Berziarah kemakam kedua orangtuaku, Abi dan Umi yang telah pergi menghadap sang khalik.
Air mata kesedihanku lagi-lagi tak tertahankan, dimana saat aku bayi sudah di tinggalkan Umi, dan di rawat oleh nenek dan Abi.
Dan ketika aku remaja, nenek yang merupakan ibu dari Umi ikut meninggalkan ku, begitu pun dengan Abi yang juga ikut menyusul meninggalkan ku sendiri di dunia ini.
Doa anak sholehah, salah satu hadiah untuk orang tua yang sudah meninggal dunia, meskipun setiap saat ku hadiahkan doa untuk beliau, tetapi dengan mengunjungi makam beliau-beliau juga suatu keharusan bagiku, obat rindu.
Sepulang dari makam menuju pesantren ku dahulu, menginap semalam bertemu dengan bu nyai, teman-teman ku mondok dahulu yang kini mengabdi di dalem.
Banyak pengalaman, ilmu baru yang kudapatkan dari sebuah kehidupan yang kita jalani, bahwa memang suatu takdir itu adalah rahasia Allah.
Satu malam menginap di pondok, dan satu malam menginap di rumahku yang kini di huni oleh sepasang suami isteri, yang dahulu bekerja ikut dengan keluarga ku untuk mengurus rumah.
Cukup dua hari tinggal di Jombang, karena beberapa hari lagi aku harus kembali ke rumah sakit, sehingga aku harus segera kembali ke Jakarta.
Dengan di antarkan pak Ratman, menuju bandara di Surabaya, aku akan pergi menuju ke Jakarta.
Dua hari tinggal di Jombang sengaja, ponsel ku matikan karena ingin fokus menikmati hari-hari bebasku.
Kembali ku nyalakan ponselku saat di perjalanan menuju Surabaya, pesan masuk begitu berderet pada ponsel.
Membuka pesan dari deret terbawah, mulai dari group sekolah, kampus, kelompok koas, juga pesan pribadi dari tante Karin, umi Sachi, juga Kikan.
Dari beberapa pesan yang kuterima, sekilah ku terima jika om Niko dan tante Karin sudah memberikan jawaban, lamaran yang di ajukan keluarga Saka.
Umi Sachi banyak mengucapkan terima kasih, pesan yang kini membuat ku merasa bersalah adalah pesan dari sepupuku Kikan.
Tanpa kuduga ternyata Kikan menyukai Saka sejak kecil, dan keputusan ku menerima lamaran dari Saka kini telah menyakiti sepupu perempuan ku.
Ponsel kembali ku matikan setelah membaca beberapa pesan yang masuk, tiba di bandara rasanya menjadi tak ingin kembali ke Jakarta.
Pesawat yang ku tumpangi akan berangkat dua jam lagi, kini air mataku kembali mengalir, menginggat hubungan ku dengan Kikan yang selama ini memang tak akrab, di tambah dengan kini aku menerima lamaran dari laki-laki yang dia sukai.
Keluarga tante Karin adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki, pasti kini aku juga menyakiti perasaan tante yang kumiliki karena aku telah menyakiti sang putri.
Bingung duduk sendiri di bangku tempat tunggu penumpang, menangis sendiri, menginggat keadaan diriku.
"Aisyah"
Dalam lamunan ku yang begitu menyakitkan, tiba-tiba sosok pria dengan perawakan blesteran Indonesia Turki, menyapaku.
"Ya"
"Assalamualaikum, apa kabar"
Laki-laki yang dengan hidung mancung, dengan brewok pada rahangnya, putih tinggi, menangkupkan tanganya.
"Waalaikumsalam"
"Kamu lupa sama aku? Ini Zidan"
Jelasnya menunjukan dirinya, karena aku yang terlihat tak mengenalinya.
"Kita dulu di Aliyah satu team lomba pidato bahasa Arab"
Lanjutnya.
Dan itu berhasil membuat ku mengingat siapa dirinya, dulu kami pernah terlibat dalam lomba pidato, tetapi hanya satu kali dan setelah nya Zidan sudah berpindah ke Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Aisha
RomanceBukan wanita sholehah seperti isteri Nabi, Aku hanya Aisyah, wanita yang masih jauh dari kata sempurna.