Lupakan saja kejadian di ruang depan tadi [Author gak mau mempermalukan Sinner atau copy-an Lust dan Wrath].
Saat ini Ava dan Acedia sedang bersender di ambang pintu kanan dan kiri yang satu sambil melipat dua tangan dengan cemas sedangkan yang satu lagi sedang bermain game sambil memeluk boneka kesayangan.
Gurra dan Rion berdiri di belakang Irra yang menatap Levi sambil menunduk ke bawah dengan tatapan yang tajam.
"Nih anak nunduk tapi tidak menunjukan rasa takut?" batin Rion yang heran.
Kalau Ria jangan di tanya, dia saat ini lagi berada di kamar nya dan menontop film di atas umur. Dari pada menyaksikan adik tampan dan imut nya di siksa lebih baik dia di sini saja. Bukan nya tidak mau menolong tapi dia takut nya bukan menolong tapi malah pingsan dan merepotkan saudara-saudari nya.
Ava menatap cemas ke arah Levi sambil berdoa semoga tidak terjadi apa-apa. Acedia terlihat tidak peduli tapi sedari tadi dia selalu melirik-lirik ke arah Levi dan berharap dia tidak di hukum dengan fisik. Rion menatap Levi yang menunduk dengan bingung tak lama kemudian tersenyum kecil.
"Kau mirip dengan ibu, Levi...
Membuatku teringat kembali pada beliau"
Gurra yang dari tadi gemetaran sendiri di buat bingung pasal nya kakak tertua mereka ini senyum-senyum sendiri dari tadi.
"Apa kak Rion senang kalau Levi di hukum?"
Irra menghela nafas dan mencoba lembut pada adik nya ini—walau sebenarnya kata lembut sangat jauh dari sifat nya. "Kau kenapa tidak pulang dan malah duduk di atas dahan pohon depan rumah pak Dandang?"
"Hanya mencari udara"
Sabar.
"Hanya itu? kenapa tidak di kolam berenang belakang rumah saja?"
"Malas"
Sabar.
"Kau tau kalau naik ke atas pohon yang tinggi seperti itu kau bisa jatuh. Kau tau itu, bocah nakal?"
"Tidak"
Sungguh tolong Irra saat ini Payshie, dia benar-benar membutuhkan kesabaran mu.
Tarik nafas...hembuskan...
Tarik nafas...hembuskan...
Tarik nafas...hembuskan...
Irra tidak mau menyakiti adik nya lagi seperti dulu. Jadi dia memutuskan untuk menghukum adik nya yang bandel ini tapi tidak dengan fisik. "Kau ku kurung di gudang sampai besok!"
Semua melotot kecuali Rion dan Acedia. Walau terkejut juga tapi dua kakak beradik itu tidak sampai melotot.
"Kakak serius? bagaimana nanti kalau Levi lapar? jika Levi kedinginan? gudang ini sangat tidak nyaman untuk di tiduri, bagaimana kalau dia kedinginan dan tidak tidur nye-"
belum sempat menyelesaikan kata-kata nya sudah di potong oleh sang kakak.
"Jangan ada yang membuka kan sampai besok!"
Semua orang hanya bisa pasrah dan keluar kecuali Levi. Bocah bersurai hijau itu hanya menunduk tanpa protes. Rion, Irra, Acedia, Ava, bahkan Gurra semua nya keluar. Tapi, kata-kata kakak favorit nya itu membuat diri nya tersenyum kecil yang tertutupi poni nya.
"Jangan takut. Kau anak yang pemberani, kakak akan menunggu di luar sampai besok"
Setidaknya masih ada yang peduli pada nya walau hanya satu orang. Oh, Levi lupa...masih ada Ria juga yang peduli pada nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Brother, Levi [Desime]
General FictionStory seorang anak laki-laki yang kehidupannya seolah di permainkan takdir. [Notes : Envy sebagai Levi disini anak terakhir. Gue gamau nurut ama di webtoon yang ngenalin dia sebagai kakak kedua setelah Pride. Intinya Envy or Levi itu anak terakhir a...