Pagi ini Acedia di suruh kakak sulung untuk membeli makanan di kantin rumah sakit karena mereka malas keluar untuk membeli sarapan. Ide bodoh dengan menyuruh Acedia yang membeli makanan tapi mau bagaimana lagi? semua saudaranya tidak ada yang bisa turun untuk membeli makanan.
Rion tidak bisa karena dia sedang menyelesaikan panggilan alam, Irra tadi pagi-pagi sekali sudah pergi untuk bekerja, Ava tidak mungkin karena dia masih sakit, Gurra sedang tidur pulas karena dia semalaman menjaga Avarie hal itu membuat mereka menjadi tidak tega untuk membangunkan nya, Ria juga sedang tertidur karena terlalu lelah akibat loncat-loncat semalaman saat tahu adiknya ini telah kembali, sedangkan Levi? jangan! dia masih kecil bisa-bisa saat dia turun bukan nya sampai di kantin nanti malah nyasar entah kemana.
Dengan langkah yang malas-malasan dan mata yang sedikit tertutup karena efek masih mengantuk dia berjalan menuju lift dan menekan tombol. Kakinya melangkah masuk ke dalam lift menunggu lift turun sambil memeluk bonekanya dengan erat.
Lift berhenti di lantai 3.
Pintu lift terbuka menampilkan sosok pemuda bersurai orange dengan menggunakan hoodie berwarna putih dan celana jeans, Acedia tahu dengan orang ini karena dialah sebab rusaknya konsol kesayaan Acedia dan pemuda ini juga yang merawat adiknya selama dia kabur.
Di dalam lift tidak ada yang memulai percakapan, suasana kini terasa canggung jika hanya berdua seperti ini saja sampai akhirnya pemuda itu memulai percakapan duluan.
"Kau ingin ke kantin, Nona?" basa-basi, pikir Acedia.
"Ya, kau pasti ingin ke kantin juga bukan?" pemuda itu mengangguk sekilas.
Mereka diam, tidak tahu harus membicarakan apalagi.
Sampai akhirnya lift pun terbuka, rasanya kenapa seperti lama sekali lift ini turun? ah, sudahlah Acedia tidak peduli juga. Berhubung tujuan mereka sama jadi kedua orang ini menuju ke tempat yang sama. Selama perjalanan menuju kantin lagi-lagi tidak ada yang memulai percakapan, keduanya sama-sama menutup mulut mereka.
"Nona, buka matamu dengan benar kalau tidak kau bisa tersandung"
Netra ungu itu melirik pemuda di sebelahnya yang saat ini sedang menatap lurus ke depan dan tidak berminat untuk menoleh ke arahnya.
"Manusia ini memperhatikanku? padahal aku tidak terlalu menutup mata" ujarnya dalam hati. Walau tidak terlalu menutup mata tapi pemuda bersurai orange itu benar, Acedia bisa tersandung jika berjalan begitu.
Tanpa menjawab gadis itu langsung membuka matanya dan berjalan dengan benar. Sebuah senyum kecil tercipta di bibir pemuda bersurai orange tersebut dan tentu saja Acedia tidak menyadarinya.
"Kau mau beli apa, Nona?" pemuda itu bertanya saat mereka telah sampai di kantin.
"Apa pedulimu, Tuan?" jawab Acedia dengan ketus. Gadis berumur 23 tahun itu melangkahkan kakinya pergi menjauh dari pemuda bersurai orange yang kini menatapnya dengan tatapan bingung lalu setelahnya tersenyum manis menatap punggung yang kini mulai menjauh.
***
"Dimana kak Acedia? kenapa lama sekali? aku sudah lapar astaga!" pemuda bersurai hitam-putih itu sedari tadi tidak henti-hentinya menggerutu karena perutnya lapar. Salahkan Acedia kenapa lama sekali.
Iya, saking lamanya Acedia bahkan Gurra dan Ria pun sudah bangun dari tidur nyenyak nya.
"Nghh...kak diamlah, aku masih mengantuk!" erang Levi membuat Gurra memeluk adiknya itu dengan erat.
"GOOD MORNING LEVI!" pelukan itu lumayan erat hingga membuat sang empu merengek minta di lepas.
"K-kak, lepaskan...s-sesak" anak bungsu keluarga Bart itu mengadu sambil memukul-mukul lengan sang kakak namun, bukannya melepaskan pemuda berumur 20 tahun itu makin mengeratkan pelukannya.
"Tidak, biarkan seperti ini dulu! sudah lama kakak tidak memelukmu dasar adikku yang paling ijo!" Levi tidak terima selalu di panggil begitu, bocah itu langsung melepaskan secara paksa pelukan sang kakak dan menatapnya tajam sedangkan yang di tatap tajam hanya menatapnya dengan tatapan santai.
"Jangan memanggilku begitu lagi kak, aku punya nama sendiri dan diriku ini tidak sepenuhnya hijau! hanya rambutku saja kok!" ketus Levi lalu memalingkan wajahnya, dia sudah tidak mengantuk lagi.
"Ulululu~ adikku ini ngambek ya? manisnya" tangan sang kakak menoel-noel dagu Levi membuat sang empu berteriak kesal.
"HUH, JANGAN MENGGODAKU BEGITU KAK! COBA SAJA AKU LEBIH TUA DARIMU PASTI AKU LANGSUNG MEMUKUL KEPALAMU ITU SIALAN" Gurra hanya tertawa mendengar teriakan adiknya.
"GURRA JANGAN MENGGANGGU ADIKMU! INI MASIH PAGI ASTAGA!" terdengar teriakan dari arah toilet, itu teriakan Ava.
"IYA KAK, MAAF" teriak Gurra tak kalah besarnya untung saja para penghuni kamar yang lain tidak terganggu dengan teriakan mereka. Rion tampak acuh dengan teriakan adik-adiknya itu, dia sibuk dengan ponselnya.
Gurra kembali menganggu Levi dan bocah itu kembali berteriak membuat Rion terganggu. Sudah cukup, ini masih pagi dan kesabaran Rion telah habis karena teriakan maut dari kedua adiknya ini tentu saja dia tidak mau penghuni kamar lain terganggu di pagi hari.
Bugh...
"AAAAAA"
"Aduh sakit kak!"
"Kak Rion kenapa memukul kami menggunakan bantal kak Ava?!"
Aduan dan pertanyaan itu lolos dari mulut si bungsu dan Gurra secara bersamaan. Keduanya sibuk mengelus-elus dahi mereka sedangkan sang kakak sulung tampak menatap mereka dengan tatapan tajam.
"Karena kalian berisik! bagaimana jika ada orang lain yang terganggu dengan teriakan kalian, hah?" keduanya sama-sama terdiam sambil menundukan kepalanya lalu setelahnya Rion tersenyum sambil menggelengkan kepala.
Anak sulung keluarga Bart itu senang karena merasa Levi jadi banyak bicara setelah kejadian kemarin, biasanya anak itu akan tetap memilih diam dan enggan menjawab walaupun di ajak bicara oleh Rion atau Irra sekalipun.
"Sudahlah, jangan berteriak lagi" keduanya langsung mengangguk patuh.
Kriet...
Pintu terbuka menampilkan sesosok gadis bersurai ungu dengan sekantong plastik dan boneka berwarna hitam di tangannya. "Dimana Ava dan Ria?" dia mengernyitkan dahi sambil melihat sekeliling kamar lalu masuk dan mendudukan diri di sofa.
"Ava sedang berada di toilet kalau Ria sudah pergi duluan ke kampus karena kau terlalu lama membeli makanan, dia tidak mau telat" Acedia hanya mengangguk, selama itukah dia sampai Ria sudah pergi terlebih dahulu?
Mata sipit karena mengantuk itu melihat ke arah adik bungsu dan adik rakusnya yang sedang menyerbu kantong berisi makanan.
"Kau tidak sekolah, Levi?" bocah itu menggeleng sambil memasukan roti ke mulut.
"Sekolahku meliburkan kami selama dua minggu, aku tidak tahu kenapa tapi guruku bilang begitu ke kak Rion" lagi-lagi gadis bersurai ungu itu menganggukan kepala.
"Baiklah, Levi dan aku akan pulang ke rumah untuk mengambil barang lain nya sedangkan kalian berdua jaga Ava di sini" kedua saudara itu mengangguk sekilas.
"Kak Acedia sudah kembali?" terdengar suara seorang gadis di ambang pintu toilet.
"Ya" jawabnya singkat.
"Kenapa lama sekali kak?" Acedia hanya menggeleng dan tidak minat untuk menjawab. Perasaan dia tidak terlalu lama, apa hanya perasaan nya saja ya? ah, intinya dia benci jika mengingat kejadian saat di kantin tadi. Kenapa hal itu harus terjadi? membuat dia malu saja.
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Brother, Levi [Desime]
General FictionStory seorang anak laki-laki yang kehidupannya seolah di permainkan takdir. [Notes : Envy sebagai Levi disini anak terakhir. Gue gamau nurut ama di webtoon yang ngenalin dia sebagai kakak kedua setelah Pride. Intinya Envy or Levi itu anak terakhir a...