25. Saturdie

541 58 97
                                    

"Sebenarnya lebih berat mana menahan rindu atau cemburu?"

-Karin Veliana Wijaya

••••••

Jam sudah menunjukkan 11.15, tetapi gadis cantik itu belum membuka matanya. Masih sangat nyaman bergelung di dalam selimut, bahkan tidak terusik sedikitpun walaupun abangnya sudah membuka gorden kamar gadis itu sejak tadi pagi.

Matahari sedang panas-panasnya, namun gadis itu tetap nyenyak dalam mimpinya. Beruntung kedua orang tuanya sedang di luar kota jadi dia tidak akan dimarahi.

Athala sudah menyerah jika seperti ini, tidak ada pilihan lain selain membiarkan gadis itu bangun sendiri. Athala bahkan sempat bertanya pada mamanya, apa saat mengandung Thalita, mamanya itu tidur sepanjang hari? Yang membuat Thalita suka sekali tidur. Bodoh, mereka ini kembar. Hamilnya dua sekaligus, ah apa mungkin Thalita sempat terjerat tali pusar?

Perlahan gadis itu mengerjapkan matanya, lantas ia kembali menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya, dari kepala sampai kaki, cahaya matahari menyilaukan matanya.

"Ck, siapa sih yang buka gorden?" gerutunya dalam selimut.

Tangannya meraih handphone-nya yang berada di atas nakas, lalu melihat sudah pukul berapa sekarang. Matanya membelalak kaget, sudah siang ternyata. Nyaman sekali tidurnya malam ini.

Bukan, dia tidak terkejut karena bangun jam segitu, bahkan biasanya dia lebih dari ini. Namun perutnya tidak bisa diajak bekerja sama, pantas saja perutnya berbunyi karena dia tidak turun saat sarapan.

Sekarang hari sabtu dan tanggal merah, maka sudah jadwal Thalita untuk bangun siang. Hari dimana dia merasakan surga duniawi. Siapapun tidak akan bisa membangunkan Thalita jika hari libur begini. Bahkan Alvino sekalipun.

Gadis cantik itu beranjak dari tidurnya, kemudian melirik ke sebuah kaca besar di samping tempat tidurnya. Ia meringis melihat keadaannya, rambut sangat berantakan dan wajah khas bangun tidur yang sangat kusut. Namun, kemudian dia menyengir lucu, "Masih cakep." pikirnya

Dia menuruni tangga dengan memejamkan matanya berkali-kali. sungguh, jika tidak karena perutnya yang keroncongan, dia tidak akan bangun.

Bahkan dia tidak menyadari banyak pasang mata yang mengamati dirinya berjalan linglung menuruni tangga. Tak terkecuali seseorang yang duduk di sofa yang sedang menggelengkan kepalanya gemas melihat gadis itu.

"Wah baru bangun tuan putri." sindir Athala sedikit mengeraskan suaranya dari ruang tengah. Thalita tidak memperdulikan abangnya itu, bahkan meboleh saja tidak.

Thalita menuju ke dapur dengan mata yang masih memejam beberapa kali. Dia duduk di meja makan lalu menelusupkan kepalanya di antara lipatan tangannya.

"Laper ya lo? Makanya bangun." celetuk Athala.

Thalita meminum segelas susu di hadapannya, pasti Athala yang membuatkannya. Jika kedua orang tuanya tidak ada di rumah, maka Athala lah yang mengurus Thalita. Menyiapakan apa saja yang dibutuhkan Thalita.

"Tuh ada kiriman dari mertua, eh calon mertua maksudnya." ujar Athala. Thalita mengernyit bingung dengan ucapan abangnya.

Kemudian ia melirik mangkok di depannya yang masih tertutup. Lalu ia membukanya, matanya berbinar melihat sop buntut yang masih sedikit mengepulkan asap. Di cium dari baunya, Ia tahu siapa yang memasak ini.

"Tadi Alvino kesini bang?" tanyanya. Posisi Thalita membelakangi Athala yang sedang duduk di ruang tengah dengan beberapa orang yang dari tadi mengamati Thalita di meja makan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang