WYLM-13

5K 241 3
                                    

Dion

Sudah lama aku tidak mengajak Lauren jalan, apalagi dengan statusku sekarang yang sudah menjadi suami orang. Aku harus ekstra hati-hati untuk mengajaknya hanya untuk sekedar ke mall seperti saat ini karena bisa jadi ada orang yang melihat kami. Untung saja aku tidak pernah mengajak Gita jalan atau datang ke pesta jadi orang-orang juga pasti tidak mengenalnya. Sedikit aman buatku saat jalan bersama Lauren yah meskipun kami tidak bisa seenaknya sendiri bisa-bisa ketemu papa dan habislah aku.

"hon, beliin ini ya?" Tangan Lauren masih bergelayut manja di pinggangku, ya seperti biasanya dia kalau ada maunya.

"yang mana?"

"ini hon, ya ya?" Dia menunjukkan sebuah tas kecil berwarna merah yang kini ada di tangannya. Harga tas kecil yang mirip dengan dompet diberi tali rantai itu bahkan dua kali lipat dari biaya kursusnya Gita. Aku bahkan tidak melihat apa yang spesial dari tas itu namun mungkin karena kami ada di dalam toko "Louis Vouitton" jadi harganya semahal itu.

"oke ambil aja", akhirnya aku mengiayakan apa yang dia minta. Tidak apa sesekali aku memberi apa yang dia mau karena selama ini dia sudah memberikan apa yang aku butuhkan. Aku sepertinya tidak pernah melihat Gita menggunakan tas seperti ini, apa dia punya? Tas mahal yang aku beri waktu seserahan dulu juga sepertinya tidak pernah dia pakai. Ah ya kenapa aku harus menanyakan ini, bukannya aku memang tidak pernah melihat dia pergi? jadi aku juga tidak tahu tas apa yang dia gunakan.

"mmm,, hon, kayanya aku mau beli juga yang ini" aku menunjukkan sebuah handbag warna hitam, dari awal aku masuk ke toko ini tidak ada yang menarik perhatianku selain tas hitam itu. Entah kenapa sepertinya itu cocok untuk Gita yang pendiam dan penurut.

"buat siapa? istri kamu?" aku mengangguk mantap, Lauren sepertinya cukup terkejut karena dia masih tak bergeming di tempatnya saat ini.

"tumben, are you in love with her?"

"wow, jealous hm?"

"sedikit" aku menoleh mendapati Lauren sedang memasang wajah juteknya, jadi dia beneran cemburu?

"hon, my love is you, you know it"

"really? jadi aku bukan hanya sekedar teman tidur sekarang?"

"kamu teman tidur yang aku cintai", jawabku menyambar bibir manisnya itu sekilas. Lauren menepuk pundakku kesal namun juga terkikik. Membuat wanita bahagia itu memang tak perlu banyak hal, hanya gombalan ringan saja sudah melambungkannya ke atas langit. Benar kan?


"Eh anyway, kamu tahu Mister Slamet?" tanyaku pada Lauren, pertanyaan itu tiba-tiba muncul seketika saat aku ingat biaya kursus Gita di tempatnya itu.

"Siapa? Kamu punya supir baru?" Aku tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Lauren. Lepas sekali tawaku kali ini sampai seluruh orang di dalam sini memandangi kami. Lauren menepuk-nepuk pundakku pelan dan memasang pandangan malu karena menjadi pusat perhatian.

"kamu kenapa sih?"

"enggak, lucu banget tau"

"apanya sih yang lucu?"

Andai saja Gita mendengarnya pasti dia juga sedang tertawa eh atau malah bengong kaya kemarin karena mendapati kenyataan bahwa tidak ada yang mengenal Mister Slamet selain dirinya sendiri. Aku sih masih mending hanya bertanya siapa itu Mister Slamet tapi ternyata Lauren lebih parah yang menebak itu supir baruku.



Aku tertegun saat membuka pintu kamar yang kosong di dalamnya. Ini aneh, biasanya Gita akan menyambutnya di ruang tengah atau di kamar tapi dia tidak ada. Aku mencarinya di kamar mandi pun tidak ada, di manakah dia? Mungkin dia sedang di dapur.
Namun ternyata dapur pun kosong. Hembusan nafas berat keluar dari hidungku dan sayup-sayup aku mendengar suara orang yang sedang bersenandung kecil. Ternyata Gita ada di balkon sedang berkutat dengan kanvas dan kuasnya. Rambutnya diikat sembarangan namun masih ada sisa-sisa rambut yang lepas dari ikatannya. Dia terlalu asyik dengan lukisan itu sampai kehadiranku tidak dirasakannya bahkan dia sedang bersenandung pelan dan bibirnya sesekali tersenyum.
"Kak Dion sudah pulang?", tanyanya sedikit kaget saat menoleh dan mendapatiku di belakangnya.

"hmm" aku mengangguk dan menjawab pelan

"kenapa di sini? apa kamu tidak dingin?"

"enggak kak, aku suka di sini. lebih nyaman untuk melukis"

"jadi kamu senang bisa melukis?"

"banget, terima kasih kak akhirnya aku bisa melukis lagi", ada denyut tersendiri saat melihatnya tersenyum bahagia seperti ini.

"apa yang kamu lukis?"

"ahh bukan apa-apa, aku hanya melukis apa yang terlintas di fikiranku saja",


aku menatap lukisan kanvas di depan Gita, sebuah lukisan yang menentramkan jiwa yang melihat. "memangnya apa yang kamu fikirkan?""mmm, aku berfikir kalau itu kita kak, maaf kalau lukisanku tidak bagus",

 "memangnya apa yang kamu fikirkan?""mmm, aku berfikir kalau itu kita kak, maaf kalau lukisanku tidak bagus",

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

source: https://www.artistsandillustrators.co.uk/IngridaGrosmane/artwork/67132


aku mendengarnya, cukup jelas kalau suaranya bergetar dan matanya berkaca-kaca saat mengatakan yang terakhir itu. Ku lihat lagi lukisan itu, kali ini dengan seksama. Dia berharap kami seperti itu, bisa berjalan berdua dan aku merangkul pinggangnya mesra. Hanya kami berdua seakan kami menuju ke sebuah arah yang lebih cerah di depan sana. Meskipun terlihat dari belakang, namun sepertinya Gita menggambarkan kami adalah pasangan yang bahagia di lukisan itu.


Aku tidak mau melihatnya lagi, lebih baik aku pergi ke kamar daripada harus melanjutkan pembicaraan yang melankolis ini. Gita, dia sudah meruntuhkan pertahananku perlahan-lahan. Aku jelas mengerti dan mau mengakui kalau benteng yang ku bangun kokoh kini sudah retak sebagian karena saat ini dadaku terasa sedikit sesak dan ada peluh bening mengalir dari kedua sudut mataku.


Gita


Apa yang ku katakan itu salah? apa lukisanku jelek? kenapa Kak Dion pergi ketika aku mengatakan bahwa lukisan ini adalah kita berdua? Ah ya, dia mungkin tidak suka dengan adanya aku dan dirinya di dalam lukisan ini. Dia belum berubah. Dia tetap tidak bisa menerimaku, menerima pernikahan ini. Aku masih tetap terpinggirkan dari hati dan dunianya.Lukisan ini tadinya aku lukis dengan senandung lagu cinta dan bahagia kini menjadi lukisan sendu saat aku melihatnya lagi. Ini semua salahku, aku memang tidak pernah pantas bersanding dengannya.

WILL YOU LEAVE ME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang