Teriakan maut.

1.3K 78 14
                                    

Rumah ini memang luas dan mewah, siapapun yang menatap rumah itu pasti akan terkagum-kagum sambil memimpikan bahwa rumah itu milik mereka. Namun, tidak untuk Levi si bocah kecil berambut hijau yang berumur 14 tahun-an sambil duduk di atas dahan pohon yang tinggi. Levi kadang berfikir "Untuk apa memiliki segala kekayaan tapi tidak memiliki kasih sayang dan kehangatan keluarga".

Irra, pria tinggi tegap berambut merah dan berkulit cokelat itu sedang mencari-cari seseorang di pekarangan rumah yang luas dan mewah itu tapi nihil. Dia tidak menemukan seseorang yang di cari nya.

Kesal karena tidak ketemu akhirnya dia meminta bantuan Gurra adik ketiga nya untuk membantu mencari orang sialan itu. Jujur saja, Gurra ingin menolak karena dia sedang asik menonton Anime episode terakhir yang menyedihkan sampai membuat dia menitih kan air mata nya //iya tau drama banget emang Gurra ini//.

"Ah sialan dimana anak kurang ajar itu?! awas saja kalau ketemu akan ku bakar dia hidup-hidup!" geram Irra membuat badan Gurra bergetar.

"Sabar kak, jangan marah-marah dia adikmu" berusaha menenangkan tapi malah makin emosi, "ada apa dengan kakak ku ini?!" batin Gurra kesal.

Angin di sore hari ini sangat menenangkan bagi Levi si bocah nakal itu, dia bahkan tidak peduli kalau orang rumah tengah mencari nya. Toh dia bakal di marah-marahi kalau pulang sekarang, kalau mereka cemas dia tidak pulang sore ini lebih baik bikin tambah cemas saja karena tidak pulang sampai pagi.

Masih setia duduk di dahan pohon tiba-tiba dia di kagetkan dengan teriakan maut khas kakak pemarah nya, kak Irra. "DISINI KAU RUPA NYA BOCAH NAKAL?!"

Seperti orang tuli pada umum nya dia tidak merespon apalagi menoleh ke arah sang kakak yang sudah meledak dan mau meledak lagi kalau saja tidak di tahan oleh kakak rakus dan kakak mesum nya, Gurra dan Ria.

[Disini nama manusia Lust aku pakai dari Luxuria dan aku mengambil nama belakang nya yaitu Ria]

"Tenangkan dirimu, kak" Ria saat ini benar-benar takut kalau-kalau kakak kedua nya ini akan meledak dan menganiaya Levi seperti 2 tahun yang lalu.

"LEVI CEPAT TURUN! JANGAN BUAT KAMI TAKUT DENGAN DUDUK DI ATAS DAHAN YANG TINGGI ITU!" teriak Gurra mencoba membuat Levi mendengarkan nya. Namun nihil, bocah ini tetap berpegang teguh dengan pendirian nya.

"Adik kakak yang manis ayo turun! kau di cari kak Rion, kak Ava, dan kak Acedia di rumah" bahkan si mesum ini juga mencoba namun apalah daya, adik mereka ini memang keras kepala dari brojol emang udah begitu. Tapi tidak sekeras sekarang.

"Baru cariin sekarang? tadi enggak?" Gurra dan Ria menyumpah serapahi adik bungsu mereka ini. Memang mau cari mati dengan berkata begitu di depan kak Irra.

"Turun"

Irra benar-benar mencoba bersabar saat ini. Menurut teman sekolah nya—Payhsie, kalau bersabar jiwa ini akan tenang.

Tidak ada respon atau pun pergerakan dari si bungsu.

"Turun Levi"

Masih sama pada tempat nya.

"Turun Levi"

Cukup. Anak ini memang tidak bisa di ajak dengan cara yang baik, harus pakai cara kasar. Lagi pula saat ini Irra benar-benar ingin membakar Levi hidup-hidup kalau dia lupa Levi itu adik bungsu nya.

"Baiklah. Jangan salahkan aku kalau kau di rumah akan marah karena kau sendiri yang memancing emosi si banteng itu sendiri"

Bagaikan keajaiban di sore hari yang tenang, dengan satu pukulan Levi langsung terjatuh ke bawah. Untung Gurra masih sempat menangkap nya kalau tidak naas lah sudah adik bungsu keluarga itu.

Gurra menangkap adik nya dengan mata melotot karena kaget, Levi mematung karena shok, sedangkan Ria sudah pingsan sambil mencium tanah.

"Gendong dia seperti itu terus sampai ke rumah. Nanti dia kabur lagi"

"Akan ada banyak hadiah menantimu, bocah nakal" ujar Irra sambil melangkah kan kaki nya ke rumah besar dan mewah itu.

Sedangkan Gurra menatap Levi dengan tatapan sendu "Seharusnya kau dengarkan kata-kata banteng itu, adik kecil". Lalu menatap Ria yang masih pingsan sambil mencium tanah yang tidak suci lagi karena terkena bibir si mesum ini. Dengan rasa iba Gurra berkata "Aku tau rasa nya sakit di cium tanpa bisa menolak, kuharap kau tegar tanah" lalu menyusul Irra dan meninggalkan Ria yang masih pingsan dengan tidak elit nya.

Srekk...

Pintu besar dan megah itu terbuka menampilkan tiga orang yang sudah sangat di kenal oleh penghuni rumah tersebut.

"BI SUKMAAA" dengan segera pembantu yang di panggil Sukma tersebut langsung mendekati tuan muda nya.

"Iya tuan?" bi Sukma ingin menangis saja rasa nya di panggil di tengah-tengah tuan dan nona muda nya. Apalagi Irra, tuan muda yang di kenal pemarah yang memanggil nya saat ini.

"Bawa bocah nakal ini ke gudang. Aku akan menyusul nanti"

Deg.

Sukses membuat seluruh orang yang ada di ruang depan itu deg-degan. "Oh tidak. Jangan lagi kak Irra" batin Ava dengan gelisah. Dia tidak mau kejadian 2 tahun yang lalu terulang kembali, sama seperti Ria.

"Apakah kak Irra sudah gila?" Acedia memang sedang bermain game seolah tidak peduli dengan keadaan saat ini. Namun hati nya sedang cemas.

"OMO! ADIK KU YANG PALING IJO INI AKAN DI APAKAN LAGI YA TUHAN!!! JANGAN SAMPAI KEJADIAN 2 TAHUN YANG LALU TERULANG KEMBALI. KUMOHON TUHAN KUMOHON!" Gurra memang lebay di dalam hati nya tapi sangat kalem di luar.

"Mana kakak tertua?" tanya Irra sambil celingak-celinguk mencari kakak tertua mereka. "Ada apa?" oh suara ini, semua orang sudah tau.

"Tidak. Hanya memastikan semua orang ada di rumah"

"Tidak semua. Ria tidak kembali bersama kalian" koreksi Acedia yang sudah memenangkan permainan nya berkali-kali.

Irra menoleh lalu menatap tajam Gurra. Yang di tatap hanya ccdt. "Mana si mesum itu?"

[Disini wujud Rion itu bukan bocah ngompol kayak di Webtoon, bayangkan aja Rion pas udah besar]

"Itu dia" jawab Rion, melihat Ria berjalan ke arah pintu besar ini dengan langkah yang gontai. Membuat Rion menaikan sebelah alis nya, bingung.

"Kau ini kenapa?"

"Ah kak Rion yang tampan. Aku sangat shok sampai pingsan dan mencium tanah" baiklah. Ava, Rion, bahkan Acedia yang paling acuh dan cuek diantara mereka pun ikut tertawa.

"HAHAHAHAHAHA BAGAIMANA BISA? SHOK KARENA APA KAU INI?" tanya Ava sambil menghapus air mata nya, puas karena tertawa.

"Kak Irra meninju pohon depan rumah pak Dandang!" adu Ria yang di tatap sinis oleh Irra.

"Pohon yang besar itu?"

"Iya kak Ava"

Hening.

Hening.

Hening.

Semua pembantu bahkan juru masak pun ikut tegang "Suasana macam apa ini?" batin mereka masing-masing.







***

Episode 1 nya udah selesai, aku bakal usahain up besok. Aku tau ini gaje tapi gpp la, baca bagi yang mau aja.

Bubay:>

Dearest Brother, Levi [Desime]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang