Bab 14

6.1K 674 18
                                    

Tau enggak rasanya ketika terbiasa bebas kesana kemari tetapi secara tiba-tiba kebebasan itu terhenti.

Kini aku yang biasanya berangkat ke rumah sakit sendiri bisa santai mendengar kan lagu-lagu galau tanah air versi jawa, lagu religi atau gambus masa kini, sambil menikmati kemacetan ibukota, tetapi kini harus berangkat kerumah sakit  bersama suami dan lagu yang menemani kami adalah lagi rock and roll manca negara.

Asli anak Jawa, lama tinggal di jawa mana mungkin bisa darah kejawaan ku bisa berganti menjadi inggris dengan jenis lagu metal.

"Mas kamu enggak punya lagu nya via Vallen, Nella kharisma gitu"

Menoleh kearah ku dengan alis yang di tautkan, mungkin tak familiar dengan artis yang ku katakan.

"Enggak ada tapi kalau Didi kempot ada"

Hampir satu bulan berangkat kerumah sakit, selalu kutahan untuk tak bertanya kepada Saka tanpa kuduga ternyata Saka memiliki banyak lagu-lagu jawa jenis ambyar.

"Kenapa enggak dari kemarin-kemarin gue tanya nya"

Guman ku lirih sambil mengganti kaset lagu galau yang mampu membuat kita berlinang air mata kala menghayati nya.

Dengan terkekeh Saka mengusap kepalaku dengan tangan kirinya, sambil mengomentari tentang selera musiku.

"Lulusan pesantren suka juga sama dangdut?"

"Bukan lagu dangdut yang geje kok, lagu-lagu jawa yang mewakili perasaan ini mas"

Perjalanan menuju rumah sakit yang terasa begitu hangat, dengan mendengarkan musik yang kumengerti serta suara sumbang Saka yang ikut melantur lirik jawa, yang kini kuketahui dia ternyata bisa berbahasa Jawa meskipun tak selancar sang bunda dan eyangnya.

Memarkirkan mobil pada tempat khusus yang memang di sediakan untuk para staf rumah sakit.

"Nanti makan siang bareng mas ya"

Bukan pertanyaan tapi ini permintaan suamiku, yang meminta sang isteri untuk menemaninya makan siang.

"Ketemu di kantin belakang aja ya mas"

Kami berdua berjalan beriringan menuju tangga yang menghubungkan lantai atas, sengaja setiap pagi kami melalui tangga bukan lift karena ingin berolahraga.

Sampai di lantai tiga dimana lantai ruang dinasku, dengan masih saling bergandengan tangan, aku teringat akan sesuatu yang harus kulakukan.

"Mas, sampai sini saja kamu keatas saja langsung"

Saka berhenti melangkah, dan kini menatap ku dengan wajah penuh tanya nya.

"Mas, Ais malu di godain orang-orang"

Sedikit merajuk manja, entah kenapa aku kini jadi sering bermanja dengan Saka, mungkin karena telah merasa nyaman bersama nya.

"Sama suami sendiri ngapain malu sih"

Tak mengerti dengan yang kuhadapi beberapa waktu yang lalu, saat seisi ruanganku mengetahuinya apa yang kulakukan dengan Saka di ruang penyimpanan peralatan kebersihan.

"Nurut aja deh mas, sana cepetan naik"

Kudorong Saka menuju tangga yang akan menuju lantai empat, tetapi kesialan pagi ini kudapatkan kembali.

Saat tiba-tiba pintu lift dari lantai dua terbuka, dokter Hendra keluar dengan senyum menggoda kami.

"Masih pagi dorong-dorongan di tangga aja ini pengantin baru"

Dokter yang merupakan mantan kekasih ibu mertuaku serta sahabat bunda ini selalu saja berhasil membuat ku malu karena di godanya.

"Om jangan bikin gosib ya"

Suara Saka membuat dokter Hendra terkekeh, sepertinya hendak kembali menggoda kami yang kini berada di depan nya, tetapi tindakan yang dilakukan Saka seketika membuat beliau mengomel akan kekalahan nya tak mampu membuat kami malu.

Cup

Kecupan pelan di pipiku, oleh bibir Saka yang sengaja di lakukan untuk membalas godaan dokter Hendra.

"Asem, anaknya Sachi ini"

Omelan dokter Hendra dengan pergi meninggalkan kami yang kini tertawa terbahak melihat beliau yang salah tingkah sendiri.





Tbc

I am Aisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang