TSA_8

101 11 1
                                    

Selesai berdoa, aku langsung kembali ke ruangannya. Kutatap sendu wajah pucatnya, yang kini terbaring lemah tak berdaya. Sungguh, butiran embun tak bisa lagi kutahan.

"Dokter, apa saya bisa masuk?" tanyaku pada Dokter yang baru saja keluar.

"Boleh, pak. Tapi jangan lakukan sesuatu yang membuat pasein merasa terganggu," jelasnya yang mendapat anggukan dariku.

Perlahan, kulangkahkan kaki menuju ruangan itu. Bau obat-obatan menyeruak di penjuru ruangan.

Ceklek...

Pintu terbuka olehku. Sambil mengusap air mataku, aku berjalan mendekatinya. Setelah itu, duduk dikursi yang berada di samping tempat tidurnya.

Kuraih dan kukecup tangannya, terasa dingin.

"Dek, bangun. Ini kakak," lirihku.

"Masa malam pertama kita di rumah sakit, 'kan nggak romantis. Oiya, kakak lupa memakaikan cincin ini padamu," ujarku mengeluarkan kotak kecil dari saku celena.

"Gimana? Kamu suka nggak, dek?"

Aku terus saja bicara, meski tau dia tidak akan menjawabnya.

***

Di tempat lain ....

"Yah, kok Reino nggak ngasih kabar?" tanya bunda Fatiah.

"Sabar ya, bunda. Pasti semua akan baik-baik saja. Fatiah tidak selemah itu, jadi dia pasti bisa lewatin ini semua." Ayah menenangkan bunda.

Sementara mama terlihat sangat khawatir, ia dari tadi mondar-mandir tak jelas. Tapi, tiba-tiba mama merasa pusing dan akhirnya tak sadarkan diri.

"Ayah, mbak Faniya pingsan." Bunda berusaha membangunkan mama.

"Mbak, bangun mbak," ucap bunda berkali-kali sambil menepuk pipi mama.

"Sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit, dan cepat hubungi Reino!" Perintah ayah.

Mereka pun membawa mama ke rumah sakit tempat Fatiah dirawat, di tengah perjalanan bunda menghubungiku.

"Assalamualaikum, Nak. Kami sekarang akan ke rumah sakit, mbak Faniya tiba-tiba pingsan tadi."

"..."

"Oiya, bagaimana keadaan istri kamu sekarang?"

"..."

"Baiklah, Assalamualaikum."

Sambungan telepon pun terputus.

"Reino ngomong apa tadi, bund?" tanya ayah yang sedang menyetir.

"Dan bagaimana keadaan Fatiah?" sambungnya.

"Katanya, nanti di rumah sakit baru dia ceritakan semuanya, yah. Sebaiknya kita cepat, karena kondisi mbak Faniya semakin memburuk," balas bunda yang diangguki ayah.

Beberapa saat kemudian, sampailah mereka di rumah sakit.

Ayah segera meminta perawat membawa mama ke ruang pemeriksaan. Setelah itu, bunda menghubungiku lagi.

"Rein, kami di ruang nomor 3. Sekarang kamu ke sini, ya."

"..."

"Baik, kami tunggu."

Setelah itu, aku segera bergegas ke ruangan yang disebutkan bunda tadi ....

***

"Bunda, bagaimana keadaan mama sekarang?" tanyaku.

"Dokter masih melakukan pemeriksaan, nak. Kamu yang sabar ya," ucap bunda.

"Fatiah, bagaimana keadaannya?" sambung bunda bertanya.

"Fa-fatiah ko-koma bunda," jawabku gugup.

"Astagfirullah, kapan dia akan sadar, Nak?" tanya bunda mulai menangis.

"Rein juga nggak tau, bun. Dokter belum bisa memberikan kepastian," jawabku sendu.

"Kamu yang sabar ya, nak. Ini memang resiko yang bisa didapatkan, bukankah Fatiah sudah memberitahukan hal ini sebelumnya?" Kini ayah angkat suara.

Kurasa ayah dan bunda Fatiah sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini, maka dari itu aku juga harus bisa melewati semua ini.

Kini ayah dan bunda Fatiah beralih menenangkanku, saat itu pula Dokter pun keluar dari ruang pemeriksaan.

"Bagaimana keadaan mama saya, Dokter?" tanyaku.

"Maaf Pak, Bu. Kami sudah melakukan yang terbaik, tapi kanker yang ada dalam tubuh pasein sudah menjalar keseluruh jaringan tubuhnya. Kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa, permisi." Jelasnya lalu meninggalkan kami.

Aku tersungkur lemah, seakan tak berdaya dengan keadaan saat ini.

Kenapa penderitaan datang bertubi-tubi, saat aku akan mulai bahagia. Tidak cukupkah istriku sekarang? Kenapa mama juga ingin kau ambil?

Bagai tersambar petir disiang bolong. Istriku saat ini masih terbaring tak sadarkan diri, kini mama akan pergi meninggalkanku.

Entah ini ujian ataukah cobaan. Atau justru hukuman buatku. Tapi, rasanya aku sudah tak sanggup lagi.

"Tidaklah seorang manusia diberikan ujian atau cobaan, diluar batas kemampuannya."

Seorang manusia, tidak akan pernah jauh dari ujian. Jangankan manusia biasa, nabi pun sering diuji, bahkan lebih sakit dari apa yang kurasakan saat ini.

Segeraku masuk ke dalam ruangan tempat mama terbaring, wanita yang merupakan kekuatanku kini akan pergi selamanya.

The Secret Agent (On-Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang