TSA_6

102 10 0
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu kini telah tiba, yakni pernikahanku dengannya. Kini semua telah siap dan akan segera dilakukan ijab kabul.

"Baiklah, sekarang mari kita mulai prosesi pernikahannya. Dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim." Kata Penghulu pembuka.

"Saudara Dimas Angreino Stemi Bharat, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Fatimah Bramahaniya Dwi Jodie binti Brama Aditya Jodie dengan maskawin seperangkat alat sholat dan lantunan surah Al-Fath dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Fatimah Bramahaniya Dwi Jodie binti Brama Aditya Jodie dengan maskawin tersebut dibayar tunai," ucapku dengan satu tarikan napas.

"Bagaimana saksi?"

"Sah!!"

Setelah itu, penghulu pun membacakan doa. Lalu, mama dan bunda membawa Fatiah turun. Dengan balutan gaun berwarna silver, dilengkapi dengan kerudung dan cadar yang sedana membuatnya tampak anggun.

Aku tak bisa berpaling darinya, sampai-sampai ayah mertuaku mengoda diriku.

"Khmm, nggak usah gitu lihatnya. 'Kan udah sah, jadi kamu berhak sepenuhnya." Dia menepuk pundakku sambil tersenyum.

Hal itu tentu saja membuatku malu, tapi ayah benar dia kini telah menjadi milikku seutuhnya.

"Ah ayah, bisa aja." Sambil tersenyum kikuk.

Kini dia sudah duduk di sampingku. Ia pun menghadap lalu mencium punggung tanganku, aku pun mengecup keningnya lama, hingga suara mama menyudahinya.

"Udah, kita sekarang lanjut dengan resepsinya. Mumpung masih banyak tamu, sekalian 'kan supaya enggak banyak buang waktu."

"Iya ma," ujarku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.

Sedang ia, aku yakin saat ini dia sedang tersenyum, sangat jelas terlihat dari matanya yang menyipit.

Setelah itu, aku langsung melanjutkannya dengan membaca surah Al-Fath. Lagian nggak terlalu panjang, hanya 29 ayat.

***

Resepsi pun sedang berlangsung, entah kenapa ada perasaan tidak enak. Rasanya akan terjadi sesuatu yang tidak baik, karena itu aku meminta agar penjagaan diperketat.

Dorr

Dorr

Suara tembakan dari luar membuat kaget para tamu, sehingga mereka berlarian keluar.

"Tu-tuan, ada or-rang yang ingin men-ce-la-kakan istri tu-tuan," ucapnya lalu tak sadarkan diri.

Tiba-tiba suara pintu terbuka.

Ceklek...

"Hei, serahkan gadis itu! Atau tidak, akan kami hancurkan pesta ini," ucap seorang diantara mereka.

Namun, sebelum aku ingin menjawab ia sudah terlebih dahulu mendahuluiku.

"Apa mau kalian?" tanyanya dingin.

"Bukan kami, Nona. Tapi tuan kami yang menginginkanmu," ucap orang itu lagi.

Aku yang mendengar hal itu langsung mengeraskan rahang dan mengepalkan tangan. Berani sekali dia menginginkan istriku.

"Siapa tuan kalian?" tanyaku masih mengontrol emosi.

"Kau tidak perlu tau siapa dia, yang jelas tuan menginginkan dia," ucapnya sambil menunjuk kearah Fatiah, "Tuan kami tidak suka dia ikut campur dalam urusannya."

"Ck, ternyata masalah pekerjaan," ucap Fatiah.

"Sudah cukup, Nona. Sekarang anda ikut kami," ucap orang itu ingin menarik Fatiah, namun segeraku hentikan aksinya itu.

"Anda sudah tidak sopan dengan istri saya Pak," ucapku, lalu melayangkan satu pukulan kewajahnya.

Setelah itu, perkelahian pun tak bisa terelakkan antara aku dan para preman itu. Semua orang mundur ke belakang, atas permintaanku termasuk juga Fatiah. Meskipun aku tau dia bisa melawan, tapi ini adalah tugasku sebagai seorang suami.

Hampir semuanya aku taklukkan, namun tiba-tiba diantara mereka ada yang menodongkan pistol kearahku. Sontak hal itu membuatnya berteriak.

"Kak! Awass!"

Aku langsung menoleh padanya, tapi sayangnya bukanlah aku yang tertembak melainkan dia.

Brakk...

Dia mendorongku, dan tembakan itu tepat mengenai dadanya.

"Fatiah!!" teriakku dan berlari ke arahnya.

"Dek, kamu nggak papa 'kan? Kamu bakalan baik-baik saja," ucapku merangkulnya.

"Kak ... maaf," lirihnya.

The Secret Agent (On-Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang