TSA_14

84 7 0
                                    

Keesokkan harinya ....

"Kak, bangun. Udah pagi, emang kakak enggak ke kantor?"

"Emang udah jam berapa, Dek?" tanyaku dengan suara khas bangun tidur.

"Baru pukul 4.24 subuh Kak," jawabnya cengengesan.

"Astagfirullah, Dek. Itu masih subuh, bukan pagi."

"Emang Kakak enggak mau sholat? Imamin Fatiah, gitu."

"Iya, kalau gitu kakak wudhu dulu, ya. Kamu tunggu, jangan sholat sendiri." Aku beranjak dari sofa, untuk berwudhu.

Tak berselang lama, aku datang dan melihatnya sudah siap dengan memakai mukena. Lalu berjalan kearahnya, kuperhatikan dari atas sampai bawah.

"Masya Allah."

"Ayo kak, kita sholat!"

"Emang kamu kuat berdiri?"

"Insya Allah, kuat."

Mendengar jawabannya, aku langsung mengangguk. Kamipun langsung melaksanakan sholat, aku sebagai imam dan dia makmum.

Lengkap sudah hidupku, tulang rusuk yang kucari hari ini sudah kutemukan. Bintang dan bulan bertemu saat malam hari, Khadijah menemukan Muhammad sebagai pendampingnya, Zulaikha mengejar cinta dari seorang Yusuf, dan aku malah dipersatukan dengannya. Takdir yang aneh, tapi indah.

***

Setelah selesai sholat, aku langsung meminta izin padanya untuk pulang.

"Dek, kakak pulang dulu. Nanti bunda akan kesini nemanin kamu," ucapku.

"Hmm, kakak bakalan balik kesini lagi, 'kan?" tanyanya seolah tidak ikhlas aku pergi.

"Loh, kenapa Dek?"

"Yah, enggak papa sih. Fatiah cuma pengen ngabisin waktu sama kakak," ujarnya dan aku hanya ber'oh'ria.

"Kalau gitu, kakak pergi ya? Nanti bakalan balik, ingat jangan rindu. Berat, kamu enggak bakalan kuat. Biar Dilan aja, okay?"

Ia hanya mengangguk, sebelum pergi kukecup sekilas keningnya.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam, Kak. Fi amanillah," balasnya.

Aku segera keluar, menuju parkiran untuk pulang. Hari ini aku tidak akan masuk kantor, akan kuhabiskan waktu seharian dengannya serta mendengar lanjutan kisah kemarin malam.

Sungguh rasa penasaran tentang hidupnya sangat memenuhi pikiranku, dan kenapa setiap dia berbicara kepada orang lain suaranya begitu tegas dan dingin?

Entahlah dengan semua itu, kurasa ada sesuatu yang tidak beres. Cepat-cepat kulajukan mobil menuju rumah, masuk dan berlari ke kamar mandi.

Guyuran air kembali menyegarkan pikiran, namun tidak membuatnya menghapus rasa penasaran itu.

Setelah semuanya selesai, aku langsung kembali ke rumah sakit.

***

"Assalamualaikum, Dek."

"Wa'alaikum salam, Kak. Udah datang rupanya," ucapnya menyalami tanganku.

"Iya, Dek. Tadi bunda kesini?" tanyaku heran, pasalnya ada keranjang buah yang terletak di atas nakas.

"Tadi bunda telepon, katanya enggak bisa datang. Ada urusan penting dengan ayah, mereka enggak jadi kesini. Emang kenapa, Kak?"

"Apa pihak rumah sakit sudah memberikanmu sarapan?"

"Tadi sih, sudah. Tapi, aku bilang enggak usah."

"Loh, kenapa?"

"Enggak papa, kok. Cuma hari ini Fatiah pengen jalan-jalan sama kakak, boleh ya?"

"Iya, boleh. Tapi jawab jujur dulu pertanyaan kakak, siapa yang bawain kamu buah tadi pagi?"

"Oh, itu teman Fatiah. Nanti pas jalan-jalan Fatiah ceritain okay?"

"Baiklah," jawabku.

Ia mulai turun dari tempat tidur, dan ingin berjalan kearahku.

"Mau kemana, Dek?"

"Katanya jalan-jalan, ya Fatiah turunlah dari tempat tidur."

"Kamu enggak boleh jalan, harus pake kursi roda, okay?"

"Tapi--," ucapnya terpotong.

"Tidak ada tapi-tapian, kakak enggak terima penolakan. Ini perintah, bukan permintaan. Jadi kamu harus nurut," balasku.

"Hmm, baiklah. Siap laksanakan, Pak." Dia bertingkah seperti seorang angkatan yang menerima perintah dari atasannya.

Aku yang melihat itu hanya terkekeh, sungguh dia sangat imut dan lucu.

***

Di taman, banyak orang sedang menghabiskan waktu untuk jalan-jalan. Terlebih untuk mereka yang bosan, karena terus berada di ruang perawatan.

Kudorong perlahan kursinya, sambil menikmati keindahan sekitar taman. Hingga tiba dikursi panjang, kami pun istirahat.

"Kakak nemanin Fatiah jalan-jalan, emang enggak kerja?"

"Hari ini kakak enggak masuk, dan semua pekerjaan sudah di-handle oleh Bimo. Jadi kamu enggak perlu khawatir," jawabku.

"Terus kenapa enggak masuk kerja?"

"Sengaja, karena hari ini kakak ingin habiskan waktu denganmu. Lagi pula kakak juga sudah janji, hari ini akan bicara dengan Dokter untuk membawamu pulang."

"Oh, gitu. Kirain ada apa," ucapnya.

"Emang menurut kamu ada apa, Dek?"

"Hehe, enggak papa," jawabnya cengengesan, dan aku hanya ber'oh'ria.

"Oiya, Kak. Mama kok, enggak pernah jenguk aku selama di rumah sakit. Emang mama dimana, kak?"

Skatmat! Inilah pertanyaan yang selalu kuhindari, bukan apa-apa. Hanya saja aku tidak ingin membuatnya sedih. Hanya itu saja.

The Secret Agent (On-Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang