Dion
Jujur sebenarnya aku enggan pulang malam ini tapi bagaimana lagi ada beberapa berkas penting di sana yang harus ku periksa. Menghadapi Gita adalah masalah lain yang tidak mudah apalagi setelah kejadian semalam dan penolakanku tadi pagi. Aku mendengus kesal meraup wajahku kasar, rasanya seperti ada sesuatu yang harus segera aku singkirkan.
"Kak, tumben pulang cepet", Gita masih setia menyambutku pulang dengan hangat, sepertinya dia juga kaget karena aku pulang secepat ini.
"iya kerjaan udah beres di kantor", jawabku datar
"mandi dulu Kak, aku siapin makan malam ya", ah lagi-lagi responnya di luar ekspektasiku, aku kira dia akan marah atau mendiamkan aku, nyatanya dia tetap sama. Gita selalu tersenyum dan melayaniku dengan baik. Andai saja aku mencintainya pasti aku jadi orang yang paling bahagia saat ini.
Rasa penat yang seharian hinggap sebagian telah hilang saat aku selesai mandi. Entahlah air hangat tadi seperti meluruhkan berbagai lelah dan membuatku fresh kembali. Aku menghampiri Gita yang tengah menyiapkan makan malam di dapur. Ini pertama kalinya aku melihat dia memasak di dapur, biasanya aku hanya duduk di meja makan karena semuanya sudah siap.
"maaf kak, aku nggak tahu kalau kak dion pulang cepat, jadi aku masak seadanya",
aku mengangguk dan mengamatinya membawa beberapa piring bersisi makanan. meskipun dia bilang tidak masak banyak toh nyatanya kini ada beberapa jenis makanan di hadapanku. Ada sayur dan juga aneka lauk di sana. Aku tidak tahu apa perasaan ini, tapi rasanya aku,,,,....... terharu.
"Kak kenapa diam saja? nggak suka sama menunya?" Aku terbangun dari lamunanku barusan, sebenarnya apa sih yang sedang ku fikirkan?
"aku suka", sepiring nasi kini sudah ada di hadapanku, siapa lagi yang mengambilkannya kalau bukan wanita itu yang sudah menjadi istriku. Aku tidak bohong, aku memang suka apa yang dimasaknya. Apalagi tiga bulan ini dia selalu membawakan bekal ke kantor dan sepertinya aku sudah terbiasa dengan rasanya yang enak. Meskipun aku bisa makan siang di manapun aku mau, tapi masakan Gita tidak pernah membuatku bosan dengan menu yang selalu ganti setiap hari. Aish bahkan sekretarisku sampai bengong saat awal aku membawa kotak bekal ke kantor namun sekarang dia juga sudah terbiasa apalagi sekarang dia juga sudah terbiasa saat aku memberikan kue buatan Gita hampir setiap hari.
"Git," Dia mendongakan wajahnya padaku, menunggu kalimat yang selanjutnya akan aku katakan
"Terima kasih", Aku melihat jelas warna merah di pipi itu. Menggemaskan. Dia tidak berhenti tersenyum sejak aku berterima kasih padanya hingga kami larut dalam makan malam ini tanpa ada suara lagi.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Edo: yon, sampein salam dan maaf ke bini lo ya. kemarin gue lupa mau ngomong, kayanya dia sebel banget kemarin liat gue bawa lo mabok.
Aku masih memandangi pesan dari Edo itu, ada sesuatu yang aneh di sana. Berulang kali aku membacanya tapi aku belum menemukan titik terangnya. Bukan karena aku marah dia telah mengajakku mabuk kemarin tapi karena ini bukanlah Edo yang biasanya. Dia tidak pernah menaruh perhatian seperti ini bahkan dia selalu tidak peduli dengan orang lain. Dan ini, tiba-tiba dia meminta maaf pada Gita yang marah padanya, ah bahkan waktu pernah papa lebih marah dari Gita dan Edo tidak menghiraukannya apalagi meminta maaf.
Jangan-jangan Edo menaruh hati pada Gita. Tunggu, kenapa aku memikirkan ini? Bukankan jika ada yang menyukai Gita itu akan lebih baik karena aku jadi tak merasa bersalah lagi? Tapi bagaimana jika Edo memang benar naksir Gita?
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL YOU LEAVE ME?
RomanceAttention!! Mengandung unsur dewasa baik adegan atau konfliknya. Bijak dalam membaca Cerita singkat mengisahkan seorang wanita yang intorvert yang tidak bisa memberitahukan isi hatinya karena dibayang-bayangi oleh kejadian di masa lalu. Dia akhir...