"Jadi teman kerja kakak itu menyebalkan sekali! kakak sudah bosan mendengar dia ngoceh mulu!"
"Setiap kakak baru datang dia pasti sudah mengambil duduk di sebelah kakak dan langsung memulai semua bacotan tidak bermutunya itu! telingaku sakit mendengarnya, apalagi saat dia curhat tentang kekasihnya itu yang paling menyebalkan!"
"Kenapa begitu, kak?"
"Iyalah, sudah tahu teman jomblo pake acara cerita kemesraan dia bareng kekasihnya pula. Tidak kasihan apa dengan temannya yang sendiri ini?"
"Makanya cari pasangan sana kak. Betah banget menjomblo." celetuk Levi sontak membuat Irra melototkan mata menatap tajam sang adik, "Apa katamu tadi?"
"T-tidak! s-silahkan lanjutkan curhatnya."
"Terus bla-bla-bla.."
2 jam kemudian.
'Astaga telingaku apa kabar? nih orang asik banget sih curhatnya sampai tidak sadar sudah dua jam dia curhat? tidak tahu apa kalau aku tidak peduli dengan curhatan tidak bermutu itu?!' batin Levi dengan kesal.
"Hoi cabe merah! cabe ijo! curhat mulu, sini masuk terus tidur! ingat Levi besok kau harus sekolah." Ujar Rion dari dalam rumah.
"Mengganggu sekali kau ini kak!" ucap Irra sedikit meninggikan nada suaranya.
Rion menatap tajam adik sulungnya, "Jangan banyak bacot! lebih baik kau masuk dan tidur kalau tidak mau di bunuh ayah karena telat masuk kerja!"
Irra menyandarkan tubuh di kursi kerja miliknya. Sekelebat ingatan tentang si adik bungsu kembali muncul di memorinya padahal kenangan itu sudah sangat lama. Tapi entah kenapa itu kembali muncul secara tiba-tiba.
Pria bersurai merah ini memutuskan untuk menelpon Levi, alasannya karena mendadak kangen setelah mencuekinya berhari-hari.
Tut... Tut... Tut...
Tit!
Namun saat di telpon, Levi tidak menjawab. Tumben anak itu tidak menjawab biasanya dia selalu menjawab kalau salah satu kakaknya menghubungi. Iris mata merah Irra menatap jam yang menunjukan pukul delapan pagi.
Oh, anak itu pasti sedang sekolah. Irra jadi membuang niat untuk menelpon sang adik. Ia akan kembali menelpon kalau jam sudah menunjukan pukul satu siang. Biasanya Levi pulang jam segitu kalau tidak ada belajar tambahan atau kerja kelompok.
Irra tiba-tiba kembali memikirkan tentang kenangan dimana dia sedang curhat dengan si bungsu. Kalau di pikir-pikir lagi, Irra sudah lama tidak berbagi cerita dengan adik ijonya itu. Ngomong-ngomong sedang belajar apa dia sekarang ya? mendadak Irra jadi penasaran.
Anak kedua Tuan Bart ini menjadi merasa bersalah karena telah mengacuhkan Levi.
Ia berjanji, setelah pulang dari Amerika ini, ia akan langsung meminta maaf pada Levi dan kembali suka curhat ke Levi sampai bocah itu mampus. Pasalnya Irra pernah dengar kalau Levi sering pusing jika mendengar semua curhatan tidak bermutunya.
Irra dan Neil masuk ke dalam rumah. Bocah bersurai merah gelap itu langsung naik ke atas menuju kamar karena langsung ingin tidur, berbeda dengan Irra yang ikut bergabung dengan Levi, Gurra dan Rion di ruang tamu di temani beberapa cemilan. Pemuda bersurai merah itu duduk di sebelah Levi sambil membuka benda persegi panjang untuk mencari hiburan di sana.
"Ck, menyebalkan sekali" gumam Irra yang dapat di dengar oleh Levi karena duduk mereka berdekatan. Si bungsu pun menoleh menatap wajah kesal sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearest Brother, Levi [Desime]
General FictionStory seorang anak laki-laki yang kehidupannya seolah di permainkan takdir. [Notes : Envy sebagai Levi disini anak terakhir. Gue gamau nurut ama di webtoon yang ngenalin dia sebagai kakak kedua setelah Pride. Intinya Envy or Levi itu anak terakhir a...