TSA_23

84 5 0
                                    

Apa pun yang kamu keluarkan untuk keluargamu akan menjadi sumber pahala dari Allah. Bahkan sepotong makanan yang kamu suapkan ke mulut istrimu.
______________

Sejak tadi ia terus saja menyuapiku, hingga makanannya sendiri tak disentuh. Aku berinisiatif untuk menyuapinya pula.

"Dek, kamu makan dulu gih! Dari tadi nyuapin kakak mulu," ucapku lembut.

"Iya, nanti aja kalo kakak udah selesai."

"Hmm, kalau kita suap-suapan bagaimana? Jadi 'kan kamu bisa makan juga," tawarku.

"Enggak usah Kak, nanti malah kotor lagi. Bukannya ada pertemuan sama klien dari Singapur?"

Astagfirullah, hampir saja lupa. Keasyikan nih, sampai-sampai kerjaan aja lupa. Apalagi dunia, eh?

"Tidak apa, nanti 'kan bisa ganti baju. Kalau kamu enggak makan terus sakit, 'kan enggak mungkin ganti istri," kekehku. Mendapat cubitan di perut.

"Awww, sakit Dek. Jangan kejam-kejam napa?"

Suaraku melemah dan menatapnya sendu, aku kerjain kamu dek.

Ia menaruh piring di atas meja, lalu menatapku dengan tatapan khawatir. Kena 'kan kamu sekarang. Hehe ....

"Maaf Kak, Fatiah enggak sengaja." Ia menunduk sambil memainkan ujung khimar miliknya.

"Kakak enggak akan maafin, sebelum Fatiah makan dari tangan kakak."

Ia mendongkak dan menatapku dengan senyuman merekah di wajah cantiknya.

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya. (HR. Abu Hurairah)

Salah satu hadis yang menjadi patokanku selama ini, bukan sekadar penyempurna seorang lelaki. Tapi juga penyempurna akhlak seseorang, apalagi dianugerahi istri sholehah seperti Fatiah. Menambah kenikmatan berumah tangga.

Akan ku pertahankan, apapun yang terjadi. Karena pernikahan juga adalah satu satu ibadah paling lama. Lalu, kenapa tidak menggapai surga bersama-sama?

Pernah dengar orang mengatakan jika cinta sejati berarti saling membantu untuk menggapai surga, bukan saling berpegangan tangan dan berjalan menuju api neraka.

"Kak, emang enggak akan terlambat?" tanyanya disela-sela makan.

"Kata siapa? Orangnya bakalan datang ke rumah kok, jadi tenang aja sayang."

Pipinya memerah, membuatku terkekeh geli karena berhasil menggodanya.

"Kak, malu tau," ucapnya memalingkan wajah.

"Dek, tatap kak. Enggak baik loh belakangin suami kayak gitu," tuturku. Ia menoleh dan menatapku, netra kami saling beradu. Membuat debaran indah namun terasa tak karuan, apa aku sudah benar-benar jatuh cinta padanya?

Cup

"Makasih ya Dek, udah buat kakak bahagia." Aku mengecup kembali keningnya, bahkan kali ini cukup lama.

"Kak, udah napa sih. Lapar loh Fatiah, suapin ... aaa ...," rengeknya.

Aku malah cekikikan melihat sifat manjanya, ternyata dia bisa manja pula. Kukira perempuan yang setiap harinya itu bermain dengan pistol itu akan keras dan cuek, ini malah kebalikannya.

Kami pun melanjutkan aksi suap-suapan, hingga menghabiskan makanan di piring masing-masing. Setelah itu, aku membantunya membersihkan piring serta meja makan.

Setelah itu, kami bersantai di ruang tamu sambil menunggu orang yang akan datang itu.

"Kak, sebaiknya Fatiah di kamar aja ya? Enggak enak soalnya," ujarnya sambil memasangkan kain yang biasa ia sebut cadar.

"Enggak papa Dek, lagi pula kakak ingin mengenalkanmu pada rekan bisnis kakak. Jadi, kalau ada pertemuan kakak enggak diejek lagi."

"Diejek kenapa?"

"Katanya kakak usianya udah matang, tapi belum punya calon istri. Bagaimana mau punya calon istri, orang kamunya udah jadi istri kakak."

Dia hanya ber'oh'ria, lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.

"Kak, Fatiah pengen nanya sesuatu? Boleh enggak?"

"Apa sayang?"

"Kakak cinta enggak sih sama Fatiah?"

Aku bergeming, apa yang harus kujawab sekarang. Mau jujur, tapi perasaanku belum juga pasti.

"Kak." Ia mengangkat kepala, lalu menatapku. Ku tangkup kedua pipinya dan menatap dalam netra miliknya.

"Dek, kau tau sesuatu. Kakak tidak ingin bermain-main dengan cinta, sebab semuanya menuntut tanggung jawab. Sebelum kakak mengatakan hal itu padamu, kakak masih ingin menyempurnakan cinta kakak terhadap-Nya. Barulah setelah itu kakak melabuhkan cinta pada makhluk-Nya."

Entah ada yang salah dalam ucapanku atau apa, ia malah meneteskan air mata.

"Maaf Dek, kakak belum bisa jawab sekarang," lirihku menunduk.

Ia menggeleng dan mengangkat kepalaku, "Fatiah sangat bersyukur memiliki kakak, Fatiah bersyukur mendapatkan suami yang tidak hanya dapat membimbing di dunia. Tapi juga pada Jannah-Nya. Ana uhibbuka fillah, Kak."

Ia memelukku sangat erat, aku pun membalasnya. Dengan mencium pipinya yang tertutupi cadar.

***

Aku tidak pernah menyesal telah memilihmu menjadi Imamku, karena kau bukan hanya membimbingku meraih ridha-Nya di dunia. Namun juga di akhirat.

To be continued
.
.
.

Seseorang yang saling mencintai karena ALLAH, akan berpisah pula karena ALLAH. Itulah cinta sebenarnya. Labuhkan hatimu pada pemilik sesungguhnya, sebelum melabuhkan hati pada Makhluk-Nya.

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
.
.

Komen dan Vote
.
.
💕A. Al Jannah 💕

The Secret Agent (On-Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang