Coffee Drips adalah tempat favorite Gurra dari saat dia menduduki kelas dua sekolah menengah pertama hingga saat ini Gurra masih tetap senang pergi ke Coffee Drips. Bersama teman-teman yang menyenangkan lelaki berambut hitam putih ini berkumpul dan bercanda riang sambil menikmati beberapa makanan dan minuman untuk mengisi perut.
Salah satu alasan yang membuat Gurra masih senang ke tempat ini adalah karena hanya tempat inilah yang menjadi kenangan terakhir Gurra bersama keempat temannya. Ingin reuni kembali tapi tiga sudah pergi ke sisi Tuhan dan dua lost contac hilang entah kemana.
Tempat ini menjadi satu-satunya yang dapat membuat Gurra kembali ingat dengan masa sekolah dulu. Gurra baru menyadari kalau sekolah itu menyenangkan tapi kenapa dulu dia suka bolos ya? di banding kuliah yang hanya memusingkan kepala dengan banyak skripsi Gurra lebih sudah sekolah di tingkat SMP berkutat dengan beberapa buku dan bermain dengan banyak teman-teman.
Meski berkutat dengan beberapa buku tapi Gurra termasuk anak yang cepat memahami pelajaran anak SMP jadi itu mudah saja untuk dirinya. Namun anehnya kenapa dia baru merasakan sekarang betapa serunya SMP dan tidak merasakan hal yang sama saat dulu?
"Ini pesanannya."
"Terima kasih."
French fries dan satu americano sudah cukup untuk mengganjal perut Gurra yang minta di isi dari tadi. Ya, hanya sekedar ingin mengingat kembali kenangan lama Gurra jadi berakhir di Coffee Drips.
Gurra mulai memakan satu demi satu French fries sesekali dia selingi dengan meminum americano agar tenggorokan ini tidak serat karena kentang goreng.
Makin lama Gurra makin merasa kenapa momen menyenangkan di masa lalu terasa biasa saja untuk dirinya giliran sudah beberapa tahun kemudian momen itu baru akan terasa sama halnya seperti momen dirinya bersama kedua orang tua dan keenam saudaranya.
Mulai dari sarapan, membantu Ibu merapikan bekas makan, saling menjahili satu sama lain dengan kakak atau adiknya, menonton film bersama, bermain game bersama, liburan bersama, pergi ke pantai bersama, cerita hantu bersama, berbohong demi menutupi kesalahan Ria dan Levi, terkadang berebutan remot televisi dan numpang tidur di kamar saudara.
Kenapa momen itu baru terasa sekarang.
Menyenangkan tapi baru tersimpan dan terasa sekarang. Seharusnya dulu ketika sang Ibu meminta tolong pada Gurra dia mau membantu bukannya menolak dan lebih memilih untuk bermain bersama teman. Seharusnya dulu kalau Avarie menasehati Gurra mendengarkan bukan malah menjawab.
Kini dua orang yang selama ini suka membuat Gurra kesal sudah tidak ada, mereka sudah bahagia bersama Tuhan di atas sana. Ketika mereka sudah tidak ada barulah terasa betapa berharganya mereka di kehidupan Gurra. Menyesal adalah kata yang cocok untuk Gurra saat ini dan mungkin seterusnya
Keluarga yang dulunya harmonis kini telah hancur, bisakah dia menyebut dirinya ini anak broken home? mungkin orang lain merasa bahwa Levi lah yang paling tersiksa tapi sebenarnya tidak, Gurra disini pun sama tersiksanya dan Gurra yakin tak hanya dirinya tapi saudaranya yang lain pun pasti sama.
Merindukan seseorang yang jelas tidak akan kembali. Di tinggal seorang ayah. Setiap hari harus belajar demi nilai agar sang ayah tidak menaruh kekecewaan terhadap dirinya. Kehilangan teman-teman yang berharga dalam hidupnya. Mempunyai penyesalan yang mendalam. Itu semua membuat dirinya tersiksa tapi Gurra tidak tahu harus mencurahkan semua itu pada siapa dan berakhir di pendam sendiri sampai saat ini.
Tersenyum, hanya itu satu-satunya cara Gurra untuk menutupi kesedihannya dari orang lain. Ingin cerita ke Rion dan Irra mereka sibuk bekerja. Ingin cerita ke Acedia dia sibuk dengan dunianya sendiri. Ingin cerita ke Avarie tapi kakaknya itu juga sama sibuknya lagipula Avarie sudah tidak ada lagi, dia sudah tenang di sisi Tuhan. Ingin cerita ke Ria tapi nanti berujung di goda. Gurra tidak pernah berfikir untuk berbagi kesedihannya kepada Levi karena itu hanya akan menambah beban hidup sang adik, dia sudah tersiksa dan Gurra tidak mau membuat sang adik makin tersiksa.
Mata oranye itu menatap pemandangan di luar cafe melalui jendela yang ada di sebelahnya. Rasanya malas untuk kembali ke rumah tapi Gurra merindukan rumahnya dan adik bungsunya. Tunggu, kenapa rasanya seperti sudah lama sekali dia tidak berbicara dengan Levi? apa dirinya baik-baik saja?
Ah, tidak. Sepertinya Gurra akan menjadi gila setelah ini. Dia bahkan tidak ingat apakah dirinya sudah berbicara dengan Levi atau belum tapi rasa-rasanya tidak ada percakapan dari kedua saudara kandung ini.
Gurra melipat kedua tangan dan meletakan di atas meja. Dia menyembunyikan wajahnya sambil mulai berfikir kapan semua ini akan berhenti, kapan keluarganya kembali seperti dulu. Ketika Gurra sedang sibuk berfikir tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya refleks membuat Gurra mendongak.
"Sia-"
"Kau!" tunjuk sang lawan bicara.
Mata Gurra melotot tidak percaya. "Nona?"
"Ini kalau tidak salah kakak Levi?" Gurra mengangguk sambil menunjuk sang lawan bicara, menggerakan jari telunjuk ke atas dan kebawah dengan ekspresi yang menampakan keterkejutan, Gurra tidak menyangka dia akan kembali bertemu dengan orang ini.
"Dan Nona kalau tidak salah adik dari orang yang merusak konsol game kak Acedia?" Kin-Chan mengangguk.
"Tapi kenapa Nona bisa tahu kalau aku ini kakaknya Levi?"
"Boleh aku duduk dulu?"
Gurra mengangguk. "Tentu."
"Ngomong-ngomong ponselmu tadi berbunyi ada orang yang menelpon dan kau tidak dengar jadi aku menepuk bahumu." mata Gurra berpindah menatap layar ponselnya.
4 panggilan tak terjawab
Gurra membuka ponsel dan melihat siapa yang menelpon dirinya. "Untuk apa kak Rion menelponku?" gumam Gurra lalu kembali meletakan ponsel di atas meja.
"Tidak penting. Jadi bagaimana Nona bisa tahu aku kakak Levi?"
"Salah satu kakakku bernama Akram menolong Levi ketika dia kabur dari rumah dan membawa Levi ke rumah kami. Lalu suatu hari kami mendapat kabar kalau orang tua kami kecelakaan hal itu membuat kami semua segera bergegas ke rumah sakit. Ayah kami tidak selamat tapi Ibu kamu syukurlah masih di beri kehidupan oleh Tuhan." Kin-Chan terdiam sejenak untuk mengambil nafas.
"Ketika kami kembali dari makam ayah dan pulang rumah sakit, aku, Levi dan dua saudaraku bertemu dengan dua kakakmu kalau tidak salah namanya Rion dan Irra. Berhubung Levi kembali bertemu dengan kedua kakaknya kami di ajak ke warung dekat rumah sakit untuk berbincang. Akhirnya Levi kembali lagi ke keluarga kandungnya."
Gurra mengangguk-anggukan kepala. Kenapa dunia begitu sempit tapi tidak masalah toh karena itu juga Levi bisa kembali lagi.
"Nah, berhubung aku sudah bercerita panjang lebar sekarang giliran kau yang bercerita. Aku tahu kau punya masalah, sebelum itu siapa namamu Tuan?"
"Gurra, panggil saja begitu. Bagaimana kau bisa tahu kalau aku sedang ada masalah?"
Kin-Chan tersenyum lalu menjawab. "Mulut mungkin bisa berbohong tapi matamu tidak. Sorot matamu memancarkan kesedihan. Jangan terlalu canggung dengan diriku, santai saja anggap kita adalah teman dekat. Tumpahkan semua masalahmu aku akan siap menampungnya dan membantumu, Gurra."
Gurra terdiam, seumur hidup baru Kin-Chan yang sebaik ini padanya padahal mereka baru kenal. Gurra memang sedang membutuhkan teman cerita tapi apakah Kin-Chan benar-benar bisa membantu dirinya? lagipula Gurra merasa tidak enak dengan Kin-Chan.
"Benarkah? aku merasa tidak enak padamu. Padahal kita baru berkenalan tapi aku malah membebanimu dengan semu-" tidak mau mendengarkan ucapan Gurra membuat Kin-Chan segera memotongnya.
"Jika aku sendiri yang menawarkan diri maka tidak apa-apa, Tuan Gurra."
Lelaki bersurai hitam putih itu menghela nafas kemudian tersenyum lelah. "Terima kasih sudah mau menawarkan diri, kau datang di waktu yang tepat Nona. Aku butuh teman cerita terlalu banyak yang ku pendam sampai tidak tahu harus mulai darimana dulu."
"Ceritakan apapun yang kau mau, terserah mau mulai darimana aku akan tetap dengar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Brother, Levi [Desime]
General FictionStory seorang anak laki-laki yang kehidupannya seolah di permainkan takdir. [Notes : Envy sebagai Levi disini anak terakhir. Gue gamau nurut ama di webtoon yang ngenalin dia sebagai kakak kedua setelah Pride. Intinya Envy or Levi itu anak terakhir a...