Hai kalian yang masih menunggu book membosankan ini, sekarang aku balik lagi bikin nih cerita sesuai juga dengan apa yang kalian pilih kemarin.
Berhubung kalian pada minta lanjutin jadi aku lanjutin, kemarin ada yang komen chapter yang melenceng itu gak usah di hapus jadi yaudah gak aku hapus seperti yang kamu minta.
Daripada banyak bacot gak bermutu juga, mending langsung baca aja.
Happy Reading!
***
Acedia berjalan menelusuri lorong rumah yang panjang dengan tergesah-gesah, tujuan gadis ini hanya satu yaitu kamar si bungsu. Acedia mengutuk diri sendiri karena melupakan Levi. Gadis berambut ungu ini benar-benar tidak tahu kalau Levi tidak pulang semalaman.
Sepanjang lorong Acedia tidak henti-hentinya menggumamkan kata-kata yang mengatakan kalau dirinya bodoh dan tidak becus menjadi seorang kakak. Salahkan dirinya yang terlalu cuek dan tidak pedulian terhadap sekitar.
"Acedia kau benar-benar bodoh!"
Begitulah yang gadis ini ucapkan sepanjang lorong rumah hingga sampai akhirnya dia berhenti di depan pintu kamar si bungsu. Acedia membuka pintu kamar Levi dengan perlahan layaknya seperti maling.
Dan benar saja dugaannya,
Levi tidak ada di kamar.
Bukan hanya di kamar tapi di seluruh penjuru rumah ini. Di seluruh sudut dan juga ruangan.
Sang adik menghilang dan Acedia tidak menyadari hal itu.
Gadis cantik ini mengerti apa yang di maksud Rion tadi, dia bodoh, sangat bodoh.
"Kau bodoh Acedia!"
***
Seorang anak laki-laki dengan spons di tangan kanan sedang sibuk membersihkan piring atau lebih mudah kita sebut saja sedang mencuci piring. Anak itu tak lain dan tak bukan adalah Levi, seorang anak keras kepala yang memaksa wanita tua tadi agar mengizinkan Levi membantunya walau hanya sekedar mencuci piring bekas mereka sarapan tadi. Katakanlah Levi saat ini sedang melakukan balas budi pada wanita itu meski Levi tahu ini tidak seberapa dengan kebaikan yang beliau dan sang suami berikan.
Levi menghentikan aktifitas mencuci piringnya ketika suara lembut dengan penuh kasih sayang itu memasuki indera pendengarannya. Itu wanita tua tadi, Levi tahu itu. Perlahan anak ini menoleh lalu menyunggingkan sedikit senyum untuk membalas senyuman hangat yang wanita itu berikan.
"Nak,"
"Ada apa, nek?"
Sang wanita tua mendekat lalu ikut membantu Levi mencuci piring, Levi tidak masalah toh dia tidak memiliki hak apapun untuk melarang wanita tua ini mencuci piring di rumahnya sendiri. Wanita itu melirik Levi sebentar lalu berujar pelan,
"Dimana rumahmu? aku akan membantumu untuk pulang."
Levi terdiam sejenak lalu kemudian menjawab. "Nenek akan mengantarku?"
"Tentu."
"Terima kasih, aku akan menunjukan rumahku nanti. Maaf kalau aku terlalu merepotkan." ucap Levi yang masih sibuk mencuci piring.
Sang nenek menggeleng pelan menatap surai hijau Levi lalu tersenyum. "Tidak masalah."
***
Acedia mengacak surai ungunya, ini pertama kali ia akan merasa akan menjadi gila selama dia hidup di dunia ini. Selama ini Acedia akan melakukan segala hal dengan tenang termasuk masalah hidupnya sendiri. Tapi entah kenapa masalah kali ini tidak bisa dia atasi dengan keadaan yang tenang, dia terlalu cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Brother, Levi [Desime]
General FictionStory seorang anak laki-laki yang kehidupannya seolah di permainkan takdir. [Notes : Envy sebagai Levi disini anak terakhir. Gue gamau nurut ama di webtoon yang ngenalin dia sebagai kakak kedua setelah Pride. Intinya Envy or Levi itu anak terakhir a...