Bab 20

6.2K 614 25
                                    

Siang ini aku telah berada dalam salah satu ruangan poli kebidanan, Bunda sudah duduk pada samping brangkar menghadap layar USG.

"Alhamdulillah, mau jadi nenek nih Bunda"

Seruan beliau dengan tangan, membersihkan perutku dari gel, kemudian menolong ku untuk bangkit duduk, dan memeluk ku erat.

"Ais beneran hamil Bun?"

Kuterima selembar foto USG yang tergambar kan dua kantong.

"Ini gemeli Bun?"

"Iya sayang, kembar calon cucu Bunda"

Tangis bahagia kami berdua, saat berpelukan kembali, membuat Saka yang baru saja masuk kedalam ruangan menjadi panik.

"Ada apa sayang, kenapa Bun kok nangis semua?"

Kuberikan hasil cetak USG pada Saka, tentu saja Saka tak mengerti apa maksud di dalamnya.

"Sayang"

Kutarik tangan Saka agar mendekatiku, di depan bunda tak lagi aku malu untuk sekedar memanggil Saka dengan sebutan sayang, dan memeluk nya.

"Aku hamil kembar"

Menangis bahagia dalam pelukan Saka, bisa kurasakan Saka juga berbahagia mendengar kabar bahagia ini.

"Alhamdulillah, selamat sayang, terimakasih ya"

Ucapan syukur bertubi-tubi dari Saka atas kehamilan ku, terdengar begitu bahagia.

Bunda telah duduk pada kursinya, menuliskan resep vitamin untuku.

"Abang Saka"

Panggilan Bunda untuk suamiku, karena Saka masih tetap berdiri pada samping tempat ku duduk, dengan mengecupi perutku.

"Ya Bun?"

"Puasa dulu ya, biar cucu bunda kuat dulu"

Sedikit malu rasanya di berikan edukasi oleh ibu mertua tentang hubungan seksual, mungkin jika dengan dokter lain aku akan biasa saja, tetapi ini bukan sembarang dokter melainkan ibu mertua ku sendiri.

"Senin Kamis Bun?"

Rasa malu ku hilang, mendengar pertanyaan Saka, maksud puasa dari bunda bukan lah puasa sunah, melainkan puasa untuk berhubungan suami istri tetapi tak di mengerti oleh sang putra.

Dengan dibantu Saka aku turun dari ranjang pemeriksaan, kemudian kami berdua duduk pada kursi di hadapan bunda, seperti layaknya pasien.

"Puasa _"

"Biar Ais yang jelasin Bun"

Kusela bunda, sebelum menyelesaikan kalimatnya, rasanya sungguh malu jika sampai membahas hal itu di hadapan mertua.

Tawa bunda menggema, mungkin karena melihat diriku yang kini malu-malu, dan melihat sang putra yang kebingungan tak mengerti maksud dari kami berdua.

"Apasih sih Yang?"

Kubisikan lembut pada telinga Saka jika puasa berhubungan badan, raut wajah Saka pun memerah, mungkin dirinya juga malu dengan sang bunda.

Dengan menggaruk leher nya yang tak gatal, Saka bertanya lirih pada bunda.

"Sampai kapan Bun?"

Kucubit pinggang Saka, berani-beraninya tanya sampai kapan.

Dengan menahan senyumnya, bunda melihat kami bergantian, kemudian bukan menjawab pertanyaan Saka melainkan bercerita hal lain, yang sungguh membuat terharu.

"Sudah tua Bunda, kalian sudah dewasa, mau punya anak, tak bunda sangka bisa bahagia memiliki kalian sampai di titik ini"

Bunda mengetuk-mengetukan bolpoin pada meja, pandangan nya menerawang jauh entah kemana, kemudian melanjutkan kalimatnya.

"Bunda bahagia bisa melihat anak-anak bunda bahagia"

Aku dan Saka tak mengerti dengan yang telah bunda alami, hanya saja wajah bahagia nya kini sedikit memudar, matanya memerah dari sudut matanya telah ada cairan bening.

"Kalian harus bahagia, jaga komunikasi, rumah tangga itu bukan terisi kesenangan semata, melainkan ada bumbu yang masuk kedalamnya"

Pandangan beliau beralih pada Saka, setelah mengusap air matanya yang telah sukses turun ke pipi.

"Abang, isteri itu bukan sekedar teman di atas ranjang, dia partner hidup yang akan menemani kamu mencari bekal ke surgaNya nanti"

"Ngerti kan maksud Bunda?"

Terlihat Saka menggenggam erat tangan bunda, menenangkan sang ibu, mengangguk mengiyakan ucapan beliau.

Tangan bunda satunya meraih tanganku untuk beliau genggam, kini pandangan beliau fokus kepada ku.

"Ais juga, layani suamimu dengan ikhlas, misal ada yang tidak kamu suka akan sikah suamimu maka katakanlah padanya, jangan kamu simpan sendiri, dan jangan kamu ceritakan kepada orang lain jika kamu masih kuat menahannya"

Setelah mengatakan itu semua, pandangan bunda menghadap pada satu titik fokus, pikiran melayang kebelakang, kembali menceritakan sesuatu yang tak pernah kutahu selama ini.

"Bunda pernah di titik merah, kesalahan hidup dengan ayah, dan bunda enggak ingin anak-anak bunda mengulang kesalahan itu"

"Bunda bukan orang baik, tetapi selalu berusaha menjadi orang yang lebih baik"

Sebesar apakah kesalahan bunda dimasa lalu aku tak mengerti, tetapi terlihat jelas jika penyesalan itu begitu besar.

*****

Cerita panjang, nasihat yang benar-benar membuatku terbuka akan kehidupan rumah tangga yang di berikan bunda, yang kurang lebih intinya adalah, jika semua hubungan itu terpusat pada komunikasi, saling percaya dan kejujuran.

Dari pengalaman beliau yang sedikit akhirnya aku tahu dari Saka yang hanya sedikit paham di masa kecilnya, aku tahu jika sebuah usaha tak akan mengkhianati hasil.

Aku tak ingin mengungkit masa lalu, hanya saja Saka bercerita ketika malam ini sebelum akhirnya Saka kini pulas tertidur dengan mendekapku.

Bunda yang sebelum menikah dengan ayah, ternyata kekasih dari Om Niko, suami tente Karin, tetapi entah apa yang terjadi Saka juga tak tahu akhirnya bunda gagal menikah di saat menjelang hari pernikahan, kemudian bunda memutuskan untuk pergi ke pesantren hingga bertemu dengan ku, dan akhirnya menikah dengan ayah di masjid pesantren, dan aku mengingat hari itu, begitu kecewa dengan bunda saat itu yang lebih memilih ayah menjadi suaminya bukan memilih Abi ku.

Dari cerita bunda tadi tentang kenakalan remaja, hingga memberikan nasihat kepada kami jika hubungan kebahagiaan itu bukan hanya di ukur dari ranjang, hingga cerita dari Saka membuat ku berkesimpulan jika bunda pernah berada dalam titik terpuruk, dan beliau sangat menyesali itu dan tak ingin orang lain menjadi beliau di masa lalu.

Memang penyesalan itu selalu berada di akhir, dari kisah bunda dapat kita ambil pelajaran jika kesenangan sesaat itu akan menimbulkan penyesalan yang besar di masa mendatang.

Banyak di jaman sekarang status tinggal bersama tanpa hubungan yang sah, berpacaran tetapi selayaknya suami istri, bahkan ada yang berlindung dalam ikatan persahabatan, teman dekat tetapi mereka berkomitmen saling menguntungkan dalam segi seks, sungguh miris bukan.

Pantas saja sekarang bunda mendirikan organisasi tentang edukasi kenakalan remaja, agar tak ada lagi wanita yang menyesal di masa akan datang.




Tbc

I am Aisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang