TSA_22

91 11 2
                                    

"Kak ...!"

Fatiah teriak membuatku tersentak dari tempat dudukku, dengan rasa khawatir. Kudekati dia yang masih menutup mata di sampingku.

"Dek, bangun." Kutepuk pelan pipinya.

Matanya terlihat sembab, apa ia habis menangis? Tapi karena apa? Ia membuka matanya dan menatapku sendu.

"Ada apa?"

"Tidak ada, Kak."

"Terus kenapa kamu nangis, Dek?"

Ia mengerutkan dahi dan menatapku penuh selidik, ia mulai melepaskan cadar miliknya. Karena kami sekarang tengah berada di kamar, aku menatapnya penuh kebingungan.

"Bukannya Kakak tadi pergi ya?"

Aku menyerit, pergi? Perasaan sejak pulang tadi dan mengangkatnya ke kamar, aku tidak pergi kemana-mana. Malah aku duduk di sampingnya yang sedang tertidur.

"Kakak tidak pernah kemana-mana, Dek. Emang kenapa sih?"

"Tadi Kakak sendiri yang bilang, kalau Kakak akan pergi dan mengurus perpisahan kita. Dan yang paling menyakitkan ... Kakak akan membawa perempuan lain ke rumah ini," jelasnya terisak.

"Hah?! Pisah dan perempuan lain? Maksud kamu apa Dek?"

Aku kalang kabut, ada apa dengannya? Dan kapan aku mengucapkan kata-kata itu?

"Hiks ... hiks ..., Kakak enggak becanda 'kan? Kakak enggak mungkin ninggalin Fatiah, hiks ...." Ia memelukku seolah-olah tak ingin melepaskan.

"Mungkin kamu mimpi kali, mana mungkin Kakak lakuin itu semua sama kamu Dek? Kakak sayang sama kamu," ucapku mengelus kepalanya yang ditutupi kerudung.

"Mimpi?"

"Iya, mimpi. Kamu sih, tidur enggak baca doa. Mimpi buruk 'kan jadinya."

"Beneran cuma mimpi? Kakak enggak bakalan ninggalin Fatiah 'kan?"

"Ya enggak lah," jawabku tersenyum.

Lalu membalas pelukannya dan mengecup pucuk kepalanya, kasihan istriku. Hanya karena mimpi matanya jadi sembab, dan kenapa juga mimpinya buruk sekali? Aku berpisah dan membawa perempuan lain, oh ayolah! Dasar setan, pengganggu.

"Sekarang kamu mandi, dan kita makan malam. Lagi pula kamu enggak lupa 'kan sama janji yang tadi?"

"Hmm ... maksud Kakak?"

Oh ayolah, masa secepat itu ia melupakannya.

"Yang tadi loh Dek," godaku.

Pipinya bersemu merah, membuatku terkekeh. Ia melepaskan pelukannya dan beranjak dari tempat tidur, dan menuju kamar mandi. Namun sebelum menutup pintu, ia sempat mengatakan sesuatu.

"Maaf ya, Kak. Fatiah lagi ada tamu, jadi enggak bisa," ucapnya terkekeh dan langsung menutup pintu.

Huft ... keberuntungan sedang tidak berpihak padaku, tapi tak apa. Mungkin Allah belum berkehendak, jadi tunggu waktu yang tepat saja agar sunnah itu terlaksanakan.

30 menit berlalu, ia kini tengah menyisir rambutnya di depan cermin hias. Kupegang pundaknya dari belakang, dan ia mendongkak.

"Dek, kita makan di luar yuk?"

"Emang boleh, Kak?"

"Boleh kok, emang kamu enggak mau?"

"Hmm gimana ya Kak? Bukannya Fatiah enggak mau, tapi sebaiknya kita di rumah aja. Fatiah pengen masakin Kakak," jawabnya membuatku tersenyum bahagia.

'Inilah yang kusuka darimu, Dek. Kau selalu membuatku bahagia dengan hal-hal kecil dan sederhana, dan beruntung sekali diriku.'

Ia memakai kerudung khas rumah, lalu mengandeng tanganku dan turun ke bawah dengan beriringan. Aku tak mampu menyembunyikan kebahagiaan, senyumku selalu saja muncul jika bersamanya.

Apa ini yang namanya cinta? Tapi aku belum sepenuhnya yakin akan hal itu, jangan sampai cinta itu datang secara sepihak. Hal itu akan membuatku merasa kecewa, namun aku akan tetap berusaha mencintainya.

Karena sekarang aku semakin yakin, bahwa ia adalah orang yang memang ditakdirkan untukku.

***

"Kakak makan yang banyak dong, apa Fatiah perlu suapin?" tanyanya sambil menuang air putih.

"Boleh, kalau enggak ngerepotin."

Ia duduk dan memdekatkan kursinya denganku, lalu mengambil piring yang ada di depanku.

"Buka mulutnya Kak, a ... aaa," ucapnya mulai menyuapiku.

"Aammm, enak. Apalagi makannya dari tangan istri sendiri, bikin ketagihan aja."

"Kak, kalo makan itu jangan ngomong dulu. Pada muncrat-muncrat nasinya," omelnya.

Mataku terbelalak, waduh salah lagi aku. Kena omel 'kan.

"Iya Ibu negara, maaf." Aku cengengesan dan menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal.
______

To be continued

Siapa yang kena prank? Hayo ngaku 😁😁😁

Sabar, sabar. Bulan puasa, jangan marah-marah. Entar batal lho 😅😅

Author enggak mau dibully, angkat tangan deh... 😅😅....

The Secret Agent (On-Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang