Bab 9

6.4K 642 36
                                    

Malam ini aku tinggal di rumah milik om Niko, karena tante Karin memaksaku tinggal bersama beliau hingga esok dimana hari pernikahan ku.

Akhirnya Kikan bisa menerima keputusan ku dan pilihan Saka, karena memang perasaan itu tak bisa di paksakan.

Masih berkemungkinan besar, Kikan menyimpan rasa sakit hatinya kepadaku dan Saka, meskipun semakin kesini Kikan bertingkah seakan biasa saja, tapi aku bisa melihat sorotan matanya yang terlihat kecewa kepada kami berdua.

Meskipun aku sudah berkali-kali memohon maaf, dan dia selalu mengatakan tak apa-apa, aku sangat mengerti perasaan wanita kepada pria yang telah lama memendam rasa cinta itu tak semudah membalikkan telapak tangan ketika harus melupakan nya.

Aku pun pernah di posisi Kikan, dimana memendam rasa kagum karena aku saat itu masih bisa mengendalikan perasaan ku tak sampai mencintai bukan muhrim ku.

Laki-laki yang bertahun-tahun menjadi sosok penyemangat ku dalam mendalami ilmu agama, sosok laki-laki yang kukagumi kebolehan nya, tetapi dengan sangat mendadak kuketahui kabar jika beliau telah berta'aruf dengan seorang putri dari salah satu pemilik pondok pesantren di Kediri.

Saat itu aku hanya memohon maaf pada Allah jika ternyata aku gagal mengendalikan perasaan ku yang kurasa cukup mengaguminya, tetapi hatiku kesakitan saat mengetahui beliau akan menikah dengan orang lain.

Dan semenjak itu aku tak lagi pernah membuka hatiku, takut akan rasa kesakitan itu kembali kuterima, tetapi pinangan Saka waktu itu mampu mengetuk perasaanku yang sudah lama terkunci.

Sehingga saat kutahu Kikan memiliki rasa pada Saka, kebimbangan ku adalah menyelamatkan Kikan dari rasa sakit seperti yang kurasakan atau menyelamatkan perasaanku sendiri.

Tetapi nasihat Saka dan teman-teman ku, membuat keputusan yang diambil adalah kepentingan masa depanku sendiri.

Malam ini bukan hanya tentang Kikan yang sedang dalam pikiranku tetapi akan pernikahan ku esok hari, yang memang akhir nya berwalikan hakim, karena dari keluarga Abi tinggal tante Karin, ada yang menyarankan untuk waliku adalah Kevin tapi ada yang melarang.

Akhirnya wali hakim yang kuambil sebagai wali pernikahan ku besok.

Entah bagaimana perasaan saat ini, sangat sulit tergambar kan, hingga di waktu dini hari aku masih tak bisa memejamkan mata.

[Kamu bisa tidur? Aku enggak bisa]

Pesan masuk dari Saka, ternyata sama denganku yang sedang sulit tidur, mungkin sindrom pra-nikah.

[Sama]

Tak lama ponselku berdering tanda panggilan masuk.

"Assalamualaikum"

Di seberang Saka menjawab salamku, kemudian menceritakan tentang perasaan nya yang takut membuat kesalahan dalam pelafalan akad nikah besok.

"Kamu habis nangis ya? Kok serak?"

Pertanyaan Saka membuatku berdehem berkali-kali agar tak terlihat jika memang aku selesai menangis.

"Jangan sedih lagi ya, aku jamin ini malam terakhir kamu menangis karena sedih"

Manis, sungguh manis sekali ucapan Saka, bunda Sachi memang berhasil mendidik anak-anak nya menjadi anak yang baik dalam bersikap kepada siapapun.

Saka menceritakan hal-hal yang berbau humor, cerita yang mampu menghibur ku mengalihkan kesedihan ku, hingga akhirnya aku tertidur saat Saka masih antusias menghibur ku.

****

Seusai sholat subuh, perias pengantin telah tiba, karena akad nikah yang akan di adakah di salah satu masjid agung di dekat komplek perumahan pukul delapan pagi ini.

I am Aisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang