Bab 2

7.2K 667 14
                                    

Satu bulan terlewatkan, untuk koas di rumah sakit yang ternyata milik keluarga besar Umi Sachi.

Aku baru mengetahui nya saat kami ada karya ilmiah dan tante Sachi yang kali itu bisa hadir memberikan sambutanya sebagai direktur utama.

Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah jabatan direktur utama yang di pegang oleh Umi akan digantikan oleh Saka yang baru saja lulus kuliah.

Rasa penasaranku tak seperti biasanya, aku yang terpaut usia dua tahun, dan saat ini aku sedang menjalani masa-masa terakhir koas kemudian Saka lulus sarjana.

"Astaghfirullah, ngapain juga sih ngurusin urusan orang lain"

Kuusap wajahku kasar, sepertinya aku masih terlalu berharap menjadi putri dari Umi, dan menyimpan rasa benci untuk Saka.

"Ais, gue ke kantin sebentar, nanti kalau ada konsulan anak tolong WhatsApp gue ya"

Randi, koas stase anak yang kini terjadwal jaga IGD, bersama denganku yang dari stase kebidanan.

"Siap"

Kuacungkan jempolku, dan melanjutkan menulis laporanku hari ini.

Beginilah rutinitas di IGD jika pasien sudah di antarkan ke ruang perawatan, dan belum lagi ada tanda-tanda pasien baru yang masuk.

Hasil pengamatan ku selama ini, di IGD memang begini, bila satu pasien datang pasti tak berselang lama pasien selanjutnya datang beriringan, sehingga membuat ramai IGD.

Sampai pergantian shift keadaan aman, meskipun sangat ramai bisa kulalui dengan lancar.

Setelah teman penggantiku tiba, aku segera membereskan semua barang-barang miliku, ingin cepat sampai di apartemen dan mengerjakan laporan ku hari ini yang lumayan banyak.

Berjalan melewati koridor yang cukup ramai, naik kelantai atas tempat absensi para koas di ruang PPDS bedah.

Berpapasan dengan beberapa teman, saling menyapa dan kadang mengobrol sebentar.

Sesudah absen kepulangan, kembali menuju lantai paling bawah untuk segera pulang.

Beramai-ramai berjalan dengan teman-teman yang lain, menuju lantai bawah segera mencari taksi online.

"Aisyah"

Saat aku duduk, menunggu taksi online yang kupesan, terlihat kedatangan tante Karin berdiri di depanku.

Segera berdiri mencium tangan adik dari abiku. "Assalamualaikum tante"

Mengobrol dengan beliau di bangku yang tadi kutempati, sambil menunggu om Niko yang memarkirkan mobilnya.

"Koas disini kamu? Mampir kerumah dong Ais"

Terlihat tulus permintaan tante Karin, wanita yang dari dulu selalu berpakaian modis, dengan rambut yang indah, tetapi kini sudah ditutupnya dengan jilbab yang selalu modis juga.

"Loh Ais lagi disini?"

Om Niko tiba dihadapan kami yang sedang mengobrol, menanyakan bagaimana keadaan ku, bagaimana kuliahku.

"Om"

Aku berdiri mencium tangan suami dari tante Karin.

Belum sempat aku menjawab om Niko, tiba-tiba musuh masa kecilku keluar dari gedung rumah sakit.

Mereka ternyata kenal dekat, saling menyapa bahkan terlihat sangat akrab.

Ingin sekali cepat pergi dari sini, tetapi taksi online ku baru saja mengcancel orderanku, dengan alasan terjebak macet.

Tante Karin dan om Niko pamit padaku, dan memintaku untuk mampir kerumahnya dan janji jika ada waktu akan mampir ke apartemenku.

"Nunggu taksi loe?"

Saka kini mendekat di sampingku.

"Iya"

"Bareng gue aja, ada demo macet jalan menuju sini, pasti susah dapat taksi"

Dengan berat hati kuterima tawaran Saka, bagaimanapun aku harus segera sampai apartemen dan kembali mengerjakan tugas kemudian istirahat, badanku sudah terasa tak enak.

Berjalan di belakang Saka, menuju mobilnya yang terparkir. Setelah Saka masuk kedalam dan aku segera mengikuti nya membuka pintu.

"Hehh, gue bukan sopir taksi online ya?"

Protes Saka ketika melihatku duduk pada bangku di belakang.

"Gue naik taksi aja"

Malas berdebat dengan Saka, lebih baik aku mencari taksi di luar saja, menunggu tak apa daripada berduaan dengannya.

Ketika kubuka pintu mobil kembali, Saka kembali berseru.

"Ya udah duduk situ aja loe"

Mobil sudah mulai dijalankan, keluar dari lingkungan rumah sakit menuju jalanan.

"Tempat tinggal loe dimana?"

Kembali Saka bersuara, dan pandangan kami bertemu di kaca spion.

Kutunjukan apartemen tempat tinggalku, yang lumayan jauh dari rumah sakit tetapi tak jauh dari kampusku.

"Loe kenal baik sama keluarga om Niko?"

Saka terlihat penasaran, mungkin tadi dia melihat interaksi ku dengan om Niko dan tante Karin.

"Tante Karin adik Abi aku"

"Beneran?"

Saka terlihat begitu kaget, bahkan sempat menginjak rem karena kaget.

"Iya, adik kandung"

Kembali kujelaskan lebih detail.

"Loe juga kelihatan kenal dekat sama beliau"

Lanjutku menanyakan apa yang membuat ku penasaran.

"Om Niko, mantan bunda dan sekarang keluarga kami dekat menjaga silaturahmi"

Jelas Saka dari depan, yang fokus menyetir.

Perjalanan yang lumayan padat, di tambah jarak yang lumayan jauh, membuatku tertidur tak lama setelah kami mengobrol.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, tetapi saat aku membuka mata. Mobil milik Saka sudah terparkir didepan apartemen, dan dia di bangku pengemudi terdengar bermain game.

"Bangun juga loe?"

Sapa menyadari aku yang terbangun dari tidur.

"Kenapa enggak bangunin sih?"

Kulihat pada arloji sudah sore hari, berari cukup lama aku tertidur.

"Entar gue pegang, loe marah"

"Kan manggil nama juga bisa"

"Sudah seribu kali gue teriaknya"

Saka mulai menunjukkan sifat aslinya, mengajaku berdebat.

Segera saja ku akhiri perdebatan tak jelas ini denganya.

"Terimakasih ya dek Saka"

Sengaja kutekankan kata adik, biar dia tahu sopan santun saat bicara dengan orang yang lebih tua darinya.

"Awas loe ya"

Saka terdengar mengomel, aku hanya bisa tertawa mendengarnya dan menutut pintu mobilnya.









Tbc

I am Aisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang