WYLM-41

5.2K 206 3
                                    

Dion

Kami berdua sempat mematung sebentar saat dokter membenarkan dugaanku bahwa Gita tengah Hamil. Tak menyangka kalau usahaku setiap siang dan malam selama setahun ini akhirnya membuahkan hasil. Seulas senyum jelas terpampang di sudut bibirku, ada perasaan lega di dalam dada yang tak dapat diungkapkan. Dari semua yang pernah ku lakukan, bagaimana mungkin Tuhan masih mempercayakan seorang anak padaku?

Pun dengan Gita yang sepertinya masih cukup kaget karena divonis mengandung. Aku sempat khawatir kalau itu akan berdampak pada kondisi psikologisnya, mungkin dia belum siap? Aku jadi menyesal kenapa aku tak pernah membicarakan perkara ini sejak dulu, setidaknya hanya untuk memastikan kalau mentalnya baik-baik saja.

Namun kekhawatiran itu menguap seketika diganti dengan wajah Gita yang selalu khawatir denganku pada awal-awal kehamilan. Semuanya serba menjadi terbalik. Aku bahkan pernah harus menginap di rumah sakit selama lima hari karena morning sickness yang sangat buruk.

Ya, agak berbeda dengan yang lain karena di sini akulah yang mengalami itu. Entah itu adalah anugerah atau kutukan, aku tidak tahu, tapi yang pasti rasanya benar-benar menyiksa. Bagaimana tidak, selama dua bulan awal kehamilan aku harus menggunakan masker kemana-mana karena tidak tahan dengan bau-bau yang menjengkelkan mulai dari bau makanan, parfum, AC dan masih banyak lainnya.

Hanya untuk makan saja aku harus mengeluarkan banyak tenaga supaya bisa mengunyah dan menelan. Dan yang lebih anehnya lagi, semua itu seakan terminimalisir kalau Gita ada di sampingku. Hanya aroma tubuh Gita yang dapat ditolerir oleh hidungku dan ketika bersentuhan dengannya pula aku bisa menjadi sehat meskipun untuk sementara.

Akibatnya, Gita harus selalu menempel kemanapun aku pergi. Kalau dulu Gita hanya ke kantor kalau makan siang saja, sekarang sepanjang hari dia selalu ada di kantor. Sampai-sampai aku sempat mendengar gosip di kantor seperti "Pak Dion sekarang kalau ke kantor bawa satpamnya sendiri".

Untung saja aku masih bisa menahan diri, kalau tidak sudah ku pecat itu karyawan. Meskipun akhirnya ku kerjai juga dengan memberikan lembur selama seminggu penuh. Biar tahu rasa dia.

Selama dua bulan itu, Gita sendiri katanya tidak merasakan apa-apa. Dia malah selalu khawatir denganku dan karenanya aku juga lebih sering membawa pekerjaan ke rumah karena tidak mungkin membiarkan Gita terus-terusan di Kantor. Bisa mati bosan dulu nanti dia.

Dan masa ngidam yang tidak jelas itu untungnya memang hanya berjalan selama dua bulan karena setelahnya semuanya berubah karena Gita yang justru mengalaminya.

Aku sempat menyesali diri sendiri kenapa aku membenci masa itu karena sebulan setelahnya aku harus merelakan LDR sebentar dengan Gita. Selama sebulan penuh dia berada di rumah orang tuanya di luar kota. Aku tak punya pilihan lain, karena sebelumnya Gita tidak bisa makan apapun. Semua yang masuk ke mulutnya dimuntahkan dan dia menjadi lemah tak berdaya meskipun sudah ditangani oleh dokter. Usut punya usut, ternyata Gita hanya bisa memakan masakan dari Ibunya karena tidak sengaja Ibu datang dan membawa banyak makanan.

Jadi ya begitulah akhirnya selama satu bulan dia tinggal di rumah orang tuanya dan aku hanya bisa mengunjunginya dua hari sekali. Sungguh, itu adalah sebuah hal yang tidak bisa ku lakukan lagi. Berpisah dengannya dan tak bisa menyentuh kulit dan menghirup aroma tubuhnya, adalah penyiksaan tersendiri untukku.

Tapi, akhirnya sih hanya satu bulan karena setelah itu Gita merasa sudah baikan. Namun sebagai gantinya, Gita yang tak mau berpisah denganku. Sama sepertiku, katanya hanya aroma tubuhku yang bisa menenangkan dan dia selalu ingin dielus-elus perutnya. Kadang aku berpikir, seperti apa nanti wujud anak kami, kenapa dia begitu manja sekali saat di dalam perut ibunya.

Tapi tidak apa-apa, mungkin ini cara malaikat kecil kami untuk membuat orang tuanya selalu bersama. Sungguh menggemaskan, aku jadi tidak sabar menantikannya menyapa dunia.

WILL YOU LEAVE ME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang