Suara langkah kaki seseorang terdengar di sepanjang koridor memenuhi kesunyian di siang menuju sore hari. Para pembantu berada di kamar masing-masing ada beberapa yang masih bekerja di luar rumah contoh memotong tanaman atau membersihkan halaman luar rumah. Biarlah, orang ini pun tak peduli.
Cklek
Orang tersebut berhenti ketika pintu di samping dia terbuka menampilkan sosok bocah berusia 14 tahun dengan rambut yang tampak masih basah dan pakaian santai. Sepertinya bocah itu baru selesai mandi.
Manik merah keunguan dan oranye saling bertemu dan menatap lumayan lama hingga akhirnya bocah itu memutuskan eyes contact terlebih dahulu. Niat ingin ke dapur mengambil minum tapi malah berakhir di taman belakang rumah bersama orang yang tadi bertatap mata dengannya.
"Kemana saja, kak Acedia bilang kakak suka pergi keluar." setelah sekian lama berdiam diri akhirnya Levi si bocah tadi membuka suara untuk memecahkan keheningan.
"Hm. Rasanya malas berada di rumah." Gurra si lawan bicara yang mengajak Levi untuk mengobrol di taman belakang rumah sedang duduk di ayunan, menyimpan kedua tangan ke dalam kantong hoodie, menutupi kepala menggunakan topi hoodie, sambil menatap ke atas lebih tepatnya menatapi langit dan awan.
"Karena ada aku, ya?" sang adik bertanya dengan ragu-ragu takut Gurra tidak setuju.
Tidak ada jawaban.
Levi terdiam kemudian menghela nafas, Gurra terdiam seperti ini pasti karena dirinya.
"Bukan,"
Satu kata yang lolos dari mulut Gurra mampu membuat Levi menoleh. "Huh?"
"Cobalah untuk saling berbaikan. Aku yakin keluargamu akan menjadi utuh kembali kalau kalian tidak gengsi pada satu sama lain."
Gurra kembali teringat dengan nasihat Kin-Chan di cafe tadi. Gadis bersurai cokelat itu benar, mereka tidak seharusnya begini pasti mereka bisa menjadi keluarga harmonis seperti dulu lagi. Tidak apa-apa meminta dan minta maaf terlebih dulu. Minta maaf lebih dulu tidak akan membuatmu rugi.
"Maaf."
Satu kata yang sukses membuat dahi Levi berkerut dengan raut wajah kebingungan si bungsu bertanya. "Untuk apa?"
"Untuk semuanya. Semua kesalahan kami. Kesalahan yang pernah di lakukan kakak-kakakmu ini di masa lalu maupun masa sekarang. Kebodohanku yang tiba-tiba menjauhimu tanpa alasan dan sikap ayah terhadap dirimu. Aku mewakili mereka semua ingin meminta maaf padamu, Levi."
Tulus. Satu kata itu dapat Levi rasakan melalui suara sang kakak yang begitu tulus mengucapkan permintaan maaf atas apa yang telah mereka perbuat. Ah, ini yang dia tunggu. Levi tidak meminta kasih sayang lagi karena dia sudah tidak peduli itu. Levi juga tidak butuh perhatian dari sang ayah karena itu tidak mungkun terjadi. Tapi ini yang Levi inginkan dari dulu, hanya permintaan maaf yang tulus tidak lebih.
"Ya. Aku memaafkan kalian. Maaf juga kalau aku sudah menjadi anak nakal selama ini."
Gurra tersenyum, entah kenapa hatinya terasa sedikit lega setelah meminta maaf kepada sang adik. Seperti baru saja ada satu beban yang dia lepas; rasanya lega dan bisa bernafas sedikit lebih baik dari sebelumnya.
Kau benar, meminta maaf lebih dulu tidak ada salahnya. Itu akan membuat bebanmu terasa lebih enteng dari sebelumnya.
Tangan itu melebar di iringi dengan senyuman manis. Si pelaku tersenyum sambil berkata. "Ayo kemari. Sudah berapa lama aku tidak memelukmu, adikku yang paling Ijo?"
Panggilan itu... Sudah berapa lama Levi tidak mendengarnya? kini akhirnya Levi kembali mendengar panggilan itu. Dia rindu, sangat.
Tanpa babibu Levi langsung berhambur di pelukan sang kakak yang telah lama dia rindukan. Sudah berapa lama dia menahan rindu ini? sangat lama dan akhirnya terbayar juga di bawah sinar matahari yang kini mulai tenggelam dan akan di gantikan dengan sinar rembulan yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Brother, Levi [Desime]
General FictionStory seorang anak laki-laki yang kehidupannya seolah di permainkan takdir. [Notes : Envy sebagai Levi disini anak terakhir. Gue gamau nurut ama di webtoon yang ngenalin dia sebagai kakak kedua setelah Pride. Intinya Envy or Levi itu anak terakhir a...