Bab 11

6.7K 682 55
                                    

Capek, benar-benar membuatku lelah malam ini, kakiku kini sedikit lecet karena memakai sepatu hak tinggi itu agar tak begitu jomplang ketika bersanding dengan Saka yang tinggi menjulang.

Tamu undangan ku tak begitu banyak, cukup teman kampusku juga undangan khusus ku untuk keluar pak kyai di pesantren ku dahulu menimba ilmu.

Bunda kembali bertemu dengan gengnya saat di pesantren, dan lebih lengkapnya bertemu juga bunda dengan mantan lelaki yang pernah ingin menjadikan nya istri.

Tamu terbanyak datang dari teman, kerabat dari ayah Satria, juga bunda, bahkan Saka pun tamu undangan nya hanya teman dekatnya saja.

Terasa lelah kini aku berbaring di ranjang setelah mengoleskan salep pada luka di kakiku, begitu pun dengan Saka setelah membersihkan badan dia sudah berbaring di ranjang.

Waktu hampir tengah malam saat aku masuk kedalam kamar, karena harus melepaskan segala pernak pernik di badanku.

"Tolong dong hape ku"

Saka memintaku untuk mengisi baterai ponselnya, yang telah habis di nakas samping ranjang sebelahku.

Lampu kamar sudah kuganti dengan lampu tidur, Saka tertidur miring menghadap arahku yang masih berdiri mencari charger ponselku.

Hingga aku berbaring di samping nya, pandangan Saka masih kearahku dan itu membuat ku menjadi tak nyaman, karena malu.

"Kenapa?"

Saka hanya menggeleng dan tersenyum, tanpa mengeluarkan suara.

"Tidur juga pakai jilbab ya?"

Pernyataan Saka membuatku kembali menoleh kearah nya, yang tidur miring menghadap ku.

"Ehm"

Aku berdehem untuk mengusir kegugupan ku, entah kenapa jantungku kembali berdesir merinding seperti saat-saat hanya berdua bersama Saka.

"Kamu masih butuh aku enggak?"

Pertanyaan yang begitu saja keluar dari mulutku, dan setelahnya aku meruntuki diriku sendiri yang menawarkan sesuatu pada Saka.

Pikiranku yang mengingat wejangan dari Bu nyai saat kami selesai berfoto di pelaminan, jika aku menawarkan diriku kepada suamiku terlebih dahulu akan ada nilai pahalanya sendiri, tetapi rasa gengsiku lebih tinggi dari iming-iming pahala itu, tetapi entah kenapa aku bisa begitu saja menawarkan diri pada Saka.

"Butuh? Maksudnya?"

Saka beruntungnya tak mengerti maksudku, sedikit lega, akhirnya aku kembali berbaring dan memeluk guling.

"Nawarin kok di tinggalin tidur sih"

Ucapan Saka seketika membuat ku mematung, ternyata Saka mengerti maksud tawaranku.

"Kam kamu_"

"Nawarin serius apa basa basi"

Saka memotong ucapanku sambil menarik hidungku, Kini Saka menyangga kepala nya dengan tangan menghadapku.

"Lepas ya?"

Aku hanya mengangguk merespon pertanyaan Saka, dan kini tanganya sudah mulai membuka jilbab ku.

"Cantik"

Satu kata yang begitu besar efeknya bagiku, rambut ku tergerai di hadapan Saka.

Rambut panjang yang rutin kurawat di salon meski aku berjilbab.

"Aku butuh kamu"

Kalimat Saka membuatku semakin gugup, di tambah kecupan di kening ku begitu dalam dan bacaan basmalah serta doa Allahuma Jannibnaasy Syaithoona wa Jannibisy Syaithoona Maa Rozaqtanna.

Akhirnya malam ini aku serahkan sepenuhnya diriku kepada Saka, suamiku, imam ku yang telah dipilih kan oleh Allah untuku.

*****

Pagi ku yang baru, terbangun dengan status menjadi seorang isteri, dari seorang direktur rumah sakit, dialah suamiku, imam yang akan membawaku ke jannah, Saka.

"Pagi sayang"

Wajahku memanas mendengar sapaan Saka, lebih tepatnya panggilan yang di sematkan untuku.

Setelah sholat subuh, kami memang tidur kembali karena sejak kemarin kami memang kurang istirahat, dan baru saja kami bisa memejamkan mata dua jam sebelum subuh tadi pagi.

"Cieh malu-malu"

Cup

Setelah menggodaku, mengecup pipiku yang memang kurasa sudah memerah dan kini kurasa semakin merah.

"Mau sarapan di bawah, apa pesan buat sarapan di kamar"

Aku masih, memeluk guling tidur miring menghadap Saka, sedangkan Saka menghadapku miring dengan menopang kepala nya dengan tangan.

"Terserah kamu aja, eh tapi disini aja males jalan"

"Males jalan atau malas pakai baju"

Sebenarnya setelah sholat subuh tadi bukanya langsung tidur, kami lebih melanjutkan sunah yang kami lakukan semalam, hingga akhirnya kami tertidur dan lupa memakai pakaian kami lagi.

Semakin kutarik keatas selimut yang menutupi tubuhku, hingga kepala, demi menyelamatkan rasa maluku.

Saka kembali menarik selimut agar bisa melihat ku yang sudah sangat malu karena godaan nya.

"Makasih ya"

Membelai kepalaku, sorot mata itu membius ku kembali, saling memandang penuh dengan arti masing-masing.

Seperti terhipnotis oleh Saka, tanganku reflek membelai wajahnya, mulai dari pipi, mata, hidung, hingga bibirnya.

Cekalan tangan Saka membuatku tersadar jika sejak tadi tanganku telah berada di wajahnya nya.

"Kenapa? Terpesona? Jatuh cinta ya?"






Tbc

I am Aisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang