Dion
Sepertinya tidak ada hari yang lebih membahagiakan seperti hari ini. Ya, setelah melakukan serangkaian observasi oleh Tim dokter yang menangani Gita akhirnya mereka memberi keputusan bahwa Gita sudah boleh pulang ke rumah. Meskipun Gita masih harus tetap dipantau dan melakukan routine medical chek-up secara berkala.
Senyumku dari tadi terus mengembang, bahkan para dokter terus menggodaku sedari tadi namun mereka juga menyemangatiku mengingat aku memiliki banyak andil untuk kesembuhannya secara penuh. Ya, benar apa kata mereka, aku masih harus berjuang keras supaya Gita bisa benar-benar sembuh.
Aku menggenggam tangan Gita dan kami berjalan bersama menuju mobil yang sudah disiapkan untuk menjemput kami. Seperti tahanan yang baru keluar dari penjara, akhirnya aku bisa bernafas lega dan menghirup udara dalam-dalam.
Kalau kalian bertanya bagaimana dengan perasaan Gita? Sejujurnya aku pun masih belum bisa memahami karena dia masih menampakkan wajah datar seperti biasa. Namun tidak apa, dia memang masih belajar untuk menampakkan emosinya perlahan-lahan.
Setelah hampir satu jam di mobil karena jalanan cukup macet akhirnya kami sampai di apartemen. Para pegawai apartemen yang kebetulan ada di meja resepsionis memberi salam pada kami dan aku menyambutnya dengan senyuman hangat.
"Pak Dion dan Ibu Gita, lama nggak kelihatan' Ucap salah satu resepsionis. Aku menoleh ke arah Gita yang masih tidak berekspresi namun tangannya semakin kuat memegang tanganku. Mungkinkah dia takut?
"Iya, kami masuk dulu ya" Aku berpamitan dengan mereka dan menuntunnya ke lift. Di sampingku dan Gita ada dua orang yang membawa barang-barang kami dari rumah sakit.
Dan akhirnya kami sudah masuk di dalam apartemen. Aku menyuruh dua orang tadi untuk menaruh koper dan menyuruh mereka pergi. Lalu aku mencari Gita yang ternyata sedang berdiri terdiam. Aku agak bingung saat menatapnya, wajahnya terlihat sayu dan sendu. Dia melihat sekeliling begitu pula denganku. Apartemen ini bersih meskipun telah ditinggal lama karena selalu ada yang membersihkannya.
Tiba-tiba saja Gita berhenti saat dia menatap pintu kamar kami. Awalnya aku tidak tahu kenapa, namun wajahnya yang semula datar berubah menjadi ketakutan dan terlihat tangannya bergetar. Beberapa saat kemudian aku sadar, mungkin dia masih ada trauma di tempat ini. Aku segera merogoh kantung celanaku dan mengambil ponsel.
"Kamu masih di bawah?" Tanyaku pada sopir yang menjemput tadi
"Masih pak"
"Oke, siap-siap di depan. Aku segera ke bawah" Tanpa pikir panjang aku segera menarik tangan Gita dan menuntunnya keluar. Aku merutuki diri sendiri kenapa bisa bodoh mengajaknya ke sini, ke tempat di mana banyak kenangan buruk itu tercipta.
Kami masuk ke dalam mobil dan aku menyuruh sopir untuk menuju ke rumah papa. Aku juga menghubungi papa terlebih dahulu untuk tinggal sementara di sana. Aku terpaksa harus ke sana dulu karena aku tidak tahu harus ke mana, yang penting aku harus menjauhkan Gita dari tempat itu.
Aku mengelus kepala Gita yang kini terkulai di pangkuanku. Dari deru nafasnya yang teratur, aku menyimpulkan kalau sepertinya dia sudah tertidur. Aku harus menjual apartemen itu dan mencari tempat tinggal baru. Aku memang harus memulai semuanya dari awal selayaknya kami baru pertama kali bertemu.
Sesampainya di rumah papa, aku menggendong Gita yang masih tertidur dengan gaya bridal style masuk ke dalam rumah. Ternyata papa sudah menyambut kami dan aku langsung membawanya ke kamarku dulu di lantai dua.
Aku menidurkan Gita yang masih nampak pulas, aku mencium lembut pipinya dan mengusap rambutnya. Memandanginya tidur seperti ini saja sudah membuatku bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL YOU LEAVE ME?
RomanceAttention!! Mengandung unsur dewasa baik adegan atau konfliknya. Bijak dalam membaca Cerita singkat mengisahkan seorang wanita yang intorvert yang tidak bisa memberitahukan isi hatinya karena dibayang-bayangi oleh kejadian di masa lalu. Dia akhir...