Dion
Mbok Inayah dan tiga pembantu rumah tangga lainnya mendengarkan instruksi dari Gita yang tengah mengajarkan dasar-dasar melukis pada mereka. Semenjak Gita memilih berdamai dengan hobinya itu kini dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan peralatan melukis. Bahkan kini dia juga mengajari para pembantu rumah tangga secara Cuma-Cuma.
Bukan itu saja, beberapa bulan ini dia juga terlibat aktif di sebuah komunitas amal yang dibentuk oleh rekan-rekannya dulu saat kursus. Kegiatannya sih lebih banyak dalam kegiatan sosial seperti memberi les melukis gratis untuk para anak jalanan sampai membuat mural di sekolah-sekolah dan panti asuhan.
Pertemuannya dengan Mister Slamet yang tidak disengaja di sebuah mall Ibu Kota benar-benar mengubah Gita lebih jauh. Aku tidak tahu sejauh mana hubungan mereka karena sepertinya Mister Slamet sangat bisa memahami Gita bahkan melebihi diriku sendiri. Aku bahkan seringkali cemburu karena Gita juga sangat mengagumi maha gurunya itu.
Pembentukan komunitas itu juga atas ide dari Mister Slamet supaya Gita bisa merasa lebih baik dan berguna bagi sesama. Tentu saja ide itu ku sambut dengan baik dan beruntungnya anggota kursus yang lain juga setuju. Masalah finansial bukan menjadi halangan bagi mereka, tentu saja, bagi mereka yang ikut les melukis dengan biaya puluhan juta rupiah, menyumbangkan uangnya hingga nominal yang tidak sedikit tidaklah sulit. Tahapan hidup mereka bukan untuk bertahan hidup melainkan sudah berada di puncaknya yaitu aktualisasi diri. Dan dalam waktu sekejap, komunitas itu kini sudah bertindak banyak terutama di penjuru Ibu Kota.
"Kak, nanti malem jadi ikut kan?" Tanya Gita yang masih membersihkan tangannya dari noda cat
"Iya, jam tujuh malem kan?"
"Aku udah nggak sabar lihat karyanya Mister Slamet" ucapnya antusias
Seminggu yang lalu kami mendapatkan undangan dari Mister Slamet untuk datang ke pamerannya di sebuah hotel bintang lima. Tentu saja Gita sangat antusias untuk datang karena katanya dia sudah lama tidak datang ke acara pameran macam itu.
Dan inilah kami sekarang, berada di tengah-tengah ruang pameran yang masih cukup sepi karena kami datang tepat waktu. Entah apa yang menarik, tapi semenjak di luar hotel sampai di dalam sudah banyak wartawan yang datang untuk meliput.
"Hai Gita, kamu datang sangat tepat waktu" Mister Slamet menyalami kami
"Saya cukup terkejut kalau di awal pembukaan sudah ada yang menawar lukisan Anda Mister. Karya Anda memang tidak pernah mengecewakan" Ya di luar tadi telah ada pengumuman kalau beberapa karya Mister Slamet sudah terjual dengan harga yang cukup fantastis.
"Ya, kamu bisa lihat sendiri. You look so well, Gita"
"well, maybe because i already found the happiness, Sir"
"Saya senang akhirnya kamu bisa seperti ini. See, life isn't that bad, huh?"
"You right, thank you"
Aku mengelus punggung Gita, mendengarkan mereka bercakap terasa menyenangkan apalagi saat Gita mengakui kalau saat ini dia sudah bahagia dengan kehidupannya.
"Baik, saya harus menemui kolega yang lain. Saya tinggal dulu ya, selamat bersenang-senang" Mister Slamet akhirnya meninggalkan kami berdua. Tidak menunggu lama, Gita menggandeng tanganku untuk melihat satu per satu lukisan yang menempel di dinding.
Langkah kami terhenti pada sebuah lukisan dan Gita menatapnya dengan intens. Dadanya berkembang kempis lebih cepat dan senyumnya menyungging. Sepertinya dia sangat takjub dengan objek di depannya. Tertarik, aku juga ikut memandangi lukisan itu namun kali ini kedua alisku bertautan dan kembali melirik Gita yang masih terperangah. What the hell is that?
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL YOU LEAVE ME?
RomanceAttention!! Mengandung unsur dewasa baik adegan atau konfliknya. Bijak dalam membaca Cerita singkat mengisahkan seorang wanita yang intorvert yang tidak bisa memberitahukan isi hatinya karena dibayang-bayangi oleh kejadian di masa lalu. Dia akhir...