07.00 AM
Di dalam sebuah kamar bernuansa hijau pastel terlihat seorang bocah bersurai hijau sedang berkaca sambil merapikan rambut yang berantakan dan membenarkan dasinya.
Hari ini dia kembali sekolah setelah libur dadakan dan izin karena kematian sang kakak. Baru masuk sudah di suguhi dengan UN. Sebentar lagi bocah ini akan tamat dan melanjutkan pendidikan nya sebagai murid SMA bukan murid SMP lagi.
Merasa sudah rapi, bocah bersurai hijau ini membuka pintu kamar dan melangkah turun untuk mengambil sarapan, paling roti bakar atau sandwich, pikirnya.
Saat hendak turun netra merah keunguan itu menangkap sosok kakaknya sedang menikmati sarapan pagi tanpa suara dan tanpa membangunkan nya. Biasanya dulu yang membangunkan Levi saat sarapan adalah Gurra kalau tidak Ria tapi sekarang semua sudah berubah. Keadaan sudah berubah.
Tanpa basa-basi Levi langsung menyambar dua roti dan mengambil susu botol di kulkas. Si bungsu tidak memperdulikan tatapan Ria yang menatapnya heran. Ia melangkahkan kaki menuju pintu utama sebelum sebuah teriakan terdengar di indera pendengaran nya.
"LEVI KAU MAU KEMANA? SARAPAN DULU! JANGAN SEPERTI INI!" teriak Ria.
Seakan tuli bocah berumur 14 tahun itu tidak memperdulikan teriakan sang kakak dan melanjutkan langkah menuju mobil.
"Ada apa dengan dia?" gumam Ria yang dapat di dengar oleh Acedia.
"Biarkan saja" netra pink itu menatap netra ungu milik sang kakak. Ria rasa ada yang tidak beres dengan keluarganya ini.
Karena tugas menumpuk dan urusan wisuda gadis berambut pink ini hanya memiliki waktu sedikit untuk bermain dengan si bungsu. Ria merasa akhir-akhir ini dia jarang bahkan tidak pernah menghabiskan waktu bersama si bungsu seperti dulu bahkan dia lupa untuk membangunkan Levi dan mengajaknya sarapan. Apakah dia marah karena hal itu?
Jika iya maka tolong maafkanlah Ria sekarang juga. Dia tidak bermaksud seperti itu.
Dengan berat hati Ria duduk dan melanjutkan sarapan nya yang tertunda sambil sesekali melirik Gurra karena biasanya jika ada masalah yang seperti ini hanya Gurra lah yang bisa di ajak kerja sama.
Namun, semua tidak sesuai dengan ekspektasi Ria. Gurra nampak acuh dengan kejadian barusan, tidak seperti Gurra yang biasanya akan selalu heboh sendiri jika menyangkut masalah adik kesayangan nya, Levi.
"Ada apa dengan kak Gurra?"
***
"Nanti aku di jemput siapa?" tanya Levi pada supir yang sedang fokus pada jalanan.
"Saya, Tuan muda"
Bocah itu hanya menghela nafas. Sebenarnya Levi sudah tahu jawaban nya tapi dia hanya iseng bertanya saja siapa tahu kakaknya tiba-tiba mau menjemputnya walaupun sepertinya itu tidak mungkin.
Lama bergelut dengan pikiran sendiri sampai Levi tidak sadar kalau dirinya telah sampai.
"Tuan muda kita sudah sampai"
Tanpa pikir panjang Levi segera membuka mobil dan menutupnya kembali. Memasukan kedua tangan ke dalam saku celana sudah menjadi kebiasaan nya. Mata itu terus menatap ke depan tanpa menoleh, memperhatikan sekitar.
"DOR!"
"EEHH SETAN NYA IRI!" refleks Levi langsung menutup mulut saat sadar apa yang barusan dia katakan.
"Huh, baru masuk sekolah tapi sudah buat malu!" batin nya dengan kesal.
Banyak siswa dan siswi yang tertawa karena mendengar teriakan refleks Levi barusan membuat bocah bersurai hijau itu menatap tajam mereka satu persatu. Sadar akan tatapan Levi, mereka semua langsung terdiam dan kembali melakukan aktifitas yang tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Brother, Levi [Desime]
General FictionStory seorang anak laki-laki yang kehidupannya seolah di permainkan takdir. [Notes : Envy sebagai Levi disini anak terakhir. Gue gamau nurut ama di webtoon yang ngenalin dia sebagai kakak kedua setelah Pride. Intinya Envy or Levi itu anak terakhir a...