"kamu pakai jilbab?"
Pertanyaan Saka membuatku menoleh kearah sofa, saat baru saja aku keluar kamar mandi untuk mengganti bajuku dengan baju santai dan jilbab instan.
Terlihat Saka terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
Kulanjutkan menaiki ranjang yang sebelumnya tadi telah kubersihkan dari taburan bunga yang sudah berantakan karena ulah Saka.
Saka berjalan kearahku, meletakan ponselnya di atas nakas, serta melepas jam tangan yang pakai nya.
"Kamu ganti baju di kamar mandi sana"
Saat Saka melepaskan kancing-kancing bajunya, sungguh tak tahu apa jika aku sudah berkeringat dingin sejak masuk kedalam kamar ini.
"Halahh, ada-ada aja ni cewek satu"
Meskipun mengomel, Saka tetap menuruti perintah ku, mengambil baju ganti menuju kamar mandi.
Tidur miring memeluk guling, sambil tangan bermain ponsel menggeser layar untuk berpindah aplikasi.
"Kamu mau tidur?"
Saka duduk di sisi ranjang yang lain, kemudian menyalakan televisi.
"Istirahat, nanti malam kamu bakalan capek"
"Heh"
Aku menoleh kearah Saka yang juga tersenyum kearahku.
"Nanti kan tamu undangan nya banyak pasti capek salaman"
Lanjutnya yang dengan terbahak, sungguh tak jelas Saka ini.
Aku sungguh tidur nyenyak siang ini, hingga suara adzan dari ponselku pertanda masuk waktu dhuhur telah tiba.
Saka ternyata ikut tidur pulas di sampingku dengan televisi yang masih menyala.
"Ka Saka sholat dhuhur"
Saka menggeliat, kemudian membuka mata dan tersenyum menyapaku.
"Sholat dulu"
Kembali aku berucap, dan masuk kedalam kamar mandi untuk berwudhu.
"Jamaah ya, tunggu aku ambil wudhu"
Saka sudah berdiri di depan kamar mandi, membuat ku terpekik kaget saat membuka pintu.
Pertama kali sholat berimam kan suami, bacaan sholat Saka cukup bagus, meskipun tak setartil para lulusan santri pesantren tetapi untuk Saka yang notabene nya tak pernah masuk pesantren cukup luar biasa.
Saka menjulurkan tanganya kebelakang agar aku mencium tanganya, kemudian kembali Saka mengecup keningku.
Lagi-lagi Saka terkekeh, entah kenapa menjadi sedikit gila ni anak sejak tadi siang.
"Ka, kemarin katanya puasa?"
Saka yang hendak naik keatas kasur, berhenti dan menoleh kearah ku yang merapikan kerudung.
"Batal, gara-gara ayah"
Kuatautkan alisku, kenapa menjadi ayah Satria yang di salahkan.
"Habis ijab kabul, ayah kasih aku air mineral suruh minum, katanya aku pucat kayak mayat"
Kini aku yang terbahak mendengar kan Saka bercerita, jadi memang Saka sejak kemarin tak enak makan karena gugup, hingga tadi saat akad nikah dia sudah bergetar karena terlalu gugup, dan selain tangan dinginya sama seperti ku wajah Saka pun terlihat pucat, maka dari itu oleh ayah Satria di suruhnya Saka minum sebelum menemuiku untuk bersalaman.
"Sampai segitunya kamu gugup"
"Resek ya kamu, awas aja nanti"
Marah atau malu, Saka meninggalkan ku masuk kedalam selimut karena aku masih belum bisa berhenti untuk menertawakan Saka.
*****
Waktu sudah beranjak sore, dan petang pun tiba kembali berjamaah magrib bersama Saka saat masuk waktu awal sholat.
Karena harus kembali menerima makeup dari sang penata rias pengantin profesional sebentar lagi, karena acara resepsi akan di gelar pukul delapan.
Segera menuju ruangan untuk semuanya bersiap-siap, karena tante Karin sudah menungguku disana.
Kembali berdandan yang tak biasanya, memakai alis, memakai pewarna kelopak mata, hingga pemerah pipi.
Jilbab yang menutupi kepalaku, dililitkan kesana kemari agar menjadi semakin indah, apalagi dengan di tambah kan mahkota untuk menambah kesan ratu malam ini.
"Bund, Ais belum buka puasa loh"
Suara Saka dari arah pintu, menginggat kan sang bunda yang memang ikut berada di ruang ini berdandan bersama para wanita.
Aku tadi hanya membatalkan puasa dengan minum air mineral, dan kemudian langsung berjamaah bersama Saka dan belum sempat aku memesan makanan panggilan tante Karin untuk meminta ku keruang ini.
"Udah aku pesankan mbak"
Tante Karin menghentikan langkah bunda, yang hendak memesan makanan untuku.
Akhirnya aku mengisi perutku, dengan di suapi bunda Sachi, sambil menunggu acara di mulai.
Saka kini masuk kembali keruangan ini, menarik kursi untuk duduk di depan ku dan bunda.
"Kamu sudah buka puasa bang?"
Pertanyaan bunda membuat ku terkekeh, begitu pun dengan Saka yang tersenyum malu.
"Tanya ayah deh Bun"
Jawaban Saka membuatku semakin tertawa lebar, dan membuat Saka mencubit hidung ku.
"Apaan sih ni anak berdua, masih saja bertengkar"
Bunda menegur ku dan Saka, kemudian memberikan ku air mineral yang kembali membuatku ingat jika Saka batal puasa saat di berikan air mineral oleh sang ayah.
"Jangan ember kamu, aib suami itu di tutupin"
Saka sedikit terkekeh mungkin dia kini juga menertawakan dirinya sendiri, saat melihat air minum yang kugoyangkan di depan matanya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Aisha
RomanceBukan wanita sholehah seperti isteri Nabi, Aku hanya Aisyah, wanita yang masih jauh dari kata sempurna.