari tadi dan saat aku menyentuh titik paling rahasia yang dimiliki Gita dengan sapuan jari ternyata di sana juga sudah basah.
"Sorry for being rough that day. Kali ini aku akan pelan-pelan, kalau kamu nggak nyaman tinggal bilang berhenti aja, oke?" Gita mengangguk, tanda dia menyetujui apa yang hendak aku lakukan selanjutnya.
Terdengar desahan yang ditahan ketika aku berhasil memasukkan milikku ke dalam miliknya. Pelan-pelan aku mulai menarik dan mendorongnya secara teratur yang menimbulkan sensasi meledak di dada. Gita di bawah sana justru lebih parah keadaannya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sesekali menggigit bibirnya dan itu membuatku semakin tidak tahan untuk kembali menciuminya membabi buta.
Satu kakinya berada di pundakku dan tanganku sesekali meremas dan mencubit payudaranya saking gemasnya. Tidak lama kemudian dia meraih pelepasannya saat dia mengerang keras dan tangannya mencengkeram pundakku keras. Bukan hanya dia, pelepasanku pun hampir sampai dan aku menekankan milikku sedalam-dalamnya bersamaan dengan desahannya yang makin keras akibat desakan itu.
Kami terkulai bersama dengan nafas yang saling memburu. Aku mengecup keningnya saat sadar apa yang sudah kami lakukan barusan. "Terima kasih, sayang"
Tangannya menarik lenganku dan dia memberikan sebuah isyarat "Kenapa?" Tanyaku heran dengan ekspresinya yang tak terbaca itu
"Mmm,, mau lagi" Jawabnya malu-malu
Langsung saja aku terkekeh mendengarnya, ku tarik tubuhnya mendekat dan menciuminya lagi dan lagi. Ayo boy jangan loyo dulu si Nyonya belum puas.
Selanjutnya hanya desahan-desahan yang memenuhi kamar terdengar sangat nyaring. Diam-diam aku berdoa dalam hati supaya suara kenikmatan itu tidak sampai terdengar dari luar.
***
Sebelumnya udah tak infoin kan kalo akan ada part macam ginian
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL YOU LEAVE ME?
RomansaAttention!! Mengandung unsur dewasa baik adegan atau konfliknya. Bijak dalam membaca Cerita singkat mengisahkan seorang wanita yang intorvert yang tidak bisa memberitahukan isi hatinya karena dibayang-bayangi oleh kejadian di masa lalu. Dia akhir...