Satu minggu kujalani sholat istikharah, serta mencoba berkonsultasi dengan bu Nyai di pesantren, melalaui telepon.
Jawaban yang kudapatkan dalam keseharian, mimpiku, semua aku ceritakan kepada bu Nyai, isteri dari Gus Agung, laki-laki yang sempat menaksir Umi dari yang kudengar saat aku sudah dewasa, tetapi malah akhirnya menikah dan jatuh cinta dengan anak buah Umi di pesantren.
Hari ini aku akan kerumah tante Karin, memberitahukan jawabku, sebelum satu minggu lagi aku akan mulai internship.
Mengendarai mobil milik Abi yang sengaja kubawa ke Jakarta sebagai alat transportasi miliku, meskipun sangat jarang kugunakan.
Waktu sore hari bersamaan dengan kepulangan orang kantor, jalanan padat merayap.
Cukup lama terjebak macet hingga akhirnya terbebas dan sampai di kediaman Om Niko.
Keluar dari dalam mobil, bersamaan dengan mobil milik Kikan tiba, mobil yang bersopirkan sang adik.
Berdiri menunggu kedua sepupuku turun dari mobil, duduk pada kursi di teras.
"Tumben kesini loe kak"
Sungguh tak ada sopan santun kepada orang dewasa, padahal aku ini kakak sepupunya dan usiaku pun lebih diatasnya.
Berjalan begitu saja, dan masuk kedalam rumah setelah menyapaku dengan pertanyaan 'tumben'.
"Assalamualaikum kak Ais"
Kevin memeluku, setelah kujawab salamnya, dia sangat berbeda dengan sang kakak.
Masuk kedalam rumah bersama Kevin, langsung menuju ruang tengah, sedangkan tante Karin masih di dalam kamar karena sang suami baru saja tiba.
Tak lama tante Karin keluar dari kamar, menemuiku di ruang tengah, setelah kucium tangan beliau, duduk merangkul pundaku disamping kananku.
"Ais gini dong main kesini, kebetulan Kikan pulang"
Memang Kikan baru saja masuk ke universitas di luar negeri, di kampus sang mama dan papa nya dahulu.
"Iya tante"
"Kak Ais nanti nginap sini aja"
Kevin ikut memintaku menginap, memang selama ini Kevin selalu baik, dan menghargaiku sebagi keluarga nya tak seperti sang kakak.
Aku hanya tersenyum menjawab tawaran Kevin.
"Ais ada perlu sama tante juga om Niko"
"Bentar si om lagi mandi, habis ini kita ngobrol di ruangan om"
Tante Karin kini menggandengku menuju ruang kerja sang suami, karena di ruang tengah ada Kevin yang sedang menonton televisi, juga ada ART mereka yang mondar mandir.
Dalam ruang kerja om Niko yang terdapat sofa, kami berdua, aku dan tante Karin mengobrol kan tentang rencanaku yang akan berziarah kemakam orang tuaku besok pagi.
Pintu terbuka, om Niko masuk keruangan yang terlihat segar sehabis mandi.
"Ais, apakabar nduk?"
Om Niko ikut duduk pada sofa single, sedangkan aku dan tante Karin pada sofa panjang di depanya.
"Pah, Ais mau kasih jawaban lamaran bang Satria untuk Saka"
Tanteku satu-satunya kini seolah menggantikan umiku, beliau memang tulus menyayangi ku hanya saja aku kurang nyaman jika tinggal bersama keluarganya.
"Jawaban Ais gimana, nanti om dan tante yang bertamu kerumah keluarga Saka, atau Ais juga ikut bertemu"
Om Niko tipe orangtua yang santai, mengerti anak muda, dan selalu mengajak berdiskusi untuk menentukan keputusan, seperti beberapa tahun lalu, saat tante Karin memintaku tinggal bersamanya tetapi aku menolak.
"Diwakilkan om sama tante saja, besok pagi Ais pulang ke Jombang"
"Terus? Yes atau No ini?"
Dengan sedikit mengajak bercanda, untuk mengurangi ketegangan diruangan.
Kuanggukan kepala sebagai jawaban, seketika kedua pasangan suami istri ini berseru Alhamdulillah.
*****
Pagi hari selepas shalat subuh, ketika kuturun ke lantai dasar apartemen miliku, dengan memegang ponsel yang akan kugunakan untuk memesan taksi online, yang akan mengantarkan ku ke bandara.
"Sstt"
"Ssssstttt"
Saat kudongakan kepalaku dari layar ponselku, terlihat Saka berjalan dari arah depan ku, menggunakan baju Koko juga sarung.
Bukanya mengucapkan salam, atau memanggil namaku, ini malah sat set aja mulutnya, enggak sopan sama orang tua.
"Kemana loe pagi-pagi udah rapi?"
Tanyanya saat kami sudah saling berhadapan dengan jarak yang tak berjahuan lagi.
"Ngapain loe subuh-subuh disini, masih pakai sarung"
"Cieh perhatian banget sama sarung gue"
Jawaban Saka yang tiba-tiba membuat jantungku berdegup kencang, kurang ajar benar dia bisa-bisanya bikin aku malu.
"Gue sekarang tetangga loe, kita satu lantai"
Lanjutnya, menjawab pertanyaan dariku, yang mempertanyakan kenapa bisa dia sekarang berada di gedung apartemen.
"Sejak kapan?"
"Seminggu, kepo banget sih tanya-jawab, naksir ya?"
Kurasa sikap dewasa, dan manisnya sebelumnya hanyalah kedoknya, kini sikap tengilnya muncul kembali seperti waktu kami masih anak-anak dahulu.
Kuhembusakan nafas ku kasar, meninggal kan Saka menuju depan apartemen, menunggu taksi yang kupesan.
"Mau kemana sih loe?"
Saka mengikuti yang berjalan keluar dari lobby.
"Jombang"
"Kok gue enggak tahu, bunda enggak ngomong"
Berdiri di sampingku, bersamaan dengan taksi yang kupesan berhenti di depan kami.
"Loe balik ke Jakarta lagi enggak?"
Pertanyaan nya menghentikan langkahku, untuk memasuki mobi.
Menoleh pada Saka, kembali ku teliti dirinya yang berdiri terlihat sangat dewasa dengan pakaian muslim.
Anggukan kepalaku sebagai jawaban, kemudian masuk kedalam taksi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Aisha
RomanceBukan wanita sholehah seperti isteri Nabi, Aku hanya Aisyah, wanita yang masih jauh dari kata sempurna.