"Enggak ... kamu harus kuat, kakak bakalan bawa kamu ke rumah sakit," ucapku membopong tubuhnya.
Gaun pengantin yang ia kenakan, kini berlumuran darah. Sungguh, siapapun orang itu, aku tidak akan pernah mengampuninya.
Dorr ... dorr ... dorr ....
Suara tembakan tim penyelamat, tapi mereka terlambat menyelamatkan istriku. Segera preman-preman itu diringkus oleh mereka, lalu membawa mereka pergi.
"Boni, siapkan mobil!" teriakku kepada salah satu pengawal.
"Kamu akan selamat," lirihku.
Segeraku angkat tubuhnya memasuki mobil, tapi sebelum itu aku meminta agar tidak ada yang ikut bersama kami.
"Ayah sama bunda di sini saja, biar aku yang bawa Fatiah ke rumah sakit. Nanti kalau ada apa-apa, akan aku kabarin secepatnya." Jelasku.
"Tapi nak-...," ucapan mama terpotong.
"Tidak ada tapi-tapian, ma. Mama sama yang lainnya di rumah saja, tenangin para tamu dan juga diri kalian sendiri," ujarku lalu memasuki mobil.
***
Sesampainya di rumah sakit ....
"Dokter!" teriakku.
"Ada yang bisa kami bantu, pak?" tanya seorang perawat.
"Tolong istri saya, Sus. Lakukan yang terbaik, bila perlu datangkan Dokter ahli untuk menangani istri saya. Saya mohon," ucapku sambil meneteskan air mata yang dari tadi kutahan.
"Baik, pak. Kami akan lakukan yang terbaik untuk istri bapak," ucap sang Dokter yang baru saja datang.
Aku pun meletakkan tubuhnya di atas brankar dorong, lalu beberapa perawat membawanya masuk ke UGD.
Setelah mereka masuk, aku tak henti-hentinya berdoa. Semoga wanitaku baik-baik saja, ya Allah. Sekitar satu jam lamanya, aku mondar-mandir di depan ruangan. Tak berselang lama kemudian, Dokter pun keluar.
"Dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanyaku panik.
"Istri bapak banyak kekurangan darah, akibat peluru yang mengenai tubuh pasein. Oleh karena itu, kami harus segera melakukan operasi. Tapi -...."
"Tapi apa, Dok?"
"Kami kehabisan stok darah, Pak. Rumah sakit dan beberapa bangsal, juga tidak memiliki golongan darah yang sama dengan istri anda."
"Apa golongannya, Dok?"
"Golongan darahnya O negetif, pak."
"Kalau begitu, ambil saja darah saya, Dok. Kebetulan golongan darahnya sama," ucapku meyakinkan.
"Baiklah, kalau begitu silahkan ikut dengan suster ini, pak. Ia akan mengambil darah anda," balasnya.
Aku hanya mengangguk, lalu suster itupun menuntunku ke sebuah ruangan. Di sana segalanya dicek, mulai dari tekanan darah sampai golongannya.
"Alhamdulillah, Pak. Tekanan darah anda normal, dan sangat cocok dengan pasein," ujarnya, lalu memasangkan selang tranfusi darah.
Sakit, namun tak sebanding dengan apa yang dia lakukan untukku ...
***
2 jam sudah operasi telah berlangsung, tapi tidak ada tanda-tanda Dokter akan keluar. Aku sudah sangat takut, bila terjadi sesuatu padanya. Kupastikan orang yang telah menembaknya tidak akan selamat.
Lama menunggu, membuatku semakin disulut rasa khawatir, hingga tak sabar menanti Dokter keluar.
Tak berselang lama, Dokter pun akhirnya keluar. Membuatku bertanya-tanya, apakah operasinya berhasil, atau tidak?
"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanyaku hati-hati.
"Alhamdulillah, pak. Kami berhasil mengeluarkan peluru itu, tapi-...," jawabnya menunduk.
Sesaat ada rasa lega mendengar ia telah melewati sulitnya, namun Dokter itu malah menggantung ucapannya.
"Tapi apa, Dokter?" tanyaku lagi.
"Istri bapak mengalami koma," jelasnya.
Mendengar hal itu, aku langsung tersungkur ke lantai.
"Koma, Dok?" tanyaku memastikan.
"Iya pak, dan kami belum bisa memastikan kapan istri anda akan siuman. Kalau begitu saya permisi dulu, pak." Pamitnya.
"Arghh!" Teriakku frustrasi.
"Kenapa harus kamu yang tertembak, dek? Kenapa kamu harus nyelamatin kakak? Kenapa?!" Emosi tak bisa ditahan lagi, aku meninju dinding rumah sakit. Akibatnya tanganku mengeluarkan darah segar.
"Sial, sial. Bodoh kau Reino, bodoh!" umpatku.
Aku mulai bangkit dan jalan sempoyongan menuju masjid rumah sakit, di sanalah tempatku mengadu kepada Robb-ku. Setelah berwudhu, segeraku langsung sholat.
"Ya Allah, kenapa semua ini harus terjadi pada hamba? Apakah hamba melakukan kesalahan? Kalau iya, kenapa istri hamba yang mendapatkan hukuman? Kenapa ya Allah?" Aku bersimpuh dengan deraian air mata.
Sungguh menyakitkan sekali ....
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (TSQ. Al-Baqoroh/2:286).
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Agent (On-Going)
ActionSepenggal cerita tentang seorang Agent Rahasia yang jatuh cinta pada suaminya sendiri. Namun, suaminya belum bisa membalas perasaan itu. Seiring berjalannya waktu, akankah cinta itu tumbuh? Seseorang yang saling mencintai karena ALLAH, akan berpisah...