9. | Essay | : Mimpi dan Sukses

2K 58 9
                                    

Kerap sekali dua hal itu selalu disangkut pautkan dalam perjalanan kehidupan seseorang. Banyak yang menganggap seseorang yang sukses itu adalah mereka yang mencapai mimpinya.

Tapi dengan lantang aku akan membantah itu. Sukses bukan hanya berarti mencapai sebuah mimpi.

Biarku jelaskan dulu apa alasanku membantah hal itu, dulu mimpiku sebagai gadis berdarah sunda adalah lolos di sekolah tinggi ternama yogyakarta dengan jurusan manajemen produksi siaran serta mampu lulus tepat waktu dan bekerja di sebuah stasiun tv.

Aku harap keluarga akan bangga dan orang-orang yang 'kemarin' meremehkan serta menginjak-injak ku hanya bisa terperangah melihat itu semua. Aku akan tertawa dan bertepuk tangan dari atas.

Tapi ternyata bukan itu.
Itu semua hanya ambisi yang di sertai bara api yang terus menggebu-gebu di dalam diri seorang gadis yang memiliki zodiac Leo, layaknya singa yang garang ketika ada seseorang mengusiknya.

Gagal satu kata sederhana yang bisa membuat kehidupan seorang gadis berusia kurang dari 18 tahun itu hancur, merubah gadis ekstrovert menjadi sedikit intovert, seolah semangat yang selalu membara pada diri sirna. Hanya itu yang bisa aku dapatkan dari semua ambisi yang mereka sebut mimpi.

Seolah kehidupan terhenti sampai di situ, berhari-hari hanya kepahitan dan kepedihan yang menyelimuti. Tidak lagi ada tawa.

Mereka yang katanya 'teman' pun tiba-tiba menghilang, entah ke mana. Hanya cercaan dan hinaan yang didapat, bukan dukungan atas keterpurukkan, mereka malah meremehkanku. Sesak rasanya hanya sekedar bernafas pun sungguh berat.

Dengan sisa-sisa semangat yang masih tersisa, aku coba lagi meraih mimpi yang sebenarnya itu hanya mimpi orangtua ku. Yaa, biarlah-mungkin jalanku ada pada ridho mereka.

Akhirnya kuputuskan untuk daftar disalah satu universitas pendidikan indonesia dengan jurusan Pendidikan Sekolah Dasar dan Sastra Indonesia, ya seperti yang ada dalam harapanku, aku bisa menjadi penulis terkenal, itu yang kuharapkan. Karena menjadi guru apalagi guru SD, itu sama sekali bukan fashionku. Tapi lagi-lagi hanya 'gagal' yang ku dapatkan.

Kali ini aku sudah kehabisan semangat. Pertama mimpiku gagal. Kedua pun mimpi orangtua ku juga gagal, dasar anak tak berguna! Itu yang selalu ku katakan pada diriku sendiri.

Hanya kegelapan yang terlihat, padahal di sekitarku masih banyak titik cahaya yang bersuka rela menarikku dalam kegelapan itu.

Ku coba melihat cahaya-cahaya itu, mereka menarikku, mereka memelukku dengan hangat. Yaa mereka adalah keluarga, dan beberapa orang terdekatku. Saat itu pula aku tumpahkan semua rasa yang ada pada diri tanpa tersisa.

Setelah aku mampu bangkit kembali, ku coba buka situs web yang mengarahkan pada job-job pekerjaan di stasiun tv dan radio. Kumasukkan data diriku dengan selengkap mungkin melalui email. Ku tunggu balasan email untuk jadwal interview, tapi sudah lewat waktu yang ditentukan aku tidak mendapat balasan apapun.

Oke aku kembali gagal!

Lelah! Semua usahaku percuma, semua perjuanganku sia-sia. Akhirnya aku resmi menjadi seorang gadis pengangguran yang hanya memiliki kegiatan tidur - bangun - makan - bersih - bersih - ibadah - memainkan ponsel - makan lagi - tidur lagi.

Kegiatan itu terus berulang setiap hari selama kurang lebih dua bulan. Bosan sekali rasanya.

Kulihat dibeberapa media sosialku, teman-temanku mempostingkan kebahagiaan mereka yang lolos masuk perguruan tinggi impian mereka, mereka mempostingkan berbagai hal tentang 'mahasiswa baru' atau yang kerap disebut maba.

Iri? Sangat! Jujur saja di dalam diri ini ada rasa benci terhadap diri sendiri. Sering aku merutuki diri sendiir, bodoh! Tak berguna!

Kadang juga aku bertanya 'kenapa bukan aku' , 'kenapa aku gagal' , 'kapan orangtuaku akan tersenyum bangga olehku' . Semua kalimat kalimat itu terus berputar diingatanku.

Event (1) Melangitkan Impian [ Sudah Terbit ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang