Story.

418 50 7
                                    

Semenjak kaburnya Levi membuat rumah yang besar dan megah ini menjadi sepi. Tapi, baguslah tak ada Levi di rumah ini kalau ada si bungsu dia akan membuat keributan di rumah namun bukan kehangatan keluarga yang tercipta melainkan kekerasan dan kesedihanlah yang tercipta.

Kini dua bersaudara Bart sedang menikmati angin yang menerpa surai mereka masing-masing di taman rumah yang besar dan mewah itu sambil di temani roti dan teh di samping mereka.

Hening. Tak ada yang memulai pembicaraan hingga sang adik lah yang memulai karena memang dia tidak suka kecanggungan di antaranya dan saudara lainnya.

"Emm...kak, sampai kapan kita akan terus seperti ini? sudah 3 hari Levi tidak kembali" Ria membuka suara sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

"Kakak juga tidak tahu. Para Bodyguard saja belum bisa menemukan Levi, sebenarnya kemana adikku yang paling ijo itu?" jawab Gurra sambil menikmati rotinya.

"Sungguh kak aku merindukan adik kecilku yang tampan itu." Gurra tidak menatap adik mesumnya itu, dia sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kau pikir kau saja yang merindukannya? aku juga. Tapi, aku merasa bersalah padanya sepertinya saat kita sudah menemukannya nanti kita harus segera minta maaf padanya" Ria menaikan sebelah alisnya, bingung apa yang di maksud sang kakak.

Walaupun Gurra tidak menatap Ria tapi dia tahu adiknya ini tidak mengerti maksud dari kata-katanya. Dia menatap langit biru dengan kicauan burung merdu yang mengisi indra pendengarannya.

"Kau tahu dik? kakak perhatikan Levi jadi pendiam tidak seperti dulu, dia dulu adalah anak yang banyak bicara. Tapi sekarang? tidak pernah lagi bukan? dia bahkan jadi cuek pada siapapun termasuk kak Irra, kurasa dia sakit hati karena perlakuan kak Irra yang sering menghukumnya dan juga perlakuan kita yang sering mengacuhkannya..."

"Apalagi ayah yang terlalu sibuk dengan pekerjaan nya dan tidak pernah kembali ke sini lagi setelah kematian ibu, Levi tidak memiliki kasih sayang orang tua dari umur 7 tahun sampai sekarang entahlah mungkin memang gila kerja atau tidak peduli lagi ayah bahkan tidak pernah menjawab telfon dan pesan yang Levi kirim ataupun kita kirim. Dia masih kecil untuk mendapat perlakuan seperti ini bukan kita yang sudah dewasa. Aku tahu dia terluka" Gurra menjelaskan panjang lebar dengan mata yang sendu.

Ria tertegun dengan kakaknya satu ini. "Dia sepeka itu?" batin Ria, bahkan dia saja tak terfikir tentang hal itu.

"Ahh..., iya kakak benar. Tapi, bukannya kita berdua sudah memperlakukan dia dengan baik?"

"Kau yakin, kau memberinya kasih sayang tulus dari hatimu?"

"Iya. Aku tidak mau melihat dia bersedih...cukup ayah dan saudara kita yang lain menyakiti hatinya, jangan aku."

***

"Jadi kau mau tanya apa, Levi?" Phaysie bertanya sambil duduk di salah satu kursi taman bersama Levi.

Levi tidak yakin mau menanyakan hal ini pada Phaysie tapi dari pada dia terus penasaran lebih baik di tanya saja. Semenjak pertama kali bertemu Phaysie, dia merasa tak asing dengan gadis ini. Mirip seperti teman kakaknya.

"Kakak ini temannya Irra Bart ya?" Levi bertanya sehati-hati mungkin takut kalau Phaysie mencurigainya. Gadis manis dan imut yang duduk di sebelah Levi ini hanya mengangguk sekilas lalu matanya beralih ke arah Levi.

"Kok kamu bisa tahu?"

Diam.

"Levi? hei?"

Diam.

Levi tak tahu harus menjawab apa, dia juga bodoh sekali menanyakan hal itu tanpa memikirkan jawaban dan pertanyaan yang akan di lontarkan Phaysie. Kata-kata Phaysie membuat Levi melotot menatapnya sedangkan yang di tatap hanya tersenyum kecil.

"Oh iya aku lupa, kau kan adik bungsu Irra bagaimana bisa aku lupa? kau pasti tahu" ujarnya seraya tersenyum kecil.

Levi melotot menatap Phaysie horror "B-bagaimana k-kau bisa t-tahu?" tanya nya terbata-bata. Melihat ekspresi Levi membuat Phaysie semakin yakin kalau anak ini adalah anak bungsu keluarga Bart.

Sebenarnya Phaysie tidak yakin dengan jawabannya, dia hanya bercanda tadi. Tapi siapa sangka kalau bercandaannya itu benar jadi teruskan saja kan? lagipula Levi tak tahu kalau Phaysie tadi hanya bercanda.

"Tentu aku tahu. Kakakmu pernah menunjukan foto keluarganya padaku" ini jawaban jujur. Dulu Irra pernah menunjukan foto keluarga Bart pada Phaysie hanya sekali, mengingat dulu Phaysie adalah satu-satunya teman Irra. Namun Phaysie tak terlalu mengingat wajah Levi jadi dia menjawab ragu-ragu saat bercanda tadi walaupun benar.

Levi diam dan memfokuskan pandangannya ke depan lagi seperti tadi. Berfikir keras mau menjawab apa dia. Phaysie adalah gadis yang pintar, entah itu bermain alat musik, memasak, ataupun akademik.

"Kapan kakak menyadari bahwa aku salah satu anggota keluarga itu?"

"Sudah dari pertama kali kita bertemu."






***

Tbc.

Dearest Brother, Levi [Desime]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang