22 - You, Me, and a Dying Heart

173 26 33
                                    

Hello! It's been a while.

Sebelum mulai boleh gak aku minta honest review kalian? Dari awal baca buku sampai chapter ini, apa alasan yang bikin kalian lanjut hingga mau menyelesaikan stori ini? Kalau aku dapat at least 3 honest review deh, epilogue akan aku publish segera.

Terima kasih jika kalian bersedia kasih aku feedback, dan terima kasih sudah sabar menunggu lama update-an dari author satu ini lmao. Hope you all enjoy the ending.

Stay safe and healthy, hooligans!

Stay safe and healthy, hooligans!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







────────────




     "NONA Gray?"

Tiga tahun telah berlalu, namun aku masih merasakan debaran jantung mengalami akselerasi kaotis setiap kali seseorang memanggilku dengan panggilan tersebut, seakan-akan nama itu memang tercipta hanya untuk Namjun dan Namjun saja. Sudah lama sekali aku tidak mendengar suara atau melihatnya secara langsung, begitu juga Jimin. Tetapi aku menyadari dengan presensi mereka yang karam dari visi, aku memiliki lebih banyak waktu untuk menemukan apa nilai dan peranku di jagat raya yang luas ini tanpa membebankan siapa pun.

Semuanya dimulai karena Jimin dan Namjun. Bagaimana mereka tidak mempunyai kesempatan atau nyali untuk mengungkapkan perjuangan maupun kesengsaraannya, namun selalu memastikan menjadi protagonis bagi semua individu.

Jimin merupakan pemuda yang baik, seseorang dengan hati paling mulia, sayangnya tidak ada yang tahu isi kepalanya yang eratik sebab dia merasa dia akan dihakimi jika melafazkan secara lantang lantaran bagi komunitas saat ini, menyimpan pikiran toksik kerap disamakan dengan kehilangan kewarasan.

Sementara Namjun, pria itu benar-benar kapabel menenggelamkan diri dalam tumpukan buku atau riset kompleks dan tidak pernah keluar dari goa pria-nya hanya karena dia berpikir dengan berkabung, itu akan memberikan secuil keadilan sebab membiarkan mantan tunangannya mati sendirian. Padahal faktanya, kematian Alchemy bukanlah kesalahannya.

Itu merupakan takdir.

Tetapi setelah itu semua, keduanya mengajariku bahwa ada lebih banyak hal untuk dijalani, bahwa kehidupan tetap berlanjut kendati segalanya kontras dengan keinginan. Kita tidak bisa memutuskan hasil akhir hidup orang lain, namun kita bisa memutuskan hasil kami sendiri.

Aku memalingkan fokus dari dokumen-dokumen yang menumpuk, menemukan pemuda cilik dengan mata inosensnya sedang mendongak kepadaku. Aku lekas berjongkok guna menyetarakan tingginya yang masih sebatas paha dan berkata, "Hai, Jake. Kamu membutuhkan sesuatu?"

"B-Bisakah Nona mendengar c-c-ceritaku tentang, uh, dongeng yang b-baru saja kubaca?"

Ya, aku sedang dalam perjalanan menjadi seorang ahli patologi bahasa dan wicara. Dan Jake Sim merupakan salah satu pasienku di pusat pidato dan bahasa, More Than Words. Ini adalah pekerjaanku, menangani berbagai jenis masalah komunikasi dan menelan, seseorang yang memiliki kesulitan dalam berbicara dan juga mendengar.

QuarterbackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang